9

33 7 0
                                    

Kuturuti permintaan Hakyeon yang menginginkan kami kencan seharian. Aku membawanya berkeliling dengan mobilku. Menyusuri jalan tanpa tujuan yang jelas. Sekadar berhenti saat harus makan. Lalu kembali berkendara sambil ngobrol.

Hakyeon terlihat sangat senang, tentu saja. Dia menceritakan banyak hal. Membahas ini itu sambil tersenyum dan tertawa. Sesekali dia juga masih menyibukkan diri dengan rambutku yang tertiup angin. Merapikan meski percuma dilakukan. Akan langsung kembali berantakan di detik selanjutnya. Walau begitu dia terlihat menikmatinya. Menikmati saat-saat menyentuh rambutku. Juga menatapku sambil ngobrol. Hanya saja... aku menyadari sesuatu. Dia selalu tampak sedih tiap kali kami melewati gereja. Wajah cerianya akan berubah murung seketika walau setelahnya langsung kembali tersenyum seolah tidak pernah ada masalah.

'Dia mengingat batalnya pernikahannya?' batinku yang masih terus menyetir dengan Hakyeon yang tetap mengoceh di sampingku.

Tidak mungkin aku salah melihat. Hakyeon sungguhan murung tiap kali kami melewati gereja. Selalu diam tanpa bicara sampai area itu sepenuhnya kami lewati. Memangnya mau sampai kapan dia terikat kenangan buruk seminggu lalu? Bukankah dia sudah memilikiku? Aku mengerti dia masih merasakan sisa sakit hati itu. Tapi... Tidak. Ini bukan perasaan cemburu. Bukan tentang perasaan semacam itu. Ini lebih pada perasaan kesal karena tidak berhasil membuat Hakyeon sepenuhnya bahagia. Aku belum berhasil menghapus rasa sedihnya.

Tanpa mengatakan apapun, tanpa banyak berpikir lagi, segera kubalik arah mobilku. Cepat-cepat kembali ke area gereja yang baru kami lewati.

"Apa yang kau lakukan, Taekwoon? Kenapa berbalik?" tanya Hakyeon yang jelas bingung dengan perubahan mendadak dariku.

Aku tidak menjawabnya. Hanya terus menyetir mobil sampai kami tiba di halaman gereja. Kedua mata Hakyeon benar-benar mendelik kaget. Terutama saat aku turun dari mobil dan mengajaknya ikut denganku, memasuki gereja.

***

"Tunggu, Taekwoon. Kenapa kau membawaku kemari!?" keluh Hakyeon begitu kami memasuki gereja dengan pencahayaan rendah.

Tidak ada siapapun kecuali kami di tempat ini. Sepi sekali.

"Kau mengalami kejadian itu di tempat seperti ini kan?" tanyaku yang masih menggandeng pergelangan tangan kirinya.

Kugenggam erat-erat meski kami sudah tiba di tempat yang kutuju. Tempat dimana pasangan pengantin harus berdiri saat pendeta membacakan janji pernikahan. Tempat yang sama dengan saat Hakyeon dan calon pengantinnya berdiri seminggu yang lalu.

"Ini gereja yang berbeda. Waktunya pun berbeda." lanjutku, "Tapi perasaanmu masih sama."

Dia masih merasa sakit hati. Patah hati. Kecewa.

"Aku tidak suka melihatmu terbebani kejadian seminggu lalu, Hakyeon. Kau datang padaku karena akulah yang bisa menghilangkan beban itu darimu.

Jadi, sekarang akan benar-benar kuhilangkan."

"Taekwoon..."

"Tidak ada pendeta, calon pengantin, ataupun tamu dan keluarga di sini. Hanya kita berdua. Sungguhan hanya kita berdua. Tapi kuharap ini cukup untuk mengganti kejadian seminggu yang lalu.

Berhentilah menyesali kejadian itu. Relakan perempuan itu sepenuhnya. Sebagai gantinya, aku akan selalu bersamamu selamanya."

Kututup ucapanku dengan mencium bibirnya. Sekadar mencium. Menempelkan bibir dengan bibir. Tanpa melumat. Menjilat. Maupun menghisap. Hanya ciuman sederhana yang kuharap bisa diterimanya hingga kedalam hati.

***

14:53
7 April 2018

Motive [VIXX Leo N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang