Demam

591 54 0
                                    

Rakan mengernyit heran saat ke luar kamar dan tak menemukan keberadaan Seline. Dia mencari Seline ke sekeliling rumah, namun sama sekali tak menemukan gadis itu. Rakan menoleh pada kamar Seline yang tertutup rapat. Entah kenapa perasaan Rakan tiba-tiba tak enak.

Rakan berjalan mendekati pintu bercat coklat itu. Dia menyentuk knop pintu, berusaha berpikir untuk membuka atau membiarkannya saja.

"Kalau dia kenapa-kenapa gimana?" Rakan akhirnya memilih membuka pintum sebelumnya dia memanggil Seline beberapa kali, tetapi tetap saja tak ada jawaban.

Rakan mengertnyit saat melihat Seline masih di atas ranjang dengan selimut tebal membungkus tubuhnya. Rakan mendekat, berusaha membangunkan gadis itu.

"Seline?" Tidak ada tanggapan. Rakan mengangkat tangannya, menyentuh dahi Seline. Hingga suata rintihan gadis itu terdengar.

"Demam," gumam Rakan sambil menarik tangannya kembali.

"Seline?!" Raka berusaha membangunkan Seline. Apa lagi sudah siang dan pasti gadis itu belum makan sejak pagi.

Seline yang merasa terganggu menggeliat, dia berusaha membuka matanya dan melihat siapa yang mengganggunya sejak tadi. Hingga wajah Rakanlah yang terlihat, penampilan pemuda itu sangat rapih seperti akan pergi.

"Rakan ngapain lo?" Seline bangkit, dia mendesis dan memijat pelipisnya saat merasakan kepalanya begitu pusing.

"Lo demam," ucap Rakan. Langsung Seline meraba kepalanya, dan mengangguk pelan dengan lemah.

"Pusing banget," keluh Seline. Rasanya pun dia ingin muntah sekarang, sepertinya dia masuk angin.

Seline mengernyit saat Rakan ke luar dari kamarnya tanpa bicara. Tetapi Seline tak ingin ambil pusing dan memilih kembali merebahkan tubuhnya, kepalanya semakin pusing sekarang.

Hingga beberapa menit setelahnya, Seline sudah hampir terlelap sayangnya tidak jadi karena suara pintu kamarnya terbuka. Dia kembali membuka matanya menemukan Rakan masuk ke kamarnya dengan sebuah nampan yang pastinya berisikan makanan. Seline tersenyum tipis, dia kira Rakan tak peduli.

"Makan dulu." Rakan membantu Seline bangkit. Dia menyodorkan sesendok bubur ke arah mulut Seline.

"Lo yang buat?" Rakan hanya mengangguk pelan dan menatap Seline seolah menyuruh Seline segera makan. Seline mengangguk, dia menerima suapan dari Rakan.

"Udah ah." Seline mendorong tangan Rakan, bagaimana tidak di suapan ke empat tiba-tiba dia merasa mual. Lengkap sudah penderitaannya saat ini.

"Sekali lagi, terus minum obat." Seline pasrah, walau berusaha mati-matian agar tidak muntah.

"Minum." Rakan kembali menyodorkan sebuah obat serta air mineral ke arah Seline. Seline mengangguk menerimanya dengan patuh.

Rakan tersenyum tipis, ternyata lebih baik menghadapi Seline yang cerewet dari pada pendiam seperti ini. Sangat tidak cocok diwajah galak gadis itu.

"Tidur lagi aja, gue ke luar dulu," ucap Rakan, tetapi Seline langsung menahan tangannya.

"Ke luar rumah?" Rakan seketika menggeleng.

"Di ruang keluarga." Akhirnya Seline mengangguk dan melepaskan tangan Rakan. Dia kira Rakan ingin ke luar rumah, pasalnya Seline tak mungkin membiarkan Rakan berkeliaran di dunia ini sendirian. Mau bagaimana pun Rakan saat ini tanggung jawabnya, walau sedikit tak terima nyatanya memang Selinelah yang paling bertanggung jawab atas Rakan di dunianya sekarang.

Setelah Rakan pergi Seline kembali merebahkan tubuhnya, dia tersenyum tipis mengingat prilaku Rakan. Tidak seperti Seno yang ia bikin menjadi sosok pria romantis dan penyayang. Nyatanya Rakan hanya seorang karakter cacat yang tidak pernah peduli kepada sekitarnya. Sekarang Rakan seolah bukan Rakan yang dia kenal, pemuda itu sudah banyak berubah sekarang.

Lama kelamaan Seline merasa mengantuk, mungkin saja efek dari obat yang baru saja dia minum. Hingga beberapa menit kemudian gadis itu sudah terlelap dengan nyenyak.

***

Rakan sibuk sekali membersihkan rumah. Walau awalnya dia tak mau, tetapi akhirnya Rakan bergerak menggantikan Seline untuk membersihkan rumah besar milik gadis itu, rumah yang awalnya dia remehkan ini.

Rakan mengerti menjadi Seline, ternyata cukup melelahkan membersihkan rumah seorang diri. Pantas saja gadis itu sakit, mungkin saja dia terlalu kelelahan mengurus rumah sendirian. Itulah pikiran Rakan yang terlalu berlebihan.

Beberapa kali Rakan bersin saat debu yang dia bersihkan seolah memasuki lubang hidungnya. Dia mengernyit dan melempar pembersih debu ke sembarang arah.

"Debu sialan," makinya. Rakan pergi dari sana, mengganti pekerjaan lainnya.

Dia menyiram tanaman, sayangnya tanah dari tanaman itu malah berjatuhan ke mana-mana. Air menggenang di lantai serta tanah yang terlihat begitu basah. Sepertinya pemuda itu terlalu banyak memberikan air.

Lalu masak, untung saja Rakan bisa yang satu ini. Walau awalnya kesulitan dan tangannya menjadi korban dari tajamnya pisau, akhirnya Rakan berhasil membuat sup. Dia sengaja membuatnya, dengan niatan untuk Seline agar gadis itu cepat sembuh.

Rakan bersedekap dada, dia menatap masakan di atas meja dengan angkuh. "Selain tampan gue emang cocok jadi suami idaman," ucapnya penuh kebanggaan.

"Suami idaman pala lu, lo apain Rakan rumah gue!" Rakan menoleh menemukan Seline yang berteriak kesal dengan wajah pucatnya.

"Lo udah sembuh?" Rakan menyentuh dahi Seline. Masih panas.

"Lo masih sakit," ucapnya.

"Gue enggak bisa tidur, lo berisik banget sih?" Seline memijat pelipisnya. Pusingnya bertambah beberapa kali lipat karena ulah Rakan.

"Gue cuma beresan." Rakan menggaruk dahinya karena gugup, tatapan Seline terasa menusuk. Padahal gadis itu tadi pagi hampir terlihat sekarat.

Seline melihat ke arah tangan Rakan, dia melihat tangan pemuda itu terbalut plester luka. Seline menghela napas lelah, lalu menarik tangan Rakan ke arahnya.

"Lo luka?" Rakan mengangguk.

"Cuma kecil," balas Rakan kembali menarik tangannya.

"Lain kali hati-hati. Biarin aja semua urusan rumah gue yang urus, lo lebih baik diam dan nonton atau apa pun itu." Rakan menatap tajam Seline. Sial sekali usahanya seharian ini tidak dihargai.

Seline menyadari tatapan pemuda itu, lalu berkata. "Makasih, lo emang suami idaman." Rakan berdecak sebal, dia tau sekali Seline tidak ikhlas berkata seperti itu. Apa lagi gadis dengan piama itu berusaha menahan tawa.

"Makan," ucap Rakan menyodorkan semangkuk sup lalu pergi meninggalkan Seline. Sepertinya dia mengambek kepada Seline.

"Bayi gede," cibir Seline, sudah pasti dengan suara pelan.

Hai-hai
Jangan lupa vote dan komen guys!

I Love You, Tuan AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang