𝙲𝙷𝙰𝙿𝚃𝙴𝚁 𝚅𝙸𝙸𝙸

3 1 0
                                    

RAHASIA
.

"Kakak!"

Seorang gadis remaja berlarian, rambut pirang yang berkibar menampilkan ujung telinganya yang runcing. Dia berhasil menemui sang Kakak, mata birunya berbinar tatkala ia berkontak mata dengan pupil mata yang sama seperti dirinya.

"Ya ampun, kenapa kau baru datang?! Ayo cepat kesini!"

Gadis itu terkejut.

"I-itu 'kan macan putih, kenapa di-dia ada di sini?"

Gadis yang dipanggil Kakak itu menunjukkan isyarat untuk menutup mulut. Adiknya pun manut saja walau takut melihat netra biru yang dimiliki si Penjaga.

"Jangan katakan pada siapapun bahwa aku sedang mengobatinya, oke? kakinya sedang terluka."

Aurora mengangguk cepat.

"Ta-tapi, kenapa dia terlihat baik-baik saja?"

Ucapan itu tidak dibalas oleh sang Kakak, jemarinya sibuk mengeluarkan kekuatan, aliran es yang lembut seperti angin. Macan putih itu mengerang sesaat, menatap dengan tatapan yang tidak dapat diartikan kepada gadis itu, kemudian berlari dan menghilang dalam hutan es yang lebat.

"Yah, kabur...," ucapnya. "Sayang sekali," katanya lagi

"Aurora."

Gadis itu tersentak, lamunannya tiba-tiba buyar.

"Ya, kakak?"

Butiran salju semakin lebat menyentuh tanah dengan es di atasnya.

"Kau tahu, 'kan. Ini pertanda apa?"

Raut wajahnya menegang.

"Cepat beritahu Ayahanda!"

¶¶¶

"Roserum Lurette, yang berarti sang Penjaga Bunga Mawar. Itu adalah makna namaku yang sebenarnya. Aku lebih menyukai panggilan Freissy, sejak 20 tahun yang lalu."

Ketiganya tercengang, "Freissy, berapa usiamu sekarang?" tanya Zhang.

"Rahasia." Gadis kecil itu terkikik kecil.

"Yang benar saja? 20 tahun yang lalu? Annchi saja baru lahir saat itu! Kau pasti berdusta!" Kim bersikeras.

"Dusta, ya? Maaf, Paman. Sebenarnya aku memang masih kecil, dibandingkan kalian. Jadi, aku tetap memanggil kalian Paman dan Kakak." Freissy berkata lagi, "Aku bukanlah manusia, melainkan seorang peri penjaga. Aku lahir ketika dia lahir, jadi kami sepantaran."

Annchi tak tahan lagi, "Siapa yang kau maksud dengan 'dia'? Jelaskan semuanya, Freissy!"

Freissy tersenyum, mentari semakin cerah.

"Pernahkah kalian mendengar 'Saat dirimu terlahir, dirimu yang lain juga lahir'?"

"Konyol," sergah Kim sinis.

"Aku adalah buktinya." Freissy menunjuki mawar merah itu membuat Ketiganya semakin tak mengerti.

"Sang Rose, ketika dia terlahir, aku juga ikut bersamanya. Aku adalah dirinya yang lain, tapi juga bukan dia--"

"Pusing," potong Annchi.

"Begini, aku adalah dia, dia adalah aku, tapi aku juga bukan dirinya, dia juga bukan diriku."

AFREENEIA: The Mystical FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang