Bahagia di bagian mana?

499 63 0
                                    

Suasana Malam itu cukup canggung, terlihat pak Dylan mulai meminum kopinya, sepertinya kopi itu buatan ibu, aku rasa pak Dylan memang sudah betul-betul dekat dengan dengan ibu, jika memang pak Dylan hanya ingin berteman denganku aku rasa sebaiknya mungkin kita tak perlu sering bertemu apalagi sampai jalan-jalan seperti yang kami lakukan bersama anak-anak hari ini.

***

Keesokan harinya pun tiba, pak Dylan sudah pulang dan anak-anak juga sudah berangkat sekolah semuanya, sementara aku sudah ada janji untuk mengantarkan kue pesenan pernikahan yang jaraknya lumayan jauh dari rumah, aku memutuskan untuk meminjam mobil ayah untuk mengantarkan kue itu.

Namun sesampainya ditujuan, aku malah berpapasan dengan arfa, aku tak tahu apa yang sedang arfa lakukan disana, tapi sepertinya arfa mengenal pengantin ditempat pernikahan ini, ia tampak sedang bersiap-siap untuk mengikuti acara akad.

"Sarah, kamu disini?." Tanya nya, aku heran mengapa matanya malah berbinar, ia tampak senang melihatku disini, apa ia akan mempermalukan ku lagi didepan banyak orang. Kali ini aku tak mau menghiraukannya, setelah menerima bayaran atas kue pesananku aku berencana untuk langsung pulang saja, namun arfa malah mengikuti langkahku.

"Sar plis, ada yang mau aku omongin sama kamu." Ucapnya, samar-samar kudengar, suaranya tak terlalu keras, namun aku ingat kata-kata mama nya arfa, bahwa arfa ingin melanjutkan perjalanan ke 5 kota bersamaku sebagai usahanya yang rujuk denganku.

Namun aku terus melangkahkan kakiku semakin cepat, aku tidak tahu apa maksudnya dia malah mengikutiku bahkan sampai ke parkiran.

"Kamu kenapa sih malah ngikutin aku kesini?." Kali ini aku ingin tahu maksud sebenarnya.

"Sar..aku mau minta maaf sama kamu." Ucapnya.

"Maaf?." Tanyaku

"Iya sar, aku mau minta maaf atas semua yang pernah aku lakukan sama kamu, aku menyadari semua kesalahanku, aku sadar aku salah sar..aku belum bisa hidup dengan tenang, aku tahu kamu sangat membenciku." Ucapnya, ia terlihat memohon dan matanya Nampak berlinang, ada apa ini? Apakah ini yang dinamakan air mata buaya?

"Ga ada yang perlu kita bicarakan lagi ar, aku rasa kita sudah punya jalan sendiri untuk berpisah dan tak pernah saling berjumpa lagi." Jawabku singkat, aku membuka pintu mobilku namun arfa malah menahannya, dan ia menutup pintu mobil ini.

"Sar, aku rindu anak-anak kita, aku ingin kita seperti dulu lagi, berkumpul bersama sebagai keluarga yang lengkap dan bahagia." Ucapnya, bahagia?

"Bahagia? Bahagia dibagian sebelah mana ar? Jelaskan dimana letak kebahagiaan pernikahan kita? Saat aku hamil? Saat aku melahirkan? Atau saat aku bekerja seharian sementara kamu berduaan dengan dia? Yang sebelah mana maksud kamu letak bahagia rumah tangga kita dulu?." Kali ini aku kesal, ingin kulepaskan semua unek-unek yang ada didalam dada selama ini, yang hampir membuatku gila dan tak berdaya.

"Maafin aku sar, terlalu banyak kesalahan aku, maka dari itu aku ingin memperbaiki semuanya." Ucapnya.

"Maaf ya ar, ini udah terlalu lama berlalu, sekarang aku fokus untuk memberi anak-anak kehidupan yang layak, jadi silahkan kamu fokus untuk hidup bersama istri mu itu, aku janji tidak akan terlibat dengan kebahagiaan kamu." Jawabku, kali ini aku tak mau kalah, kubuka pintu sekuat tenaga aku tak ingin arfa menghalangi langkahku.

"Bukankah kamu fokus dengan pria itu?." Tiba-tiba arfa mengajukan pertanyaan itu, aku sempat menoleh kearahnya, aku melihat wajahnya dan kali ini aku benar-benar muak, apa dia akan menghinaku lagi dengan sebutan wanita murahan atau janda kegatelan, daripada aku sakit hati dan menangis lagi, aku langsung bergegas meningglkan arfa dan melajukan mobilku.

***

Aku heran dengan arfa, mengapa dia melakukan semua ini? Apa dia benar-benar akan menjalankan aksinya untuk mendekatiku lagi? Arfa bukanlah pilihan tentu saja aku akan menolaknya, dan itu sudah pasti kulakukan.

Sepanjang jalan membawa mobil aku memang melamun, banyak sekali yang aku pikirkan sampai akhirnya

"Bragkk..."

Terdengar suara benturan keras, duh..mobilku menyenggol motor, aku sadar aku memang tiba-tiba belok mendadak dan lupa menyalakan sen, pria bermotor itu terjatuh, aku tak bisa melihat ekspresinya, entah kesakitan atau kesal karena ia memakai helm cakil yang menutupi seluruh wajahnya.

Pria itu pun memberi isyarat kepadaku untuk segera menepi, karena pasti dia akan meminta pertanggung jawaban dari kesalahanku, aku ngalah saja karena memang aku yang salah. Aku mengikuti arahnya yang juga menepi, tampak sedikit kemacetan terjadi karena ulahku.

***

Setelah kami berdua menepi aku segera turun dari mobil dan menghampirinya, memang aku melihatnya terjatuh, sepertinya lututnya terluka.

"Maaf ya pak, saya tadi tidak melihat ada bapak pas belokan." Ucapku meminta maaf duluan, aku sudah siap untuk ganti rugi, walaupun aku tahu pasti uang hasil keuntungan kue tadi yang akan jadi gantinya.

Pria itu pun membuka helmnya, ternyata wajahnya seperti menahan sakit, duh kali ini aku benar-benar merasa bersalah, apalagi kulihat ada darah segar menetes dari lututnya. Aku terfokus pada luka itu, pasti rasanya sakit sekali, namun tiba-tiba pria itu malah terdengar jelas menyebut namaku.

"Sarah." Panggilnya pelan, aku terkejut dan langsung menatap wajahnya.

"Kevin !." Aku spontan juga memanggil namanya saat baru tersadar bahwa aku mengenalnya, padahal tadi sepintas aku sudah melihat wajahnya, namun karena terfokus pada lututnya aku jadi samar mengenalnya.

"Kamu apa kabar sar?." Tanya nya lagi, sampai dia lupa untuk meminta pertanggung jawaban kepadaku

Aku tak tahu ternyata takdir hari ini membawaku bertemu dengan kevin, kevin adalah mantan kekasihku dulu saat aku dan dia duduk dikelas 2 SMA, banyak sekali kenangan masa sekolah yang pernah kita lalui bersama, sudah 17 tahun mungkin kita tak bertemu, terakhir bertemu saat kevin datang menghadiri pesta pernikahanku dengan arfa, setelah itu kevin menghilang, aku tak pernah mengetahui kabarnya lagi, sampai akhirnya kita dipertemukan hari ini.

"Ya Allah, kevin aku baik... maaf ya soal tadi, aku beneran ga liat ada motor, aku belok seenaknya, mungkin aku melamun, aku antar kamu kerumah sakit ya vin." Ajakku, namun kevin malah menganggukan kepalanya, ia tak setuju.

"Ga usah sar, ga apa-apa, tadi aku ajak kamu menepi Cuma mau negur kamu untuk lebih hati-hati aja, aku baik-baik aja kok, ini luka kecil." Jawabnya

"Aduh gimana ya vin, aku jadi ga enak sama kamu..atau gimana kalau aku kasih biaya untuk kamu kerumah sakit?." Tanyaku, namun kevin malah tersenyum mendengar kata-kataku.

"Yaudah sebagai gantinya, kita bicarakan disana ya.." jawab kevin, ia menunjuk sebuah tempat ngopi, aku pun menganggukan kepalaku setuju, itung-itung teman lama bertemu lagi setelah sekian lama.

Ijinkan aku bersamamu di "5 Kota" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang