CHAPTER 5 : SAMUDERA HATI

65 11 0
                                    

Jumat, 11 September 1998.

"Azam!!!"

Aku berteriak kencang dalam tidur ku, kala melihat sosok Azam tenggelam di sebuah perairan yang dalam. Dia melambaikan dan memohon pertolongan tangan padaku.

Aku ingin terjun ke dalam sana menyelamatkan suamiku namun sesuatu menahan. Hingga akhirnya aku membuka mata dan sadar bahwa itu hanya mimpi belaka.

Aku merasakan keringat dingin membasahi kening dan leherku. Dada ku naik turun karena nafas yang tak beraturan.

Saat menoleh ke samping kanan. Tak ku temukan keberadaan suamiku disana, sementara mentari belum terbit dari perpaduan. Jelas ini masih subuh sekali.

Dimana Azam berada? Apa dia pergi meninggalkan ku sejak semalam? Dia pasti marah atas permintaan ku tentang perpisahan.

Tidak. Aku tidak akan membiarkan Azam menghilang. Aku tidak mau kehilangan Azam-ku. Selimut yang membalut tubuh ini ku sibak, lalu aku turun dari tempat tidur dan berjalan mencari keberadaan Azam.

"Azam!" Aku berseru ke sekeliling rumah berharap mendapat sahutan dari suami ku, tapi sampai di bawah pun tak ada juga jawaban yang ku dapatkan.

Aku menangis frustrasi mencari keberadaan suamiku, karena sekeliling rumah masih sepi. Maid dan para pekerja lainnya masih terlelap di alam mimpi. Kalaupun bertanya, mereka belum tentu tau kemana Tuan mereka pergi.

Sekelebat bayangan buruk berputar di kepala ku, tentang bagaimana hari-hari ku tanpa Azam. Tanpa senyuman nya, tanpa tawa serta canda ria nya, tanpa rayuan dari bibir manis nya. Tanpa senandung dan suara lembut yang menenangkan jiwa. Tak terbayang betapa hampa nya kehidupan ku tanpa Azam-ku.

Bagaimana jika Azam mengabulkan permintaan bodoh ku tadi malam? Oh tuhan... ku rasa aku akan hancur lebur jika itu terkabulkan. 

"Azam...." lirihku sambil terisak menjambak rambut ku frustasi, karena kesal pada diri sendiri yang terlalu emosional dan mengutamakan ego.

"Asmara...."

Tangis ku terhenti, kala mendengar suara lembut mengalun menyapa indera pendengaran ku. Ku palingkan kepala ke belakang, hingga ku temukan sosok yang aku cari berdiri dengan balutan kemeja hitam yang sama, yang dia kenakan tadi malam.

Itu suamiku. itu Azam-ku. Segera aku menghampiri nya dan menghambur ke pelukan nya. Menenggelamkan diri dalam dekapan hangat Azam-ku, masih sambil terisak lirih.

Aku tau Azam saat itu terkejut, karena aku tiba-tiba menubruk tubuhnya dan mendekapnya erat, tapi aku bisa merasakan dia membalas pelukan ku dan mengusap punggung ku yang bergetar.

"Ada apa, sayang? Kenapa kamu menangis?" tanyanya lembut.

"Kamu kemana? Aku mencari mu, tapi kamu tidak ada dimana-mana. Aku takut, Zam..." keluh ku dalam rengkuhnya.

"Aku tertidur di sofa semalaman. Maaf aku tidak menemani mu tadi malam, karena takut mengganggu istirahat mu. Takut membuat mu marah lagi," jelas nya dengan tenang.

Saat itu aku ingat. Awalnya aku tertidur di ruang kerja, tapi saat bangun tadi aku sudah berada di kamar kami. Aku yakin Azam lah yang memindahkan ku ke kamar, lalu dia sendiri tidur diluar.

Aku semakin sesenggukan mendengar penuturan Azam. Begitu pengertian nya suami ku ini, dan begitu teganya aku mengatakan hal sedemikian kejam tadi malam. Meminta jalinan kasih kamu di pisahkan hanya karena masalah tak berkesan.

98's DIARY ASMARA {END} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang