CHAPTER 9 : AZAM-KU KELELAHAN

63 10 0
                                    


PLAYLIST:
: KEMBALI MERINDU -SLAM


****

Kamis, 30 September 1998.

Azam pulang ke Tevaga setelah berhari-hari menghabiskan waktu di Mexolar dan melakukan konser juga di Athocy. Ah, betapa menggemaskan nya dia, begitu tiba di rumah. Saat aku tengah bersolek, dia datang memeluk tubuh ku dari belakang sambil berkata bahwa dia sangat merindukan ku.

Aku pun memutuskan untuk tidak berangkat ke kantor, memilih untuk memanjakan suamiku di rumah. Masakan Azam makanan kesukaan nya dan menyuapinya seperti sekarang.

Ku lihat dia bercerita dengan penuh semangat tentang konser yang dia lakukan. Tentang antusiasme penggemar yang begitu dahsyat, membuat Azam begitu tenggelam dalam acara nya sendiri. Dia juga bercerita tentang awak media yang menanyakan hubungan rumah tangga kami. Azam pun menjawab dengan kejujuran bahwa pernikahan kami sangat membahagiakan.

Azam-ku sangat menggemaskan. Lihatlah, dia tetap berbicara walaupun mulut nya penuh dengan makanan. Sampai-sampai sisa makanan mengotori sekitar bibir nya. Aku mengulurkan tangan, membersihkan sisa nasi di sudut bibir Azam.

"Uhukkk uhukkk!!" Azam terbatuk beberapa kali, dia terlihat menekan dadanya. Mungkin untuk menurunkan sisa makanan yang tersangkut di kerongkongan.

"Selesaikan makan mu dulu, Zam. Baru bercerita," tegur ku seraya menyodorkan segelas air putih padanya.

Dia tertawa lalu meneguk segelas air putih yang ku sediakan di atas meja. "Sudah. Aku sudah selesai," ucap nya dengan senyuman.

Aku pun mengangguk lalu berdiri bermaksud membereskan meja makan dan meletakkan piring kotor ini ke belakang, tapi gerakan ku tertahan. Tiba-tiba Azam mendekap tubuh ku yang berdiri didepannya, sementara dia masih duduk di kursi.

"Zam...."

"Jangan kemana-mana dulu, Mara. Aku masih rindu," ucapnya sembari menenggelamkan wajahnya di pelukan ku.

Aku tertawa kecil atas tingkah menggemaskan suami ku ini. Ku letakkan kembali piring kotor itu ke atas meja, kemudian aku membalas pelukan Azam dengan hangat. "Aku tak kemana-mana, hanya ke dapur saja. Memangnya kamu pikir aku akan kemana?"

"Kamu akan ke kantor kan?" tanyanya sambil mendongak menatapku.

"Tidak, sayang. Hari ini aku di rumah saja, menemani kamu," jawabku sambil membelai surai halusnya yang sudah mulai panjang.

Ku lihat dia tersenyum sumringah. Sepasang matanya berbinar cerah ."Terimakasih, Sayang."

Ku tangkup lembut wajah tampan itu demi membubuhkan satu kecupan di bibi manisnya. Ku biarkan dia memeluk ku beberapa saat lagi, kemudian baru aku urai pelukan kami dan lanjut membereskan sisa makan siang itu. Selanjutnya yang aku lakukan hanya berbincang mesra bersama Azam di ruang santai, sambil menonton televisi hingga petang tiba.

Setelah matahari tenggelam. Aku dan Azam melakukan sholat magrib berjamaah seperti rutinitas biasa. Dia mengimami ku dengan khusuk. Suara lembutnya mengalun merdu membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Betapa bersyukurnya aku, saat tuhan berkenan memberikan hamba nya yang Sholeh dan sempurna ini untuk menjadi pendamping hidup ku dengan suka rela.

"Assalamualaikum warahmatullah.... Assalamualaikum warahmatullah." Sholat Maghrib telah di tutup dengan salam. Kami pun berdzikir bersama dan lanjut berdoa secara masing-masing.

Begitu selesai berdoa, Azam perlahan berbalik ke arahku dan tersenyum tulus. Ku raih tangan kanannya, lalu ku cium beberapa detik.

Terasa nyaman sekali usapan tangan kiri Azam di kepala ku, dan aku dengar lantunan sholawat dia panjatkan saat aku masih mencium tangan nya. Dia pun mencium lembut kening ku selama beberapa detik. Aku memejamkan mata, merasakan sentuhan bibir nya yang hangat disana.

Azam kemudian merebahkan kepalanya di pangkuan ku, tanpa melepas peci yang membalut kepalanya. "Kepala ku agak pusing, Mara. Aku numpang istirahat sebentar di pangkuan mu, ya?" izinnya dengan sopan.

"Tentu saja. Silahkan, sayang." Aku dengan senang hati mengizinkannya untuk beristirahat di pangkuan ku selama yang dia mau.

Ku usap dan ku pijat perlahan kening Azam. Terpatri guratan lelah di wajah suamiku ku itu, memantik rasa iba dan tak tega. Mengingat kesibukan nya yang begitu melelahkan. Mulai dari acara show di banyak tempat. Berhadapan dengan ribuan penonton dan menghibur mereka dengan ceria. Di tambah lagi sekarang Azam tengah merintis label musiknya sendiri di Mexolar.

Bagaimana bisa Azam membagi waktu dan konsentrasi pada pekerjaan pekerjaan melelahkan itu? sedangkan aku sendiri yang hanya mengurusi satu perusahaan saja sudah keteteran. Entahlah, mungkin Azam sudah cukup berpengalaman. Sama seperti ayahku yang mampu mengurus pekerjaan lebih dari satu.

Meskipun rasa bangga dan haru menyelimuti kalbu melihat keberhasilan suami ku dalam karirnya. Hal itu tak dapat menutupi rasa iba di hati ku setiap melihat dirinya kelelahan seperti ini.

Ingin aku memintanya untuk beristirahat atau Hiatus sejenak dari dunia hiburan, tapi aku juga tak tega, sebab hidup Azam ada disana.

Azam merasa lebih berharga dan bernyawa ketika bisa tampil dengan sempurna. Melihat senyuman puas penggemar saat dia menampilkan nyanyian merdunya. Itu membuat Azam merasa bahagia.

Alhasil yang bisa aku lakukan hanya menjadi rumah nya pulang, disaat dia lelah dan butuh tempat bersandar. Saat itulah aku berperan menghapus lelah nya, menjadi tempat nya berkeluh-kesah dan melepaskan segala resah. Itu cukup membuat ku lega, sebab aku bisa menenangkan suami ku, serta membuat nya kembali segar setelah bersamaku.

Kini ku lihat dia memejamkan mata dengan damai, namun di kedua sudut bibirnya masih terpatri senyuman manis yang ku puja. Ku rasa dia begitu bahagia, terlelap dalam pangkuan ku sembari merasakan sentuhan tangan ku di kening nya.

Aku merunduk pelan, untuk memberikan kecupan di kening suamiku dengan lembut dan penuh cinta. Sambil ku bisikan kalimat menenangkan padanya, "Hari mu pasti melelahkan, sayang. Beristirahat sejenak, aku akan menemanimu. I love you, My hubby...."

Saat itu ku lihat Azam tersenyum lebih lebar. Perlahan dia menarik tangan kananku, lalu dia kecup punggung tangan itu dan dia letakkan di atas dadanya. Ku usap perlahan dada suami ku untuk meringankan sedikit beban pekerjaan yang menimpa disana.

Melapangkan relung jiwa yang luas. Menyematkan kedamaian pada cinta kami berdua. Aku membiarkan Azam beristirahat sambil bersenandung kan sholawat untuk mengiringi lelapnya. Ketika adzan isya berkumandang, kamipun kembali melaksanakan sholat isya berjamaah.

****

98's DIARY ASMARA {END} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang