Hello, hellooooww, lama tak jumpa.
Yang di bawah ini nanti bukan cerita papi-mami, tapi cerita hasil adonan mereka, alias babang neo yang tiba-tiba aja udah gede dan hawt abiezzz. 😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩😩
Kalo kalian demen babang zoro yang luntang-lantung ogeb, kalo bobo mangap dan ngorok, tapi gantengnya tembus langit, maybe kalian bisa demen juga ama babang neo culture technology ini.
Anyway, selamat baca.
Extra chapter | Shaver
Pada akhirnya, lapar mengalahkan segalanya.
Menekan rasa malas, pria dua puluh satu tahun itu, Neo Abram, terpaksa menyibakkan selimut yang menutupi tubuh, lantas duduk di tepian tempat tidur untuk mengenakan sandal.
Sambil menguap, tanpa susah payah mampir ke kamar mandi untuk sekadar cuci muka atau menggosok gigi, dia menyambar kaus kusut di sandaran kursi, mengantongi dompet dan ponsel yang tercecer di meja, lalu menyambar kunci mobil.
Setelahnya, dengan langkah malas, dia keluar kamar dan berjalan menuju garasi untuk mengeluarkan Mustang antik milik ayahnya dari sana—dalam hati segera menyadari bahwa pergi berlibur seorang diri ternyata bukanlah ide yang bagus, karena sekadar untuk mendapatkan sarapan saja dia harus bersusah payah.
Seperti biasa, ketika kendaraan sudah berada di luar bagasi, panasnya Malibu seketika datang menyambut, berhubung lagi-lagi dia bangun kesiangan.
Tapi siapa yang berhak menyalahkannya? It's summer break, and he has the right to sleep himself dead if he wants to.
Pintu garasi menutup secara otomatis di belakangnya.
Perlahan dia memutar setir menuju jalan yang berkelok-kelok ke gerbang depan yang segera terbuka, siap untuk dilalui.
Tapi belum sempat kendaraannya benar-benar melewati gerbang itu, rem terpaksa diinjak karena ada yang menghalangi jalan.
"What the fuck!" Pria itu mengumpat pada seorang gadis dengan koper besar yang berdiri menyetop di depan gerbang rumahnya.
Great God, Neo sungguh terlalu lapar untuk menghadapi gangguan apa pun sekarang.
"Abang!" Gadis itu berseru kesal dengan bibir mengerucut menatapnya, membuat Neo mengernyitkan dahi karena merasa tidak mengenali.
She wore skinny jeans and converse. Her striped shirt had been removed to cover her head, leaving her bra on her upper body. Tapi bahkan setelah memandangnya sampai melotot pun, Neo tidak merasa kenal.
Gadis itu lalu menghampiri sisi kiri mobil tempatnya berada. Sementara Neo tidak merasa perlu untuk menurunkan kaca jendela.
"Aku udah mencet bel dan nelpon ribuan kali, tapi nggak direspon! Lihat nih, kulitku kepanggang di sini!"
Dia mengomel-ngomel, membuat Neo kian bingung.
Well, she got burned, indeed.
Di antara helaian rambut panjangnya yang terurai berantakan, kulit muka dan tubuhnya terlihat kemerahan. Tapi apa itu salahnya? He doesn't even know her.
"Bang!" Merasa diabaikan si gadis menendang kopernya ke arah pintu mobil, hingga terdengar bunyi benturan cukup keras.
"Who the hell—?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]
Hài hước[CHAPTER MASIH LENGKAP, EXTRA CHAPTER TERSEDIA DI KARYAKARSA] Sembari menunggu jadwal wisuda, Sabrina memutuskan menerima tawaran bekerja sementara di Event Planner startup milik seniornya di kampus. Tentu saja, dia nggak berharap banyak. Berurusan...