25 || Kenangan Adalah Duka

42 21 13
                                    

Jangan lupa vote dan komennya~
Happy Reading<3

🌷🌷🌷

Tangis Rea pecah tiada henti semenjak mengetahui Cakra telah kehilangan nyawa, sempat tak sadarkan diri menemukan mantan kekasihnya terbaring kaku dengan penuh darah dan luka di sekujur raga.

Kaki mungil berlari menyusuri lorong rumah sakit mengejar jasad Cakra yang telah dipindahkan menuju ruang mayat setelah darah-darah dibersihkan. Rea pikir, tak apa jika tak bersama Cakra, namun ia tidak pernah siap apabila cowok itu meninggalkannya seperti ini.

Tapak kaki yang beradu dengan lantai rumah sakit tercipta suara keras, tak henti meraung pilu dengan air mata yang berderai utuh. Rea harap Cakra mau membuka matanya lagi, demi Tuhan ia baru merasakan sesak yang teramat hingga dada seakan terhimpit kuat. Jantungnya seolah dipaksa berhenti, menarik napas pun seolah tak dapat dilakukan lagi.

"Cakra! Cakra!" Rea masih memanggil nama Cakra dalam tangisnya.

Juru rawat wanita yang baru saja membawa jasad Cakra, ditahan oleh Rea. Gadis itu tetap berlinang air mata. "Sus, Cakra enggak ninggalin saya, kan? Cakra masih hidup,kan?! Saya mohon bilang sama saya kalau ini mimpi!"

"Maaf, mbak. Mbak harus tabah, ya? Harus ikhlas."

Jawaban itu sama sekali tak ingin Rea dengar. Raga Rea semakin bergetar, tak kuat untuk menopang berat tubuhnya lagi, tubuh Rea merosot, kedua lututnya tertekuk, wajahnya terbenam pada lipatan kaki dengan satu tangan yang masih mencekal lengan perawat cantik di hadapan.

"Mbak," panggil perawat itu. Tubuhnya turun, menyamaratakan tinggi Rea.

"Sus, saya mohon bilang sama saya, Cakra masih hidup!" Rea mengusap air matanya kasar. "Dia pernah janji enggak akan tinggalin saya! Dia bilang ..." Rea tak sanggup melanjutkan kalimatnya.

"S-saya yakin Sus, Cakra itu kuat."

"Mbak, benturan pada kepala jenazah cukup keras, sehingga membuat otak mengalami kerusakan. Mbak harus ikhlas." Rea merasa elusan pelan pada tubuh yang bergetar.

"ENGGAK, SUS! DIA BAKAL BANGUN!"

Dalam hitungan detik, Rea berusaha menegakkan tubuhnya. Bersusah payah melanjutkan langkahnya untuk menuju kamar mayat, benar-benar tak menghiraukan juru rawat wanita yang tersodok hingga terhuyung lantaran gerak kasar tubuhnya.

Ruang berpendingin tempat menyimpan jenazah terbuka kasar oleh Rea, segala rasa takut ditepisnya, meski masih terbayang cerita menyeramkan yang terdengar mengenai kamar mayat oleh teman-teman sekolahnya. Ia hanya ingin bertemu Cakra, ia ingin Cakra mengatakan bahwa ini hanya sekadar kejutan untuknya. Tangisnya tertahan-tahan, netra penuh air mata menelisik mencari nama Cakra pada brankar.

Setelah ditemukan, Rea mengetatkan rahangnya untuk menahan isak tangis yang ingin keluar, tersengguk-sengguk seiring kaki mendekat pada brankar berisi jasad Cakra. Rea sempat terpaku menemukan kain putih tak terselak pada sekujur tubuh tak bergerak.

"Cakra, bangun! Ayo bangun!" Rea menghuyung tubuh di balik selimut.

"Ayo bangun!"

"Cakra," raung Rea. "Cakra harus bangun!"

Rea tidak ingin bertemu dengan wajah damai Cakra,justru ia mulai bergerak memeluk tubuh kaku mantan kekasihnya. "Cakra, aku di sini ... aku di sini ada buat kamu. Kamu tolong bangun. Kamu enggak boleh pergi." Rea kembali terisak.

"Ayo bangun, kamu pernah janji bakal ajak aku buat selalu bersama."

Ingatan saat Rea membiarkan tapak tangan mendarat pada pipi Cakra kala itu membuat dada semakin berdenyut perih. "Maafin aku, Cakra. Maaf, maaf, maaf!"

[#3] ETHEREAL || Sudah Terbit✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang