Sepuluh

7.9K 487 5
                                    

Tiga sekawan yang selalu nempel itu sekarang sudah berada di dalam bioskop. Mereka hendak menonton film horor.

Hingga tak terasa film pun berakhir. Abi yang sedari tadi menonton selalu memeluk lengan Tama.

"Ish! Kenapa harus nonton horor sih!"

Nino dan Tama terkekeh melihat ekspresi Abi yang sangat ketakutan. Merekapun akhirnya hendak berjalan keluar.

Mereka bertiga keluar sambil berceloteh tentang film yang tadi mereka tonton. Sesampainya di depan pintu room, Tama dan Abi seketika terdiam. Nino mengerutkan keningnya aneh menatap Tama dan Abi.

"Kenapa?" Tanya Nino pada Tama dan Abi. Nino masih tak sadar kalau di dekatnya ada Hakim.

"I-itu..." Abi menunjuk orang yang ada di belakang Nino.

"Apa?" Nino langsung berbalik dan duar!

"Sudah puas mainnya?" Tanya Hakim dengan nada datarnya.

Abi kemudian berbisik pada Nino. "Lo gak ijin ke dia?"

"Hehehe... Lupa." Nino menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.

"Aduh! Mampus Lo!" Abi menepuk dahinya. Bisa-bisanya Nino lupa ijin sama Hakim.

Lagi dan lagi.

"K-kok lo ad-ada di sini?" Tanya Nino terbata-bata.

"Kamu tidak perlu tau. Sekarang juga kita pulang!" Diakhir kalimat Hakim meninggikan suaranya. Sontak Nino, Abi, dan Tama terkejut.

"G-gue sama Ama pulang dulu deh, Nin." Abi yang merasa takut, akhirnya menyeret Tama untuk pulang duluan.

Sekarang tinggal Nino dan Hakim yang berdiri berhadapan. Nino menundukkan kepalanya, takut.

"Selalu seperti ini. Tidak pernah ijin terlebih dulu!" Hakim merasa jengah dengan tingkah Nino. Ia pun kemudian melangkah pergi setelah mengatakan itu.

Nino mengejarnya. Wah! Hakim sudah marah besar.

Hakim berjalan dengan langkah cepat, rasanya ia ingin marah kepada Nino. Nino susah untuk mengejar langkah panjangnya Hakim.

"Hakim... Tunggu..."

"Hakim..."

Hakim terus saja berjalan dengan tidak menghiraukan Nino.

Sampai akhirnya Hakim sudah berada di parkiran mobil dan masuk ke dalam mobilnya. Dengan cepat, Nino pun juga ikut masuk.

Terlihat Hakim meremat setir mobilnya. Alisnya juga sudah menukik tajam.

"Ki-kim..." Nino memegang lengan Hakim.

"Gu-gue lupa mau ijin ke Lo..."

Hakim tak menyahut. Ia menghidupkan mobilnya dan melajukannya.

Setelah sampai di rumah, Hakim masih tak mau bicara dengan Nino.

"Hakim! Hiks... Hiks... Hiks..." Nino sebal sedari tadi tak dihiraukan.

Hakim memberhentikan langkahnya. Lalu menoleh pada Nino.

"Hiks... Hiks... Hiks... Maaf..." Nino merentangkan tangannya sambil berjalan mendekat pada Hakim untuk memeluknya.

Hakim diam saja di peluk Nino yang sambil menangis itu.

"Lo boleh marah panjang lebar... Tapi, gue jangan didiemin kayak gini... Hiks... Hiks..."

Hakim menghela nafasnya, lalu mengelus punggung dan kepala Nino agar merasa tenang.

"Lain kali ijin." Kata Hakim yang masih datar. Nino mengangguk di dalam pelukan Hakim.

"Kamu sudah membuat saya marah lagi, jadi kamu tau kan konsekuensinya?"

MY HUSBAND || Ss1 - Ss2 || END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang