22 || Jaket Dari Kaivano

50 41 15
                                    

Jangan jadi silent reader, ntar dosa haha

Happy Reading<3

🌷🌷🌷

Perjalanan berakhir lima menit lebih cepat, tengah malam mata masih tak meminta untuk dipejamkan, justru raga berdiri pada tepi pesisir mengamat debur ombak saling bersanding dengan desir angin, gulung riak air beradu kencang di telinga.

Hali terpatri pada tubuh mungil tengah berdiri beberapa meter dari tumpukan karang sebagai tempat duduknya, melihat Rea sontak membuatnya teringat ungkapan singkat di dalam bus.

"Kalau gue minta agar tunggu sedikit lagi, apa lo mau buat tunggu sampai hati gue benar-benar pulih?"

Hali selalu dibanting dengan ekspektasi. Lucunya setiap ingin berhenti, mengapa semesta seolah menghadirkan Rea kembali?

Sundul singkat dari sebuah kepal tangan pada kepala bagian belakang membuyarkan lamunan, mengerjap berulang sebelum pendar menangkap sosok Kaivan di hadapan dengan dua cup mi kuah hangat. Berada di penginapan selama hampir setengah jam, membuat perut Hali keroncongan, cacing-cacing berdemo meminta santapan.

"Berapa?" tanya Hali, menerima sebuah cup mi.

Terseruput rapi mi dalam celah bibir, menelan kunyahan lembut dengan susah payah sebelum memutuskan menjawab pertanyaan Hali. "Goceng, bawa aja."

"Van, kalau lo suka sama cewek, lama-lama perasaan yang lo punya tiba-tiba pudar karena capek enggak dihargai, lo bakal gimana?" Hali menggulung beberapa surai mi pada jari-jari garpu, memasukkan gulungan tekstur lembek ke dalam mulut.

"Yhwa gweh lhepaws, khayak Ghigki." Suara Kaivan tak begitu jelas lantaran mulut bergerak mengunyah, namun Hali masih mampu untuk memahami.

"Kalau Kiki minta lo balik, gimana?"

Uhuk! Kaivan terbatuk, pertanyaan Hali tak hanya mengejutkan melainkan jauh tak pernah terpikir sebelumnya. Mi tersendat nyaris membuat Si bungsu Dharmendra tak dapat bernapas, berlari meninggalkan sebuah cup mi untuk menuju kedai, meraih kasar sebuah botol air mineral pada rak plastik kusam, tingkah tak beraturan diamati oleh Hali dengan kekehan.

Dalam hati, Kaivan merutuk keras Cucu Alexandra yang membuatnya hampir mendekat pada ajal.

Memberi selembar kertas pada penjaga kedai, Kaivan membiarkan botol kosong terlempar mengarah pada Hali setelah air tak lagi tersisa, berniat membalas dendam, justru cowok bangir dengan mudah menangkis, terlempar ke arah lain—terlupa jika Hali masuk dalam ekstrakulikuler sama sepertinya. Kaivan mendengkus, kembali mendekat pada sahabatnya.

"Untung gue enggak jadi fans meet sama Malaikat Izrail!"

"Lebay!" Hali memberi sentil pelan pada kening Kaivan, hingga membuat cowok itu mengaduh kesakitan. "Bales pertanyaan gue tadi."

"Mau digimanain kalau perjuangan gue enggak dihargai sama Kiki, gue enggak bakal balik lagi, meski akhirnya dia ngemis-ngemis karena nyesel. Intinya gue punya pendirian, kalau emang enggak bisa kenapa harus maksa. Dan sekarang ..." Kaivan menyungging senyum, kalimat miliknya terjeda.

"... gue udah punya Hira, dia emang nyebelin tapi kehadiranya bisa buat gue bersyukur."

"Sejak dulu lagi dia macam, tu. Bucin!" sahut Oja, duduk tak jauh di belakang Hali.

"Lo berjuang boleh, goblok jangan," kata Kaivan, sebelum satu tapak tangan menepuk pelan pundak Hali, raga bongsor Kaivan beranjak sebelum melampaui cowok bangir, mendekat pada Oja dan teman-teman tengah menikmati jagung rebus dan beberapa lintingan kecil dengan bara di atas batuan karang.

[#3] ETHEREAL || Sudah Terbit✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang