PROLOG

406 22 1
                                    


Sepenggal Aksara ku di ujung tinta kelam. Bercerita tentang kisah kasih insan yang tak kekal dalam raga. Ku rangkum kisah ini dalam sebuah buku yang berisi ribuan kata penuh makna, penuh puji dan puja pada dia.

Sosok Arjuna pembawa busur cinta. Memanah tepat mengenai sebongkah hati yang keras bak batu pualam, namun perlahan dengan hangat nya anak panah yang dia lepaskan. Hati itu akhirnya luluh lantak, bersamaan dengan benang takdir cinta kami yang terikat erat.

Lantunan merdu melodi mengalun diiringi serayu angin senja di bentala sore itu.
Dia dan nyanyiannya masih terekam syahdu, tertanam dalam memori ku.

Bisikan doaku menitipkan ia pada penguasa semesta, agar menjaga kekasih halalku dalam tidur panjangnya, hingga aku bisa menyusulnya kesana. Ke tempat di mana keabadian di janjikan.

Inilah diary ku, tentang suamiku. Azam Zafari.

****

"Akhir-akhir ini aku sering takut, Zam," adu ku pada Azam.

"Apa yang kamu takutkan, sayang?" tanya begitu mendayu.

"Aku takut Kazam mengambil alih ragamu dan membawa mu pergi jauh dariku," ucapku dengan sendu.

Ku dengar Azam menarik nafas panjang hingga dadanya mengembang, lalu turun kembali. "Tenanglah, Asmaraku... yang bersamamu sekarang adalah Azam Zafari, bukan Kazam. Tak akan aku izinkan Kazam kembali dan memisahkan kita lagi, aku berjanji." Masih ku rasakan belaian lembut tangan nya pada tubuhku yang kini rapuh di terjang kenyataan.

Aku mengangkat wajah ku menatap Azam sejenak, lalu aku sempatkan mengecup pipinya singkat. "Terimakasih, Azam-ku."

"Anything, Asmara-ku." Azam tersenyum manis, lalu membalas mencium keningku dalam. Hangatnya kecupan itu masih sama sejak pertama kali dia mencium ku di hari pernikahan kami.

Pernikahan yang sempat ku maki, namun seiring berjalannya hari. Pernikahan itu menjadi hal besar yang paling aku syukuri, sebab membawaku pada pelukan pria yang lembut bahasa dan budi.

Tak ada lagi benci dan sesal saat perlahan rasa itu tumbuh dalam sanubari, namun ada sedikit luka pilu menciderai hati. Kala cinta kami sudah mulai mekar bak bunga mawar. Sebuah ujian berat datang menghampiri. Dengan kejinya derita menerjang. Mengoyak jiwa raga, hingga merusak nurani.


****

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
98's DIARY ASMARA {END} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang