Jatuh Cinta Sama Gue?

556 56 0
                                    

Seline tersenyum sumringah menatap seorang pemuda yang saat ini sedang menyiram tanaman di taman belakang rumahnya. Satu fakta yang baru Seline ketahui, jika Rakan merupakan pencinta tanaman, padahal hal itu tidak tertulis di dalam novelnya.

Walau begitu Seline merasa ini sebuah keuntungan, kapan lagi dia merasa santai dan melihat Rakan mengerjakan sesuatu, alih-alih membuat Seline menjadi seorang pembantu.

Seline masuk ke dalam rumah, dia menyiapkan beberapa camilan serta minuman dingin untuk Rakan. Dengan langkah lebar di menghampiri Rakan, duduk di kursi mengarah tepat ke arah pemuda itu.

"Ngapain lo di situ?" Rakan bertanya sinis saat dirinya membalikkan tubuh menemukan Seline yang sedang menatap ke arahnya.

"Sensi amat, sini minum!" Rakan memasang wajah tak bersahabat, tetapi tetap mengikuti perkataan Seline dan duduk di sebelah gadis dengan kaos kebesaran itu.

"Gue enggak tau lo bisa serajin ini." Seline menepuk tangannya dramatis sambil menatap Rakan penuh kekaguman.

"Gue emang rajin," jawab Rakan Sebelum meneguk minuman dari salam botol.

"Iya, deh. Gimana kalau sekarang tugas siram tanaman itu lo?!" Seline mendekatkan wajahnya secara otomatis ke arah Rakan. Pemuda itu langsung menjauhkan wajahnya dan menatap Seline ngeri.

"Ogah banget." Rakan mendorong dahi Seline dengan telunjuknya. Hal itu sukses membuat Seline mengerucutkan bibirnya sebal.

"Jahat banget sih, oh iya kan antagonis." Rakan menatap tajam Seline yang sudah tertawa puas karena berhasil membuat tokoh buatannya yang menjadi nyata itu kesal.

"Mangkanya otak kecil lo itu gunain, orang ganteng kayak gue dijadiin antagonis." Seline terperangah mendengar ucapan panjang Rakan.

"Lebih gantengan Seno kali!" Rakan melempar selang yang berada di tangannya, lalu meninggalkan Seline begitu saja.

Seline menutup mulutnya, dia di seperti sukses membuat Rakan tersinggung. Walau sebenarnya memang Seno juga tampan, walau yang benar adalah keduanya sama-sama tampan.

"Ngambek terus deh tuh anak bebek." Seline hanya bisa pasrah menghadapi sikap labil Rakan. Sepertinya ini memang ujian agar dia menjadi gadis yang sabar, baik hati, dan cantik. Seline mengibaskan rambut panjangnya penuh bangga, sepertinya memang begitu.

***

Nyatanya mood Rakan tidak membaik bahkan setelah makan malam. Pemuda itu masih tak mau bicara dan menatap Seline penuh permusuhan, sedangkan Seline? Gadis itu hanya bisa mengikuti alur yang Rakan buat.

"Rakan!" Seline mengejar Rakan yang ingin memasuki kamarnya. Dia membalik paksa tubuh Rakan agar menghadap ke arahnya.

"Hehe lo ganteng deh," puji Seline, Rakan membuang muka dengan wajah masih sama datarnya seperti tadi.

"Lo lebih ganteng ... Tunggu!" Seline menarik Rakan, sialnya sandal yang dia pakai terinjak dengan kakinya sendiri. Karena itu Seline hampir terjatuh kalau saja tidak ditahan oleh Rakan.

Keduanya bertatapan cukup lama. Seline yang masih ngeblank, dan Rakan yang masih menunggu gadis di hadapan sadar.

"Jatuh cinta sama gue?" Setelah Seline mengerjap dengan tidak berperasaan Rakan melepaskan tubuh Seline begitu saja, hingga sang empunya terjatuh membentur lantai cukup keras.

"Aaaaa Rakan sialan!" teriak Seline memenuhi seluruh ruangan. Sedangkan Rakan sama sekali tak peduli langsung masuk ke kamar dan menutup pintu kencang.

"Rubuh rumah gue!" Seline meringis mengelus pinggangnya yang terasa nyeri. Bahkan kepalanya juga terbentur lantai. Dia menghela napas kasar, sepertinya dirinya memang sangat sukses menjadi seorang penulis. Buktinya dia sukses menciptakan karakter antagonis sehebat ini.

Seline menggerutu kesal sambil mengelus pinggangnya. Dia berjalan ke arah sofa berwarna coklat yang terletak tak jauh dari ruang keluarga, biasanya di sana tempatnya dan Rakan menonton Televisi.

Dia menyumpah-serapahi Rakan. Berharap karakter antagonis yang dia buat itu lenyap seketika, andaii saja bisa seperti itu. Sayangnya dia malah melihat Rakan datang ke arahnya dan duduk tepat di sebelahnya.

"Maaf," ucap Rakan. Sayangnya wajah tampan pemuda itu masih menunjukkan ekspresi datar.

"Apa nih?!" tanya Seline jutek. Dia menatap ke arah wajah Rakan, lalu menerima pemberian Rakan.

"Untuk apa es batu?"

"Pasti sakit, gue enggak sengaja." Seline mengangguk.

"Emang sakit, lo sih!" Rakan meringis saat tangan mungil Seline meninju perutnya.

"Hehe, sengaja." Rakan tak bereaksi, Seline merasa saat ini sedang mengobrol dengan manekin.

"Iya deh, makasih. Awas aja lo sampe gue patah tulang!" Rakan mengangguk.

"Mau di bantu?" tanyanya saat melihat Seline tampak kesulitan mengompres pinggangnya.

"Mesum lo!" Seline tetapi tetap memberikan sebuah sapu tangan yang sudah diletakkan es batu itu.

Dia membalikkan tubuhnya. Namun, dia menyesali keputusannya saat merasa tangan Rakan mengangkat sedikit kaosnya hingga memperlihatkan punggungnya.

"Maaf," ucap Rakan. Kali ini pemuda itu meringis saat melihat punggung Seline yang memar karena ulahnya.

"Mangkanya jangan ngeselin!" Rakan mengangguk, dia mengompres punggung Seline sepelan mungkin. Rasa bersalahnya masih ada, walau sebelumnya pemuda itu terlihat sama sekali tidak peduli.

Seline tersenyum tipis, ternyata Rakan tak sesuai dugaannya. Rakan hanya terlalu dingin dan minim ekspresi, tetapi Rakan juga mempunyai perasaan, sama seperti dirinya.

Pelan-pelan pak Rakan!
Duh duh co cwit Moma juga mau cowok perhatian🤭

I Love You, Tuan AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang