Seline mengerjapkan matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke indera penglihatannya. Seline mengernyit dan memijat pelipisnya yang terasa berdenyut nyeri. Namun semuanya tak bertahan lama ketika Seline langsung menyadari sesuatu.
"Rakan?!" Seline mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru, seketika mata bulatnya melebar seketika ketika dia menyadari di mana dirinya saat ini.
"Kenapa sih heboh banget?"
"Rakan!" Seline berteriak antusias. Dia turun dari ranjang tanpa aba-aba dan langsung memeluk sosok pria yang sudah membuatnya khawatir selama seharian.
Rakan yang awalnya ragu membalas pelukan itu akhirnya membalas ketika mendengar isak tangis dari gadis yang selama ini hidup bersamanya, yang sialnya juga selama ini sudah menyiptakannya.
"Lo dari mana aja sih?" Rakan meringis saat tanpa rasa kasihan Seline malah memukul lengannya kuat.
"Jangan pergi lagi, ya? Maaf gue kemarin keterlaluan, gue tau gue salah!" Seline menunduk dalam, merasa amat bersalah. Dia tak ingin bersikap egois seperti sebelumnya lagi, dan berakhir menyesal seperti kemarin.
"Gue yang minta maaf." Seline mengangkat kepalanya, beralih memandang Rakan yang saat ini juga ikut menatapnya.
"Makan dulu." Rakan menggiring Seline untuk kembali ke ranjang, lalu pemuda itu datang kembali dengan nampan berada di tangannya.
"Makan, lo pingsan karena belum makankan?" Seline menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung harus menanggapi bagaimana.
"Makan, aaa...." Seline tertegun. Namun akhirnya dia menerima suapan dari Rakan, walau dalam hati dia merasakan malu.
Berbeda dengan Seline yang merasakan malu, Rakan tampak biasa saja. Pemuda itu tanpa hambatan menyuapi Seline hingga tandas, dan bodohnya Seline bukannya menolak sejak awal.
"Minum obat, terus istirahat. Gue di luar, kalau ada apa-apa panggil aja." Seline mengangguk paham, dia menerima obat dari Rakan dan menatap kepergian pemuda itu dari kamarnya.
Seline bernapas lega ketika Rakan sudah benar-benar pergi. Terlalu berlebihan, karena nyatanya sejak tadi jantungnya berdemo seperti hampir loncat dari tempatnya.
"Kayaknya gue udah enggak waras," gumam Seline sambil menyentuh dadanya.
Sepertinya dia terlalu lama menjomlo hingga responnya seperti ini hanya karena diberi perhatian oleh seseorang. Sepertinya Seline harus berhati-hati dengan hatinya yang mudah sekali terbawa perasaan.
***
Seline kembali semangat seperti sebelumnya, bedanya kali ini dia tak merasa kesal saat melihat kehadiran orang lain di rumahnya, atau sebenarnya dia sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Rakan.
"Gue mau cari kerja," ucap Rakan sukses membuat Seline yang sedang makan tersedak.
"Ulang-ulang!"
"Gue mau kerja," ulang Rakan.
"Kenapa?" tanya Seline heran. Bagaimana tidak terkejut karena tiba-tiba Rakan berkata seperti itu.
"Gue enggak mau buat lo susah. Enggak tau seberapa lama lagi gue tinggal di dunia ini, yang artinya gue harus punya penghasilan sendiri," ungkap Rakan. Pemuda itu sudah berpikir matang-matang sebelumnya.
"Tapi lo mau kerja apa?"
"Apa aja." Jawaban tidak terduga yang sukses membuat Seline ragu. Bagaimana tidak Rakan terbiasa hidup mewah, bagaimana bisa pemuda itu kerja disembarang tempat.
"Gue udah pikirin matang-matang, dan keputusan ini udah yang paling tepat."
Seline menghela napas pasrah dan akhirnya mengangguk, dia tak mungkin melarang Rakan. Lagi pula berdiam diri di rumah dalam waktu yang lama pasti membuat pemuda itu bosan.
"Gue bakal bantu cariin," ucap Seline sukses membuat senyum Rakan terbit.
Rakan tampak antusias setelah keputusan itu. Seline yang melihatnya pun ikut merasa bahagia melihat semangat itu. Walau sebenarnya dia tak masalah menanggung Rakan selama mungkin, tetapi bekerja juga sepertinya bukan hal yang buruk. Siapa tau itulah jalan agar Rakan semakin dewasa, dan tentunya tidak seperti di dalam novel.
Keputusan bekerja itu bukan hanya sebuah keputusan. Setelahnya Rakan dan Seline bekerja keras mencari pekerjaan, Rakan tampak antusias mencari di internet begitu pula dengan Seline yang mencari informasi dari teman-teman.
"Gimana?" Seline menyengir dan menggeleng, sudah hari keempat dan Seline belum mendapatkan pekerjaan yang cocok untuk Rakan.
"Ini dia!" Seline yang sedang rebahan di karpet langsung bangkit menghampiri Rakan, melihat ke arah laptop dan beralih menatap Rakan ragu.
"Pelayan kafe," ucapnya ragu. Tetapi Rakan malah tampak antusias dengan hal itu.
"Gue dapet kerjaan," ucap Rakan puas. Pemuda itu tersenyum lebar dan begitu bahagia, berbeda dengan Seline yang masih tampak ragu dan bimbang.
"Lo beneran mau kerja ini?" Rakan tanpa ragu mengangguk.
"Ini enggak mudah loh, lo kan selama ini biasa hidup mewah." Rakan mendelik sebal mendengar penuturan Seline yang terus meragukannya.
"Tenang, gue cowok ini mah mudah." Akhirnya Seline tampak pasrah dan menyetujui keputusan Rakan. Walau dia khawatir apakah pemuda itu akan sanggup menjalani hidup penuh kesulitan yang akan segera dimulai saat ini.
Sayangnya Seline hanya mampu terdiam memandang wajah berseri Rakan. Benarkah itu karakter novel yang penuh kebengisan yang dia ciptakan? Seline pun tampak ragu dengan kenyataan itu.
TBC
Follow, vote, dan komen guys!
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Tuan Antagonis
Science FictionSeline hanyalah gadis yang polos dalam masalah percintaan, bahkan gadis itu sama sekali tak pernah menjalin hubungan seumur hidupnya. Walau begitu Seline selalu bermimpi tentang Pangeran baik hati yang dapat mencintai pasangannya dengan tulus. Kare...