بــســـــــــم الله الرمن الرحيم
TOLONG BACA INI SEBENTAR👇🏻
Jadi saya udah merevisi bagian atau adegan tertentu.
Pertama, di bagian Madinah Al-Munawwarah saya menghapus dialog kalau Alfaaz suka mendoakan Syanaz di sepertiga malam. DAN SEBETULNYA KARAKTER ALFAAZ TIDAK SEPERTI DEMIKIAN. Jadi udah dihapus ya.
Kedua, di bagian Flashback saya menghapus narasi kalau Syanaz waktu di panti saat kedatangan Bunda Bilqis dan Alfaaz itu dia gak pakai kerudung. DAN SEBETULNYA KARAKTER SYANAZ DARI DULUNYA PAKAI HIJAB YA. Jadi udah dihapus narasi itu.
Sekian, selamat membaca!
***"Kakak mau kemana?"
"Ayo, main ayunan lagi di halaman belakang, Kak!"
"Kita main nenek kebayan, yuk. Kak Nanaz yang jadi neneknya, kita yang jadi cucunya."
"Iya, kayak waktu itu!"
Syanaz menggaruk kepalanya bingung. Di sekelilingnya teradapat beberapa anak panti yang berusaha mengajaknya bermain bersama-sama. Namun, untuk saat ini Syanaz tidak bisa mengikuti kemauan mereka karena harus menemani Aqil ke Pesantren Khulafaur Rasyidin.
Dengan tidak enak hati, Syanaz berjongkok dan berekspresi sedih. Ia meminta maaf kepada anak-anak itu yang Syanaz anggap keluarga. Tidak perlu banyak drama, mereka bisa memahami keadaan Syanaz. Meskipun ada yang merajuk.
Setelah pamit kepada ibu panti, Syanaz segera menghampiri Aqil yang menunggu di atas motor. Aqil yang akan mengemudi kali ini. Seumuran Aqil tentu sudah dapat surat izin mengemudi.
"AQIL, LO DEG-DEGAN GAK MAU KE RUMAHNYA KAK ALFAAZ?" tanya Syanaz di tengah-tengah perjalanan.
"Gue gak pake helm, jadi kedengeran. Gak usah teriak-teriak, gue gak budeg." Aqil menggerutu. Sepertinya tiada hari tanpa ribut.
Syanaz terkikik seraya mengacungkan kedua jarinya sebagai tanda perdamaian.
Tidak berselang lama, Syanaz dan Aqil mulai memasuki gerbang pesantren yang cukup sepi. Baik Aqil maupun Syanaz, keduanya sama-sama memandang area pesantren yang baru sekarang keduanya kunjungi.
Sebenarnya Syanaz tidak terlalu takjub, karena ia berpengalaman menuntut ilmu di pesantren. Hanya saja, tujuannya ke pesantren ini berbeda, membuat ia gugup.
"Qil, lo yakin Kak Alfaaz ada di ndalem?" tanya Syanaz memastikan setelah turun dari motor.
Aqil terlihat ragu-ragu. Maka dari itu, ia memutuskan untuk bertanya kepada Alfaaz melalui chat. Namun sayangnya, baterainya tinggal lima persen. Ia lupa untuk mengisi daya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfaaz Al-Mumtaz
SpiritualSetelah wafat ayah handa, kakek yang mengasuhnya. Disusul kepergian ibunda tercinta, hingga paman pun turut menjaga. Bukan, dia bukan Muhammad yang hidup bersama Abdul Muthalib setelah Abdullah dan Aminah tiada. Dia adalah Alfaaz Al-Mumtaz. Sesosok...