Pergi

459 39 2
                                    

Seline mengucek matanya yang terasa perih, sepertinya dia ketiduran karena terlalu lama menangis. Seline melirik pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan, sudah terlalu siang.

"Ah laper," gumam Seline.

Dia memutuskan untuk mandi lebih dulu dan turun ke bawah untuk membuat sarapan. Namun, Seline tiba-tiba mengingat sesuatu.

"Apa Rakan udah sarapan, ya?" Tanpa menunda Seline ke luar dari kamarnya dan mencari keberadaan Rakan. Namun dia tak kunjung menemui pria itu.

"Rakan lo udah bangun?" Seline mengetuk pintu kamar Rakan beberapa kali, tetapi tetap tak ada sahutan.

"Rakan?" Seline memutuskan untuk membuka pintu di depannya, dia tak bisa terlalu lama menunggu. Tiba-tiba perasaannya tak enak.

"Rakan?!" panggil Seline. Kosong, kamar itu kosong dan terlihat begitu damai. Lalu mata Seline menemukan sebuah kertas yang tergeletak di atas ranjang.

"Rakan?" Seline menutup mulutnya. Dia terkejut membaca tulisan tangan pemuda itu.

"Terus dia ke mana? Ah sial, kenapa gue kebawa emosi kemarin!" Seline berlari ke luar rumah. Dia harus secepatnya mencari Rakan, bagaimana jika pemuda itu terkena masalah di luar sana.

Seline membawa motornya berkeliling, tetapi sama sekali tak ada tanda-tanda keberadaan Rakan. Bahkan sekarang sudah lewat tengah hari, tetapi Seline sama sekali tak menemukan sosok pria yang selama ini menemaninya.

"Rakan lo di mana?" Seline frustasi. Dia khawatir.

"Rakan." Seline terisak pelan. Dia menatap sekelilingnya dengan tatapan sendu.

"Gue minta maaf," lirihnya.

Awalnya Seline tidak ingin memperdulikan ke mana Rakan pergi. Namun, dia kembali sadar jika di dunia ini yang Rakan punya hanyalah dirinya. Hanya dia yang dapat pemuda itu andalkan, tetapi dengan kejamnya Seline malah mengusir pemuda itu.

Bahkan matahari sudah tenggelam pun Seline tak kunjung menemui Rakan. Bahkan sekarang dia sudah meninggalkan motornya begitu saja di parkiran restoran. Dia berjalan kaki mencari keberadaan Rakan.

"Rakan," panggilnya lirih.

Bohong jika Seline tidak terbiasa dengan keberadaan Rakan, bohong jika Seline berkata dia tak terhibur dengan hadirnya Rakan.

"Ini salah gue, gue yang ciptain sikap angkuh kayak gitu. Kayaknya ini hukuman dari tuhan karena gue sering banget nyiksa tokoh buatan gue!"

Seline duduk di pinggi jalan, menatap kendaraan yang berlalu lalang dengn tatapan tak bersemangat. Perutnya yang bunyi sejak tadi tak ia hiraukan, dia tak ingin sampai Rakan terlewatkan.

"Pasti tu cowok kelaperan juga," ucapnya. Tiba-tiba mengingat seberapa berisiknya pemuda itu ketika lapar, pasti dia akan mengomel di jalan.

Lagi-lagi Seline menangis. Dia tak bisa membayangkan jika Rakan akan menjadi terlantar dan akhirnya mengemis di jalanan, apakah wajah tampan pemuda itu akan berguna di saat seperti ini.

Seline sangat kenal dengan Rakan. Pemuda itu tak akan mau hidup susah, dan sekarang malah pergi entah ke mana. Di dunia ini tak ada yang pemuda itu kenal, ditambah Rakan tak memiliki tempat tinggal.

Seline kembali menangis keras saat membayangkan pemuda tampan buatannya itu akan tidur di pinggir jalan seperti orang-orang yang tidak memiliki rumah. Lalu pemuda itu akan memeluk tubuhnya sendiri karena kelaparan dan kedinginan.

"Rakan huwa!" Beberapa orang menatap ngeri pada Seline yang begitu heboh sendiri. Beberapa menyangka mungkin Seline adalah seorang gadis yang baru saja mengalami putus cinta.

Seline sekarang menyadari satu hal. Walau dia menganggap Rakan adalah orang yang paling menyebalkan sedunia, tetapi hanya pemuda itu yang menjadi temannya beberapa minggu ini. Bahkan walau terkesan sombong dan angkuh, nyatanya Rakan tetap saja bersikap baik ... Sedikit kepadanya.

"Huh, gue harap lo baik-baik aja." Seline bangkit. Sudah hampir larut malam dan dia tak bisa terus berkeliaran seperti ini, apa lagi jalanan semakin lama semakin sepi.

Seline berjalan dengan langkah pelan dan ragu menuju rumahnya. Dia merasa bersalah dan khawatir di mana malam ini pria menyebalkan itu tidur.

Namun belum jauh dari tempatnya berdiri tadi Seline merasakan kepalanya berdenyut nyeri, lalu disusul dengan penglihatannya yang kabur.

Seline berusaha mempertahankan kesadarannya, namun tidak berhasil tubuhnya malah terjatuh begitu saja dan Seline pingsan.

Seline menyesali satu hal lagi, seharusnya dia tidak mengabaikan jam makan. Mencari Rakan juga butuh tenaga dan dia malah mengacaukannya. Bagaimana jika dirinya malah diculik karena pingsan di pinggir jalan malam-malam seperti ini.

Tbc

Jangan lupa vote dan komen 💜

I Love You, Tuan AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang