PS. semua yang ada di cerita ini dari tokoh hingga alur hanya karangan author. maaf jika ada kalimat menyinggung suatu pihak.
Warn! mengandung kata atau scene vulgar. yang berusia di bawah 17 tahun harap dilarang membaca.
Japan, 1967.Berlatarkan pasar tradisional Jepang, semua warga sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mulai dari menjualkan dagangan mereka, bertransaksi hasil laut dan kebun, keadaan yang bisa dibilang sangat ramai dengan jumlah orang yang memenuhi pasar lebih dari 50 orang.
"semuanya menyingkir dan beri ruang!".
Mendengar teriakan itu semua orang membuka jalan membiarkan sosok pemuda berpakaian rapih berjalan angkuh pada mereka. Tidak ada satupun yang berani melawan karena dia seorang petinggi berkebangsaan Belanda dimana bisa saja memberi hukuman pada pelanggar di depan semua orang tanpa ampun.
Peperangan memang sudah selesai, namun ada saja oknum yang masih menjadi penguasa di daerah terpencil dekat pinggir pantai tersebut. Setelah petinggi itu lewat, semuanya bergegas kembali melakukan aktivitas seperti biasa tanla berbicara satu katapun.
"tuan Theodore sangat menakutkan. jika ayahnya bukan pemilik tanah pasar ini mungkin sudah diusir sejak lama", ucap seorang wanita paruh baya sambil memilih beberapa sayuran.
"benar. meskipun tidak semua orang luar bersikap sama sepertinya tapi aku bersumpah tidak akan pernah membiarkan putriku menikah dengan orang seperti mereka".
Keluarga Theodore dikenal sebagai pemilik tanah pasar dan juga pemilik kapar Zeester dimana kapal tersebut kendaraan yang paling penting untuk warga sebagai sarana mencari ikan dan juga alat penyebrangan semisal ada suatu kejadian genting.
Namun tetap saja meskipun fasilitas Zeester umum, semua orang yang hendak menaikinya harus membayar 152 yen dimana pada jaman itu untuk mengeluarkan 3 hingga 5 yen saja sudah sangat mahal. Keluhan itu bukan hanya dari wanita paruh baya atau warga lain saja, tapi keluarga Aeri mengeluhkan mahalnya transportasi sehingga beberapa kali kepala keluarga Aeri harus menggunakan sampan tua sebagai sarana memancing ikan.
"ini kembaliannya", ucap anak perempuan keluarga Aeri.
Wanita itu menatapnya dan menggenggam tangan anak muda tersebut. "Aeri, ingat kata-kataku, jangan pernah kamu memiliki perasaan cinta pada orang luar. kita hidup di tanah matahari terbit maka jangan pernah meredupkan sinarnya".
Aeri merupakan anak semata wayang keluarga Aeri. Ayah dan ibunya sangat protektif pada ruang lingkup Aeri sebagai jaga-jaga jika orang lain akan mengganggu anaknya. "tenang saja nenek Kayo aku bisa berjaga diri", Aeri menggenggam kembali tangan nenek Kayo namun matanya tidak menatap ke arah lawan bicara. Mata indah itu menatap seorang pria tak jauh dari toko keluarganya menutup sebagian wajahnya dengan topi newsboy memalingkan pandangannya ke pernak pernik berbau Jepang.
"Aeri bisakah ibu meminta tolong? ranting untuk api memasak habis, bisakah kamu mencari ranting lagi di hutan?", tanya sang ibu sibuk membolak balikan ikan panggang yang mereka jual.
"tentu saja. beri aku waktu untuk mencarinya bu, mungkin akan lama karena sejam yang lalu turun hujan".
Aeri mengambil peralatan untuk mengambil ranting. Dia berpamitan dengan kedua orang tuanya dan saat badan kecil itu keluar toko bersamaan dengan sosok pria itu ikut berjalan menjauhi pasar. Jalanan pasar lumayan panjang dan di sepanjang pasar Aeri banyak di sapa oleh pria muda yang naksir pada dirinya. Mereka, para kaum pria, menganggap jika Aeri primadona tercantik di negaranya.
Beda dengan putri ke empat keluarga Theodore dinilai cantik namun tidak pantas karena kebangsaannya berbeda satu sama lain. Aeri berhasil keluar pasar memasukin hutan yang lembab karena efek hujan membasahi area sekitar sehingga tercium aroma hutan yang khas ke indera penciuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
(TO BE CONTINUED) AMARANTH | MARKSELLE
FanfictionAeri Uchinaga seorang gadis Jepang yang manis menemukan sosok pengubah hidupnya dari kesialan yang terus terjadi dikehidupannya, Maple Rea Zoffany. Maple menaruh harapan dan janji pada Aeri untuk terus bersama sampai suatu kejadian mengubah alur cer...