Hakyeon terlihat baik-baik saja. Setidaknya itu yang dia tunjukkan di hadapanku. Seolah tidak pernah ada masalah tentang batalnya pernikahannya.
Dia bisa banyak bicara. Tersenyum. Bahkan tertawa. Juga suka mengatur. Selama beberapa hari tinggal di apartemenku dia sudah berulang kali menyuruh dan melarangku melakukan ini itu. Yang paling sering adalah tentang tidur. Meski aku pekerja yang bebas memilih sendiri waktu istirahatku, sejak ada Hakyeon kebebasan itu hilang entah kemana. Tiap Hakyeon ingin aku tidak bekerja, maka aku harus melakukannya. Istirahat sepenuhnya. Duduk di sampingnya. Atau tiduran sambil memeluknya. Jika tidak, dia akan marah lagi. Mengomeliku sambil melemparkan entah apa saja padaku. Dia sungguh secerewet itu. Segalak itu.
"Kau... mengganti warna rambutmu, Taekwoon?" gumam Hakyeon sambil menatap tak percaya padaku.
Dia baru pulang belanja kebutuhan sehari-hari. Menenteng kresek. Sementara aku baru selesai mengeringkan rambut pirangku. Ya, memang baru kuganti. Baru kuwarnai.
"Kau tidak suka?" tanyaku.
Dia segera menggelengkan kepalanya. Masih terlihat tidak percaya.
"Bukan." jawabnya, "Tapi... kukira kau tidak menyukai warna terang."
Aku memang tidak menyukai warna terang. Itu alasan semua karyaku hanya bermain pada hitam, putih, dan merah. Yang merah pun sudah lama kutinggalkan. Semua isi apartemenku dan bahkan pakaianku juga hanya mengenal 3 warna itu. Tapi kali ini aku membuat pengecualian.
"Bajumu juga... berubah." lanjutnya.
"Jadi terlihat normal kan?"
Dia mengangguk berulang kali. Bukan hanya tentang rambut, apa yang kukenakan pada tubuhku juga ikut berbeda dari hari-hari sebelumnya. Aku tidak lagi mengenakan pakaian olahraga dan masker. Sekarang aku memakai kaus sederhana dengan tambahan jaket dan jeans. Warnanya pun terang. Didominasi putih dan soft blue. Memang jelas mengherankan untuk orang yang sudah lama mengenal bahkan bersamaku.
"Hari ini hari terakhir cuti kerjamu. Karena itu aku ingin mengajakmu kencan." jelasku.
"Kencan?"
Dia mengerjap polos sekali.
"Kau tidak berencana menghabiskan cuti seminggumu dengan kegiatan di atas ranjang yang membutuhkan kondom kan? Ayo jalan-jalan." ajakku.
"Aku... sungguhan diajak kencan?"
Tentu saja. Bukankah sudah kukatakan dan tampilanku sekarang pun menjelaskan semua itu?
"Tinggalkan belanjaanmu. Pagi ini kita makan di luar."
Aku segera menghampirinya yang tampak bingung. Mengambil alih belanjaannya. Meninggalkan di atas sofa lalu meraih telapak tangan kirinya. Menggandengnya keluar.
***
Hakyeon terdiam selama beberapa menit perjalanan kami menggunakan mobil. Dia masih heran. Tidak percaya. Sampai akhirnya secara tiba-tiba tertawa sementara aku menyetir. Membawanya keliling kota.
"Aku terkejut sekali, Taekwoon." gumamnya sambil tertawa, "Sungguh. Aku tidak menyangka kau akan mengajakku kencan setelah hampir seminggu aku ikut menjadi manusia goa sepertimu."
Dia memang ikut menyerupai manusia goa karena tinggal bersamaku. Hanya keluar untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Selain kegiatan itu yang dia lakukan cuma diam menungguiku menggambar jika tidak memasak atau menyeduhkan kopi untukku. Dan satu kegiatan tambahan yang lain. Yang berkaitan dengan lotion.
"Jadi, sebenarnya kau akan membawaku kencan kemana?" lanjutnya sambil menoleh padaku.
Aku sempat meliriknya sebentar. Kembali menatap kedepan karena biar bagaimanapun aku masih menyetir. Di saat yang sama dia mulai sibuk merapikan rambutku yang bergerak-gerak tertiup angin karena mobil yang kami kendarai beratap terbuka.
"Hanya berkeliling. Menghabiskan bahan bakar." jawabku yang membuatnya kembali tertawa.
"Sungguh hanya berkeliling? Tidak ada tempat tujuan?"
"Bukankah kau memang hanya menyukai perjalanan? Tidak pernah peduli pada tempat tujuan."
"Ah, kau pasti mengingat study tour dulu."
Dia masih menyibukkan diri dengan rambutku.
"Aku memang pernah mengatakan senang melihat jalan dari dalam kendaraan. Senang melihat gedung dan tanaman sepanjang jalan.
Kau mengingatnya dengan baik, Taekwoon."
Tentu saja.
"Karena bisa mengingat sebaik itu... apa artinya aku cukup spesial untukmu?"
Spesial?
"Kau akan tetap menjadi milikku kan, Taekwoon? Meski apapun yang terjadi kemarin, sekarang, maupun nanti."
"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?" tanyaku sambil menoleh padanya, sekilas.
"Aku ingin jadi orang yang spesial untukmu. Juga yang selalu bersamamu seumur hidup."
"Bukankah memang sudah seperti itu?"
Kuhentikan mobilku di parkiran sebuah cafe. Bersamaan dengan rasa perih yang mulai terasa pada perutku.
"Kita makan dulu. Ayo, sayang." ajakku yang hanya ditanggapinya dengan wajah polos tidak mengerti.
Manis sekali.
"Kubilang kita makan dulu." ulangku.
"Bukan itu. Tapi... tadi kau memanggilku..." gumamnya.
"sayang." sambungku.
"Ya, itu. Jadi..."
"Kenapa? Kau suka panggilan itu kan? Sudah, jangan banyak berpikir lagi. Aku sudah lapar."
Aku sungguhan lapar. Perutku sudah protes. Karena itu sebaiknya kami segera turun dari mobil dan mendapatkan sesuatu yang bisa dimakan. Tapi sebelum tanganku selesai melepas sabuk pengaman, Hakyeon sudah menarik tubuhku. Berpegangan pada bahu dan pahaku. Lalu mencium bibirku.
"Aku mencintaimu, Taekwoon. Serius mencintaimu." ucapnya setelah ciuman kami terlepas.
Kami berada di tempat umum, demi Tuhan.
***
10:34
5 April 2018reo 30 Agustus 2023, "Najis. Kenapa mereka mesra-mesraan terus!? Ini cerita apa sebenarnya!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Motive [VIXX Leo N]
Fanfiction[unggahan ulang] Hakyeon patah hati. Pernikahannya batal karena calon istrinya memilih laki-laki lain. Dengan kondisi itu dia menemui Taekwoon yang merupakan teman lamanya. Dimulai dari sana pertemanan mereka mulai beralih ke status lain. [2018.04.0...