6. Manis

887 96 146
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Mohon maaf part sebelumnya banyak typo pas di up 🙏😭

Yuk, bismillah.

Yuk, bismillah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Beberapa menit yang lalu, Alfaaz berhasil mengubungi ustazah untuk datang menemani santriwati yang sakit dan menghubungi orangtua walinya. Sementara Alfaaz mempunyai tanggung jawab lain untuk memastikan Syanaz pulang ke panti asuhan dalam keadaan selamat.

Saat ini, Alfaaz dan Syanaz berada di parkiran dekat mobil lelaki itu.

"Maaf, saya gak bisa antar kamu pulang pakai mobil saya. Soalnya kita cuma berdua." Ucapan Alfaaz tersirat kecemasan.

Syanaz mengangguk. "Gak apa-apa. Gue ngerti, Kak. Kalo gitu gue duluan mau pulang. Oh ya, jazakallahu khairan buat traktiran soto ayamnya."

"Tapi saya tetep mau pastiin kamu pulang dengan aman, Syanaz."

Perkataan Alfaaz membuat Syanaz mengerutkan dahinya. Sebelum bertanya bagaimana caranya, Alfaaz lebih dahulu memberitahu.

"Saya antar pakai kendaraan umum. Kita naik angkot, biar nggak berduaan," putus Alfaaz hingga Syanaz merasakan sensasi terbang ke atas awan.

***

Dalam sejarah hidup seorang Naura Syanaz, ia tidak pernah merasakan naik angkot yang rasanya seperti naik roller coaster. Jantungnya tidak berhenti berdebar, tubuhnya menegang dan gugup bukan main.

Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya, ada seorang lelaki yang menunjukkan perhatian, namun dengan tidak melanggar ketentuan agama.

Alfaaz benar-benar mengantar Syanaz pulang menggunakan angkot. Baru saja keduanya naik, yang dimana lelaki itu duduk di samping supir sedangkan dirinya di belakang yang tidak ada siapa-siapa.

"Mau kemana, Aa', Teteh?" tanya Pak Supir ramah.

"Ke Panti Asuhan Al-Farabi, ya, Pak." Syanaz menjawab dari belakang.

"Siap, Teh! Alhamdulillah ada penumpang, daritadi sepi soalnya nih, A'."

Pak Supir memberitahu Alfaaz meskipun lelaki itu tidak bertanya. Alfaaz mengukir lengkungan di bibirnya. "Alhamdulillah..."

Sedari tadi Alfaaz memakai masker berwarna hitam. Ia sengaja mengenakannya, khawatir banyak orang yang mengenalnya lewat dakwah di luar sana yang lantas meminta untuk foto bersama. Bukan Alfaaz kegeeran, melainkan ia pernah terjebak di posisi tersebut sebelumnya.

Alfaaz tidak ingin tenar, akantetapi ia harus menerima konsekuensi itu.

Hampir sepuluh menit mobil telah bergabung bersama kendaraan lain di jalanan kota. Bising jalanan memecah keheningan di dalam angkot yang Alfaaz dan Syanaz tumpangi. Merasa bosan, Syanaz berniat meminta sesuatu kepada Pak Supir.

Alfaaz Al-MumtazTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang