21 | siap-siap karantina!

241K 21.4K 546
                                    




21 | siap-siap karantina!



SABRINA menuruni tangga ke lantai dua. Semua teman-temannya sedang berkumpul di sana kecuali Zane, Mbak Iis, dan Gusti yang sedang melakukan diskusi internal di ruangan Zane.

Muka-muka mereka masam, galau. Alamat kabar buruk.

"Tadi Gusti nyuruh gue konfirmasi ulang ke Verial soal tanggal nikahan dia dong! Untung Verialnya ngerti kondisi kita yang lagi nggak bagus dan menggantungkan nasib perut ke projectnya. Jadinya dia tetep nyuruh jalan terus aja kerjaan gue, meskipun tanggal acaranya diundur entah sampai kapan. Project kalian gimana?" tanyanya sambil berdoa semoga ada secercah harapan.

"Di hold semua. Berhenti total." Timothy yang menjawab. Dia dan Karen duduk bersisian, saling menyandarkan kepala. Ini pemandangan aneh, karena yang namanya Karen tidak pernah terlihat galau.

Sabrina duduk di sebelah Akmal, miris.

Tadi sebelum turun, saat membuka berbagai grup chat, dia mendapat kabar bahwa sebagian besar teman-temannya di luar sana-yang juga baru mulai bekerja-banyak yang gajinya dipotong, bahkan tidak mendapat gaji karena akan diliburkan selama masa WFH. Pekerjaan mereka sebagian besar tidak bisa dikerjakan dari rumah.

Sementara Sabrina dkk sebenarnya masih bisa bekerja, asal ada koneksi internet dan telepon. Tinggal cari klien saja sebanyak-banyaknya-yang mau mengadakan acara tidak dalam waktu dekat.

Tapi itu wacananya. Realisasinya, tidak semudah itu. Secara, mana ada orang mikirin mau bikin acara di saat wabah penyakit menyerang?

"Jangan pada galau, dong. Kan dari kemarin-kemarin udah diprediksi kita bakal kena dampak juga. Tinggal kerja ekstra keras cari klien baru." Sabrina berusaha menghibur, bukan orang lain, tapi dirinya sendiri.

"Tabungan gue menipis, Sab." Timothy mendesah. Baru saja tadi pagi dia, Karen, dan Sabrina ketawa-ketiwi di rooftop merencanakan kejahilan untuk mengganggu Zane. Eh, siang ini, bahkan sebelum jam makan siang-yang Timothy yakin pasti akan diabaikan oleh semuanya karena nafsu makan hilang-mendadak suasana kantor berubah mencekam.

Gaji mereka nominalnya bahkan tidak cukup untuk dipakai hidup senang. Dan sekarang malah ada di persimpangan, antara dipotong atau tidak dapat sama sekali dalam waktu dekat mengingat semua project ditunda.

"Gue punya cicilan rumah, Beb." Sabrina tersenyum kecut. "Kan WFH artinya disuruh kerja dari rumah, bukan dipecat."

"Tapi gue khawatir juga. Kayak impossible gitu empat belas hari doang langsung beres pandeminya. Nah kalau lebih, kita dapat pemasukannya dari mana? Nyari klien baru pasti susah banget kalau musim kayak gini. Orang pada sibuk nyelametin nyawa masing-masing, nggak sempet mikir mau ngadain event."

Jun mengangkat wajah dari layar ponselnya. "Kalian masa pada lupa, sih, Zane pernah bilang ada temennya yang mau nikah pake EO kita? Paling nggak dengan pemasukan dari dua project wedding gede-project Verial sama temen Zane ini-bisa lah kita bertahan hidup, meski cuma makan telur ceplok doang tiap hari."

"Semoga cepet deal, deh, project temennya Zane." Karen mengamini.

Timothy mengangguk lemas. "Untung gue nggak alergi telur ceplok. Eh tapi aman nggak, sih, kalau telur dimakan tiap hari? Kan sesuatu yang berlebihan itu nggak baik, termasuk nutrisi."

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang