Bab 1 : Me, In Second or Past Life?

297 20 4
                                    

Ragaku mati dimasa lalu, lalu jiwaku yang tak mati, lari lebih jauh ke masa lalu

- Ishvaradyah -

••••••

Aku, Ishvara. Remaja 18 tahun dari abad 20 yang nyasar di zaman entah abad berapa, yang pasti, disini masih zaman kerajaan dengan tata negara yang 'kuno' menurutku. 

Setahun lamanya Aku disini, selama itulah Aku tidak mendapatkan ingatan si raga yang Aku tinggali saat ini. Raganya yang jauh berbeda dengan ragaku dulu. Dulu? Di masa depan? Ah, entahlah. Bagaimana ungkapan yang benar untuk menceritakan kehidupan sebagai Ishva? Sudahlah. Intinya, raga yang ku tempati saat ini lebih baik daripada saat menjadi Ishva.

Wajahku saat ini sangat bersih walaupun bukan kalangan bangsawan. Raga tubuhku saat ini sangat ideal dengan rambut hitam legam yang kontras dengan kulit asli orang Eropa yang putih pucat.

Kalau Aku dulu, yah, jangan ditanya lagi. Aku saat masih menjadi Ishvara tak secantik sekarang. Wajahku penuh bekas jerawat dan jerawat baru yang muncul, bruntusan, dan satu tahi lalat yang cukup besar menghiasi pipi dekat hidungku. Ah, Aku tidak malu dengan tahi lalat itu, tapi jerawat dan bruntusanku itu, Aku sangat-sangat membencinya. Karena itu orang-orang tidak menyukaiku. Sungguh, kenapa harus ada jerawat di dunia ini?

"Elijah, taruh wadah penuh apel itu di pinggir sana. Lalu ambil wadah baru, kita ganti petik berry-berryan ini" Ah, itu Bibi Matilda. Salah satu orang yang berjasa di kehidupanku sekarang. Oh, dan yah, namaku disini adalah Elijah, Elijah Germaine. Ini adalah satu-satunya hal yang Aku ingat saat baru sampai disini. Miris.

"Baik, bibi. Aku akan mengambilnya" Sautku sembari berdiri mengangkat sewadah besar penuh dengan apel segar menuju ke pinggiran kebun. Cukup berat, tapi aku sudah terbiasa melakukannya setahun ini.

Bibi Matilda dan suaminya, Paman Benjamin, adalah yang membantu untuk bertahan hidup di kehidupanku sekarang ini. Mereka ada pasangan paruh baya yang kehilangan anak mereka saat masih berumur 5 tahun. Sebelumnya, saat Aku sampai di zaman ini, Aku berada di tempat tidur keras sebuah gubuk reot yang masih cukup layak ditinggali. Aku bangun dengan perutku yang benar-benar lapar. Aku berjalan tertatih hingga sampai ke kebun milik Beliau berdua. Aku pingsan disana sebelum meminta izin untuk meminta sedikit buah-buahan milik mereka. Sempat ditawari untuk tinggal bersama awalnya, tetapi aku tolak dan lebih memilih untuk bekerja bersama mereka saja. Walaupun akhirnya, 2 bulan yang lalu akhirnya aku memutuskan untuk tinggal bersama mereka setelah dibujuk hampir setiap hari. Mereka orang yang sangat baik, Aku benar-benar bersyukur bertemu dengan orang-orang seperti mereka disini.

Panas terik telah menyapa, Aku dan Bibi Matilda menyudahi acara memetik buah-buah di kebun ini. Kami membawa buah-buahan ini ke rumah untuk dijual di pasar nanti sore dan besoknya.

••••••

"Ah, Elijah. Apakah sapu tanganmu jatuh di kebun tadi? Kenapa tidak lagi bertanggar di bahumu lagi?" Suara Bibi Matilda membuatku berhenti melangkah dan segera melihat kedua bahuku yang selama ini selalu Kututupi dengan sapu tangan ketika berkebun. Dan, yah, sapu tanganku tidak ada.

"Mm...Mungkin iya, Bibi. Aku akan segera mengambilnya" Kalau bukan sapu tangan itu ada rajutan namaku buatanku sendiri, Aku tidak akan se-effort ini untuk mengambilnya. Sapu tangan itu salah satu barang favoritku sekarang.

Huft, sungguh melelehkan, kenapa harus terjatuh, sih?

Okay, jangan banyak mengeluh, lalu cepat ambil.

Aku menyusuri jalan di sekitar kebun yang Aku lewati. Ah, sapu tangan kesayanganku yang malang. Sapu tanganku kotor akibat terinjak. Huft.

Kraskkk...krsskkk...Brakk!

Ah, suara itu mengejutkanku. Sepertinya berasal dari ujung kebun yang terdapat pohon-pohon apel berjajar. Aku penasaran, tapi mungkin saja itu hanya hewan dari hutan yang tengah mampir, benar bukan?

Aku berbalik dan menghiraukan asal suara itu. Hari semakin terik, Aku juga lelah.

"To...long...siap...apun...disana"

Suara rintihan samar itu menghentikan langkahku. Itu dari ujung kebun, tempat suara gemrusuk tadi berasal. Hati nuraniku tergerak melangkah ke sumber suara itu.

Oh, tidak.

Disana ada ada lelaki yang tertelungkup bersimbah darah di punggung dan lengannya itu-, oh Tuhan. Lengannya tertancap busur panah. Aku bergidik melihatnya. Lalu Aku melihat sekitarku, kemudian berlari ke rumah dengan rasa panik luar biasa.

"BIBI MATILDA...BIBI MATILDA...BIBI MATILDA..." Teriakku sepanjang langkahku berlari kearahnya.

"Ada apa, Lijah? Kamu terlihat panik sekali, tenangkan dulu dirimu, dudukl-"

"Tidak ada waktu untuk bibi, hah...hah...Disana, diujung kebun sebelah sana, hah...hah...ada...ada seorang mayat!" Potongku sembari mengatur napas

"APA??!!" Teriak dua suara berbeda. Paman Benjamin dibelakangku yang baru datang, ikut terkejut mendengar ucapanku.

"Iya, Paman, Bibi, cepat angkat dia. Entah Dia sudah mati atau belum. Tapi, tadi Dia sempat meminta tolong walaupun lirih. Saat Aku datang, Dia hanya diam. Aku takut, lalu berlari kemari"

Tanpa ba-bi-bu lagi, Paman Benjamin berlari menuju arah yang kutunjuk. Aku dan Bibi pun mengikutinya. Sesampainya disana, Aku melihat Paman Benjamin terdiam setelah melihat wajahnya. Tiba-tiba-

"A-APA?!! TUAN ASHLAN RICHMOND??!"

Hah? T-tunggu. Nama itu, nama yang diteriakkan paman itu, seperti di-

T-Tunggu...

berarti-

Hah...Tidak mungkin.

Mustahil.

Aku tidak mungkin masuk novel sejarah itu, bukan?

••••••

Hellow maniezz...I'm back again with another new story, hehe...
I tried to write a story that I had never tried before, i think it will be fun to write fantasy story. so here it is!🔥

Hope you enjoy it yaw! luv u💙

Minggu, 24 September 2023
Salam maniez,

Aru☃️

A Historical Story : From Side Character, Becomes Main  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang