23 | no gentleman needed
SABRINA baru selesai mengepel seluruh lantai dan ingin selonjoran sebentar ketika bel rumahnya berbunyi. Demi apa, Zane pasti datang kecepetan! Sabrina bahkan belum sempat packing! Dan Milo entah berada di mana sekarang, setelah kenyang diberi makan!
Perempuan itu mendesah, meletakkan pel ke dalam bak dan menyandarkannya ke tembok sambil menyeka keringat di pelipis, kemudian menghampiri pintu.
Zane sudah berdiri bersandar pada pagar terasnya dengan kedua tangan terlipat di dada.
"Kok lo belum siap-siap?" tanya Zane begitu melihatnya. Nadanya seolah-olah Sabrina ini memang nggak pernah bisa on time!
Sabrina melengos, memperhatikan penampilannya sendiri. Dia memang hanya memakai daster batik oleh-oleh Timothy dari Jogja beberapa minggu lalu. Dasternya masih bagus padahal! Lebih dari cukup kalau hanya dipakai untuk bersih-bersih rumah. Rambutnya memamg dia cepol asal-asalan, tapi mukanya nggak kumal, kok! Tetep cantik berseri-seri seperti biasa. Satu-satunya yang aneh hanyalah sandal rumah berbulu warna putih dengan kepala panda sebesar kepala bayi yang menjadi alas kakinya sore ini.
Sandal itu dibelinya secara online setelah melihat video Rose Blackpink memakai sandal rumah dengan kepala boneka besar, dan terlihat imut. Dan ternyata sandal serupa dipakai Sabrina juga nggak horor-horor amat.
"Emang tadi kita janjian jam berapa, sih?" Sabrina bertanya balik.
"Tauk." Zane sebal.
Sabrina menghela napas. "Lo tunggu di mobil dulu, deh. Gue packing bentar. Sorry nggak gue persilakan masuk, soalnya rumah gue udah steril."
Zane berdecak. Bener-bener deh ini perempuan, nggak ada tata kramanya jadi tuan rumah!
"Sepuluh menit," ujarnya kemudian, retoris.
"Hmm." Sabrina menggut-manggut, meski jelas dia tidak akan menuruti perintah tidak masuk akal seperti itu. Segera ditutup kembali pintu rumahnya dan mulai berkemas. Beberapa pakaian yang paling sopan yang dia punya, seluruh sisa bahan makanan di dapur, serta perlengkapan Milo.
Bahkan dengan kemampuan multitaskingnya, dia tetap membutuhan waktu lebih dari setengah jam untuk mengemas semuanya. Plus bonus kaki cekot-cekot karena kebanyakan bolak-balik antara kamar-dapur-ruang tamu.
Sabrina menatap puas beberapa kardus, paper bag, dan koper yang tersusun di dekat pintu, kemudian memutuskan langsung ganti baju tanpa mandi. Nanti dia mandi di rumah Zane saja, daripada harus mandi dua kali.
"Buset, lo mau pindahan?" Zane melotot begitu melihat Sabrina keluar sambil mengusung kardus besar sambil mendorong koper.
Sabrina tersenyum sinis. Belum tahu itu orang kalau di dalam masih ada banyak lagi! "Lo pikir empat belas hari nggak lama?"
Zane bahkan tidak membantu Sabrina mengangkat koper ke bagasi! Hell ... Sabrina tidak lupa bahwa dirinya memang pekerja setengah kasar!
"Ayok buruan, denger-denger sekarang belanja sembako udah dibatasi!" Zane berseru dari balik kemudi setelah Sabrina mengunci pintu rumahnya.
Sabrina mendengus, berjalan santai menyeberangi halaman yang tidak seberapa luas. "Gue cari Milo dulu."
"Ke mana?"
"Gue jelasin juga lo nggak bakal tau!"
Dan perempuan itu pun langsung berjalan menjauh menyusuri jalan paving block kompleks rumahnya. Zane hanya bisa mengelus dada karena harus menunggu lagi. Sudah pasti bakal sampai malam ini mah!
~
Zane melirik Milo sekilas, yang tampak keenakan berada di pelukan Sabrina. Kepalanya yang tidak sebesar kepala panda di sandal rumah Sabrina menjulur manja dan bersembunyi di ceruk leher jenjang perempuan itu.
Akmal dan Gusti sih masih bisa diboikot. Kalau yang menyebalkan si Milo, gimana ceritanya?!
"Dia nanti di rumah gue nggak bakal poop sembarangan, kan?"
"Enggak, lah. Tau dia bedanya kloset ama panci soto!" Sabrina tersinggung.
Zane berjengit, membuat note di kepalanya untuk tidak mengungkit-ungkit soal Milo lagi di depan Sabrina, kemudian mempercepat langkahnya menuju salon khusus anjing untuk menitipkan Milo sementara mereka berbelanja.
Di depan tempat penitipan barang di swalayan yang mereka tuju, Sabrina mengirimkan daftar belanja yang tadi siang dibuatnya ke kontak Zane. Zane segera memindai daftar itu dengan pandangan cepat.
"Oke. Lo yang beli bahan-bahan seger, gue sisanya. Lima belas menit lagi ketemu di kasir." Zane langsung asal perintah.
Sabrina memutar bola mata. Lima belas menit pala lo peyang! Dia pikir beli kentang, wortel, dan lain-lain nggak pakai ditimbang dulu?!
Tapi dia malas mendebat.
Belanja berdua di dunia nyata dengan adegan di drama Korea memang bagai bumi dan langit! Dorong trolley bareng, milih bahan bareng sambil diskusi enaknya masak apa, ngantre bareng di kasir, dibayarin ... hmm, cuma poin terakhir doang yang sama! Meski Zane jelas nggak perlu jadi romantis karena mereka berdua memang bukan pasangan kekasih apalagi suami-istri, minimal act like gentleman, kek! Taik emang tuh laki satu! Cocok kalau dipasangin dengan Rachel yang manis manja kayak kembang gula, biar ternetralisir!
Eh, sabar, Sab! Sabar! Lihat aja nanti, Zane atau lo yang bakal lebih tersiksa dengan program karantina ini.
Sabrina tertawa jahat sambil mendorong trolleynya menjauh. Setidaknya yang bisa dia pikirkan sekarang, dia jelas butuh daging segar berkualitas untuk menyambut dirinya sendiri di rumah Zane malam ini.
... to be continued
a/n :
Pendek banget, hiks 😟😟
Gantinya besok aku panjangin partnya yak. Nih aku pap lagi foto Zane-Sabrina, biar tambah emesh. 🙈🙈
KAMU SEDANG MEMBACA
Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]
Humor[CHAPTER MASIH LENGKAP, EXTRA CHAPTER TERSEDIA DI KARYAKARSA] Sembari menunggu jadwal wisuda, Sabrina memutuskan menerima tawaran bekerja sementara di Event Planner startup milik seniornya di kampus. Tentu saja, dia nggak berharap banyak. Berurusan...