Terlambat

7.1K 80 2
                                    

AYAH DARMO | Terlambat

Hanna memekik saat melihat jam yang berada di atas dinding menunjukkan jarum panjang di angka 10. Gadis itu spontan langsung mendorong tubuh Darmo yang hendak kembali mengulangi kegiatan mereka. Dengan tergesa-gesa dia memasang kembali seragam yang sempat Darmo lepaskan.

Darmo yang masih belum puas dengan kegiatannya berdecak sebal. Dia menatap memberengut gadis yang tengah sibuk membenahi dirinya. Padahal sedikit lagi dia bisa kembali merasakan goa kenikmatan milik Hanna. Namun gadis itu tiba-tiba saja mendorong tubuhnya hingga terjengkang.

"Kok Ayah malah diem aja, sih. Ayo buruan pakai baju. Anterin Hanna ke sekolah." omel Hanna yang sibuk menyisir rambut panjangnya dengan jari-jarinya.

Walau merasa sebal karena kesenangannya harus terganggu, Darmo tetap menuruti ucapan Hanna. Pria itu kembali memakai kaos lusuhnya yang tergeletak di lantai dapur dengan malas-malasan.

Setelah merasa penampilannya cukup baik dari sebelumnya, Hanna lantas menyeret Darmo untuk segera keluar dari rumah. Beberapa kali gadis itu menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya dengan cemas.

"Sepuluh menit lagi bel masuk, Yah." seru Hanna yang tak sabaran menunggu Darmo mengeluarkan sepeda motornya.

Darmo berdecak melihat tingkah Hanna yang tidak sabaran. Dia percepat langkah kakinya menuntun motornya keluar dari ruang tamu yang juga dia jadikan tempat untuk garasi.

"Ayo cepat naik." ujar Darmo sesaat setelah dia menyalakan motornya.

Tanpa basa-basi Hanna langsung naik ke boncengan Darmo. Meminta pria itu untuk segera melaju.

"Hanna sebel sama Ayah." sungut Hanna merajuk. Gadis itu merasa kesal karena Darmo tak kunjung melepaskannya. Membuat dirinya kembali terlena dan menuruti permintaan pria itu. Hingga tanpa sadar mereka sampai lupa waktu karena keasikan bermain.

Darmo hanya melirik sekilas wajah sebal Hanna dari kaca spion. Dalam hati dia juga merutuki perbuatannya yang suka lepas kendali setiap bermain dengan Hanna. Gadis itu memang sangat berbahaya.

Sebenarnya Darmo hanya ingin bermain-main saja dengan mainan favoritnya. Namun saat melihat sorot redup dan wajah sayu yang Hanna tampilkan, membuat Darmo justru tergoda ingin berbuat lebih.

"Yah.. kenapa malah ngelamun sih? Ayo ngebut." rengek Hanna diselingi omelan karena merasakan laju motor yang Darmo kendarai terasa lamban.

Darmo yang tadinya tengah sibuk dengan pikirannya sontak saja terkesiap. Dengan tergagap dia mempercepat laju motornya agar segera sampai di sekolah Hanna.

Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, tidak ada percakapan lagi di antara mereka berdua. Hanna cemas dengan kemungkinan jika dirinya akan terlambat. Sedangkan Darmo lebih fokus pada jalanan yang mereka lalui.

Sepertinya hal yang Hanna takutkan benar-benar terjadi. Sesaat setelah mereka sampai, gerbang sekolah tampak sudah tertutup rapat. Hanna yang menyadari jika dia terlambat masuk ke sekolah mendadak berubah murung.

"Tuh kan, gara-gara Ayah Hanna jadi telat." keluh Hanna kembali menyalahkan Darmo.

Darmo menggaruk kepalanya dengan raut meringis. Dia merasa bersalah pada Hanna karena sudah membuat gadis itu terlambat masuk sekolah. Padahal tadi pagi justru dirinya yang membujuk Hanna agar mau berangkat ke sekolah.

Melihat Hanna yang menampilkan wajah kesal dan bercampur sedih, membuat Darmo dilanda kebingungan. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana menghadapi situasi semacam ini.

"Ayah minta-

Srek

Belum sampai Darmo menyuarakan permintaan maafnya, tiba-tiba terdengar pintu gerbang yang ada di depan mereka terbuka. Lalu datang seorang satpam berkepala plontos yang menatap keduanya dengan kernyitan samar.

Darmo yang tak ingin membuang kesempatan, lantas mendekati satpam tersebut. Dengan berpura-pura bertingkah lugu sembari memilin ujung kaos lusuhnya, Darmo mencoba untuk berbicara dengan satpam itu.

Darmo meminta ijin pada satpam tersebut agar memperbolehkan Hanna masuk. Dia merasa tidak tega melihat wajah sedih gadis tersebut. Tapi satpam itu menolak permintaan Darmo dan mengatakan jika dia hanya menjalankan aturan dari sekolah.

"Saya mohon sekali, Pak. Motor saya sempat mogok di jalan. Sehingga membuat saya terlambat mengantar Hanna tepat waktu." mohon Darmo sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Satpam berkepala itu masih terlihat kebingungan. Beberapa kali dia menatap Darmo dengan raut tidak enak.

"Ya sudah begini saja, Pak. Biar saya bicarakan ini dengan guru piket. Semoga saja anak Bapak diperbolehkan masuk." kata pria itu pada akhirnya.

Darmo tentu merasa senang mendengarnya. Begitu juga dengan Hanna yang sedari tadi diam. Raut wajahnya terlihat lebih cerah dari sebelumnya.

"Makasih ya, Yah.. udah nyoba ngomong sama Pak Satpam tadi." ujar Hanna menggapai tangan Darmo untuk dia genggam.

Darmo yang kembali melihat senyum manis terbit di wajah Hanna lantas tersenyum lebar. Dia mengangguk kecil sebagai jawaban dari perkataan Hanna barusan.

"Semoga saja kamu diperbolehkan masuk ke kelas." timpal Darmo yang diangguki oleh Hanna dengan harap-harap cemas.

Kedua tangan mereka saling bertaut dengan mesra. Jika dilihat, mereka seperti pasangan ayah dan anak yang sangat harmonis. Tidak tau saja jika mereka sebenarnya adalah sepasang kekasih yang memilih untuk tinggal bersama dan meninggalkan keluarga mereka.

Cinta memang sebuta itu. Dan keduanya rela melakukan apapun untuk tetap bisa bersama. Walau harus melewati rintangan yang tidak mudah. Juga kerisauan yang selalu melanda karena takut bertemu dengan keluarga Purwadinata.

Memang apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan yang besar. Berkali-kali juga Darmo bertanya pada Hanna apa gadis itu bahagia dengan pilihannya. Dan Hanna akan selalu menjawab jika dia baik-baik saja.

Apa kalian pikir Darmo selama ini diam saja dan bersenang-senang dengan apa yang terjadi? Sejujurnya, ada kalanya pria itu merasa bersalah pada keluarga Purwadinata karena sudah mengkhianati kepercayaan mereka. Namun di sisi lain dia juga merasa takut kehilangan Hanna untuk selama-lamanya jika memilih mengembalikan gadis itu pada keluarganya.

"Nanti Ayah jemput Hanna kan?" tanya Hanna setelah lama diam saling bertukar pandangan dengan sirat penuh makna. Membuat Darmo tersadar dari lamunannya.

Darmo mengangguk kecil sembari menatap Hanna lekat. Dia tak memungkiri jika gadis di depannya ini sangatlah cantik. Pantas saja pria tua seperti dirinya bisa terjerat akan pesonanya yang menawan.

Suaranya yang lembut dan mendayu, membuat hati Darmo merasa tergelitik. Tubuhnya yang mungil namun besar di bagian-bagian yang penting membuat gadis itu terlihat sexy. Apalagi wajahnya yang cantik rupawan semakin menambah nilai keindahan gadis itu.

Hanna yang ditatap seperti itu oleh Darmo jadi merasa heran awalnya. Namun lama kelamaan dia jadi merasa tersipu. Jelas sekali terlihat dari kedua pipinya yang memerah dengan tatapan malu-malu.

"A-Ayah kenapa liatin Hanna kaya gitu sih?" cicit Hanna tergagap. Kedua tangannya saling bertaut dengan gelisah. Apalagi Darmo yang tak kunjung bersuara, namun terus saja menatapnya.

"Kamu cantik sekali, Sayang. Ayah jadi ingin memakan kamu lagi." balas Darmo yang sontak membuat Hanna melotot tak percaya.



Tbc.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Dasar Darmo omes🤣🤣

AYAH DARMO [Sequel Nona-ku Canduku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang