10

34 6 23
                                    

Kurasa semuanya sudah sepenuhnya baik-baik saja. Hakyeon tampak bahagia. Sepulangnya kami dari gereja dia tidak berhenti menguarkan perasaan bahagianya. Dia selalu tersenyum. Berlama-lama menatapku. Bahkan menolak secepatnya tidur padahal semalam hari terakhirnya libur, cuti kerja.

Sampai pagi ini pun dia masih tampak luar biasa bahagia.

"Aku akan kangen padamu." ucapnya yang sejak tadi memelukku sambil tersenyum.

"Ya." jawabku sekenanya.

"Kubilang aku akan kangen padamu, Taekwoon.",

"Aku bisa mendengar itu, Hakyeon. Dan kurasa kau juga akan gila."

Dia langsung mencubit pinggangku kuat-kuat sampai aku meringis kesakitan. Sakit sekali.

"Kau yang membuatku gila kalau terus mengabaikan keinginanku bermesraan denganmu, Jung Taekwoon dungu!"

Ya, dia gila sementara aku akan mati kesakitan. Cubitannya sakit sekali. Sumpah.

"Kau harus berangkat kerja. Aku juga." kubela diriku, "Hentikan ini karena rasanya sakit sekali."

"Kubilang aku akan kangen padamu, Taekwoon!"

Dia masih mencubitku. Bahkan semakin memberi tekanan pada cubitan kecil itu. Demi Tuhan, rasanya sakit sekali.

"Aku juga." ucapku cepat-cepat, "Aku akan kangen padamu. Aku juga akan kangen padamu, Hakyeon."

Akhirnya dia melepaskan cubitanya. Ya Tuhan, pacarku menyeramkan sekali. Hanya karena aku mengabaikan keinginannya bermesraan denganku dia bisa sekesal itu. Padahal sebelumnya aku sudah bersikap manis padanya.

"Seharusnya kau katakan itu sejak tadi." ucapnya yang tetap saja tersenyum.

Serius, dia memang tetap tersenyum sejak tadi. Bahkan saat mencubitku sambil protes.

"Aku mencintaimu, Taekwoon."

Kujawab itu dengan anggukan beberapa kali.

"Aku sangat mencintaimu." ulangnya.

"Aku juga sangat mencintaimu." balasku.

"Sungguh?"

Lagi-lagi aku mengangguk.

"Sunguhan sangat mencintaiku? Sungguh sudah jatuh cinta padaku?"

Apa maksud pertanyaan itu? Sungguh sudah jatuh cinta padanya?

"Kau meragukan perasaanku?" tanyaku.

Dia menggelengkan kepala berulang kali.

"Bukan ragu, aku hanya sedikit tidak mengerti." jawabnya.

Sedikit tidak mengerti?

"Seminggu yang lalu aku datang kemari, Taekwoon. Menangis dalam pelukanmu. Aku patah hati. Lalu aku seenaknya menjadikanmu sebagai pelampiasan. Kuperlakukan kau sebagai milikku.

Aku... hanya tidak mengerti. Ucapan cinta dan semua tanggapanmu padaku sekadar karena kau ingin bersikap baik padaku atau... sungguhan jatuh cinta padaku."

Aku mulai mendengar nada sedih darinya. Bahkan sempat kulihat kedua matanya sedikit berair sebelum dia menunduk.

"Aku sangat mencintaimu, Taekwoon. Ini sungguhan. Karena itu... aku juga ingin sungguhan dicintai."

Dia memikirkan hal yang sama denganku. Serupa. Aku tidak mengerti dia sungguhan mencintaiku atau masih sekadar melampiaskan patah hatinya.

Waktu satu minggu itu singkat. Hanya 7 hari. Apa mungkin bisa mengalihkan patah hatinya secepat itu? Aku tidak keberatan jika memang fungsiku hanya sebagai pengganti perempuan yang membuatnya patah hati. Tapi seandainya dia sungguhan jatuh cinta padaku, aku ingin mengetahui itu.

"Hubungan kita tidak jelas." gumamku, "Sulit dijelaskan dengan omongan. Juga masih kurang dimengerti meski banyak tindakan langsung yang kita lakukan.

Kita saling memberi tanpa bisa sepenuhnya mengartikan rasa dari pemberian itu. Aku sendiri tidak mengerti cara membuat jelas perasaan kita berdua. Cara membuat yakin. Saling percaya.

Tapi kau bisa memegang janjiku ini. Sampai kapanpun, aku akan mempertahankanmu sebagai milikku. Akan selalu berusaha agar terus bersamamu.

Sekarang terserah padamu bagaimana mengartikan itu. Tapi tolong bahagialah denganku."

Dia langsung menangis sejadi-jadinya dan memelukku seerat yang dia bisa.

'Aku sangat mencintaimu, Cha Hakyeon.'

***

06:24
8 April 2018

Motive [VIXX Leo N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang