8 • ku di panggil ibu sementara engkau ayah

16 0 0
                                    

Kini mereka telah duduk kembali di ruang tamu sedari tadi perhatian ibu Al tak pernah lepas dari wajah Jeya.

"wajahmu kenapa nak?" tanya ibu Al membuat Jeya menatap Al ragu.

"eh itu tapi jat-

"Jeya korban bully karna ekonomi" jawab Al cepat menyela pembicaraan Jeya.

Ibu Al pun memandang tak percaya pada Jeya, "apakah jaman sekarang hal itu masih terjadi? Kasian sekali" tanya ibu Al di balas anggukan oleh Jeya.

"kamu pulang larut seperti ini aoa tak masalah dengan orang tua mu?" tanya ibu Al lagi di balas gelengan oleh Jeya.

"mereka tidak akan peduli, bahkan mereka tidak tau aku hidup atau tidak" jawab Jeya sambil tersenyum manis walau begitu mereka semua dapat merasakan ke sedihan yang gadis itu rasakan.

"kemana mereka?" tanya ibu Al lagi lagi mengorek luka lama yang berusahan Jeya lupakan.

"mereka mengusirku, karna kesalahan yang bukan aku penyebabnya" ucap Jeya melihat ke depan tangannya kembali bergetar kepalanya pusing dan matanya mulai berkaca kaca.

"ken-

"ma, nanti aja tanya nya, Al sama Jeya mau pergi dulu" ucap Al memecah masalah tersebut.

Al menggandeng tangan Jeya keluar dari rumahnya, Al mengeluarkan motornya dan berdiri tepat di hadapan Jeya, Jeya menurut dan naik ke motor Al dan duduk tenang di belakang sana.

"kita kemana?" tanya Jeya merasa tak asing dengan tempat yang mereka lalui kini.

"kerumah lo" ucap Al membuat Jeya membulatkan matanya terkejut, ingin protespun rasa percuma hingga akhirnya ia pasrah saja.

Mereka sampai di rumah Jeya tempat gadis itu tinggal selama ia di usir, Jeya turun dari motor Al di susul dengan Al yang mengikuti dari belakang.

"kemasin baju baju lo nginap rumah gue, bawa baju senyamannya aja, ga usah banyak banyak nanti berat" ucap Al duduk di kursi sofa.

Al menimang sesaat sofa ini tak selembut sofanya yang di rumah tapi nyaman untuk di duduki, dan ruang tamu ini tak sebesar ruang tamunya tapi cukup untuk beberapa orang.

Jeya datang dengan tas besar nya ia mengisi beberapa buku pelajaran untuk beberapa hari kedepan di tas tersebut.

"udah? Yok, pulang"

Jeya mengangguk pelan, lalu mengikut Al keluar dari rumahnya tak lupa ia mengunci rumah tersebut bagaimana pun rumah itu ia beli dengan uangnya sendiri tanpa campur tangan orang lain.

Sepanjang jalan Jeya hanya diam dan termenung, sedangkan Al sibuk sendiri dengan fikirannya yang sedang bertengkar dengan hatinya.

Mereka kembali pada rumah Al, Jeya masuk ke dalam dan menyalami kedua orang tua Al begitu pula dengan Al, hal itu spontan menjadi hal yang di kejutkan oleh kedua orang tua Al karna sejauh ini baru ini Al mencium tangan mereka.

"kamu nginap di sini nak?" tanya ibu Al sambil mengelus rambut panjang Jeya.

"apa boleh tante?" tanya Jeya kembali, matanya memandang ibu dan ayah Jeya secara bergantian.

"oh, tentu saja boleh tapi, kamar tamu belum di bersihkan bagaimana kalau kau tidur satu kamar dulu dengan Al? Aku akan meminta pelayan dua kan kasur" ucap sang ayah di balas anggukan oleh keduanya.

Kini Jeya kembali pada kamar Al tubuhnya kembali terasa sakit kakinya seperti mati rasa bahkan kepalanya terasa sangat berat.

"kau tak apa?" tanya Al merasa tak nyaman dengan tingkah Jeya.

"aku han..

Brught..

"Jeya!"

Rumah Untuk ElTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang