CHAPTER 12 : TERSINGKAP TABIR FAKTA

56 11 0
                                    


Selasa, 20 Oktober 1998.

Di tengah perjalanan dalam bus tingkat, aku tak mampu lagi menahan air mata yang kian mendesak. Kala ku ingat perkataan dokter yang namanya tertera dalam surat surat keterangan diagnosa dari rumah sakit.

"Encik Azam mengidap Kanker paru-paru small cell, Kanker paru-paru jenis ini jarang terjadi. kanker paru-paru small-cell dapat menyebar dengan sangat cepat. Sebagian besar kasus kanker paru jenis ini disebabkan oleh kebiasaan merokok, tapi saya dah sarankan pada Encik Azam untuk berhenti merokok. Sejak diagnosa awal keluar, untungnya beliau menurut."

"Saat ini kanker paru-paru Encik Azam sudah memasuki stadium tiga dan perkembangan cukup pesat, saya menyarankan sempat pengobatan radioterapi. Tetapi beliau menolak, entah apa alasannya saya pun tak tau. Saya harap Encik bisa membujuk Azam untuk mengikuti saran saya, sebab kondisi kesehatan beliau sudah sangat mengkhawatirkan. Jika terlambat, maka akan terjadi hal yang lebih fatal."

Berdenyut ngilu dada ku saat kalimat-kalimat berisi fakta mengerikan itu berputar dengan jelas di kepala.

Azam-ku, Suamiku. Ternyata dia amat menderita menahan sakit selama ini.

Tuhan, rasanya aku ingin meraung sekeras-kerasnya, Kenapa? Kenapa kau timpakan rasa sakit sebesar itu pada insan setulus suamiku? Apakah kiranya dosa yang dia lakukan, sehingga kau begitu tega mengujinya seberat ini? Ataukah kau berikan rasa sakit itu sebagai ujian agar Azam-ku di angkat derajat kemuliaan nya di matamu, tapi Tuhan... itu amat menyakitkan. Aku tak sanggup, aku tak tega melihat suamiku di gergoti rasa sakit yang kian dahsyat.

Ku abaikan segala alasan mengapa Azam menyembunyikan penyakit nya dari ku, sebab aku tau dia tak mau membuat ku khawatir dan menangisi dirinya.

Hari ini aku akan ku tumpahkan tangis ku dengan kencang di dalam dekapan Azam. Akan ku abaikan berbagai bujuk rayunya untuk mengehentikan emosi ku, sebab sesak ini terlalu mendesak. Jika ku tahan, bisa bisa dadaku meledak.

Bus yang ku tumpangi berhenti di depan perumahan elit rumah kami, sebab bus tak di izinkan masuk ke sana. Aku pun turun dengan wajah berbasuh air mata, mengabaikan tatapan orang-orang yang melihat ku dengan sorot iba. Tak mereka tahu, hatiku saat ini lebih kacau dari pada penampilan ku yang mereka lihat.

Aku berjalan dengan langkah gontai menuju rumah Azam, seolah tenaga ku terkuras habis karena kabar getir yang aku terima. Jiwa ku seakan di tarik keluar secara paksa, dengan bayang-bayang wajah Azam yang kian tirus dan memucat.

Betapa bodoh nya aku hingga tak sadar perubahan suamiku ku beberapa bulan ini. Berat badan nya yang menurun, nafsu makan tak teratur dan cara bernafas nya yang jelas-jelas memprihatinkan.

Apakah aku terlalu sibuk dengan pekerjaan ku sehingga tak memperhatikan suami ku sendiri? Oh Azam-ku, maaf kan aku. Aku tak sepeka itu memahami diri mu.

Memasuki gerbang megah yang memagari rumah mewah milik Sang pemilik suara emas. Ku lihat Azam sedang duduk di teras dengan raut wajah gelisah. Seperti nya dia sedang menunggu ku, sebab aku pergi tanpa memberitahu nya saat dia tengah sibuk di studio yang ada di lantai dua rumah kami. Aku pergi membawa surat diagnosa nya yang aku temukan di dalam lemari.

Begitu melihat sosok ku dalam jangkauan pandang, Azam segera berdiri dan menghampiri ku.

"Sayang, kamu darimana? Aku mencarimu ke setiap sudut rumah, tapi kamu tak ada. Kenapa tak bilang mau pergi? Aku bisa mengantar mu kalau kamu mau," cecar nya dengan panjang lebar.

98's DIARY ASMARA {END} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang