"bangun sayang" ucap Al membangunkan anaknya yang masih tergulung selimut tebal dan masih di alam mimpinya tanpa peduli dunia luar.
Anak kecil itu lantas membalikan badannya ke arah lain agar tidak terganggu, Al menatap anaknya gemas ia memilih membangunkan wanita di samping anaknya.
"hay, ayo bangun" ucap Al membuat Jeya bangun dari tidurnya lalu duduk menatap El yang masih tertidur.
Dengan gerakan lambat Jeya kembali tidur tapi kali ini sambil memeluk El dan kembali masuk ke dalam selimut hal itu membuat Al bernafas pelan cukup frustasi mengurus keduanya.
Akhirnya Al memilih untuk keluar dari kamarnya san menemui ibu dan ayahnya yang berbincang hangat di ruang makan.
Al duduk di kursi yang biasa ia duduki, Siusna menatap anaknya yang hanya turun sendiri tanpa anak dan juga calon istrinya.
"dimana Jeya Al? Kenapa turun sendiri?" tanya Siusna sambil menyiapkan sarapan untuk Al.
Al menatap sarapan itu lalu bangkit membawa sepiring nasi goreng itu kekamarnya membuat kedua orang tuanya saling memandang heran.
Al masuk ke kamarnya lalu duduk di samping ranjang milik Jeya, tangannya membelai rambut Jeya dan dengan perlahan membantu gadis itu duduk.
"ayo duduk dan makan" ucap Al membantu Jeya dengan mengambilkan air putih yang memang tersedia di kamar itu.
Jeya meminum air putih tersebut lalu menatap Al dengan wajah ngantuknya, tangan Al mulai menyuapi nasi goreng itu untuk Jeya.
Awalnya gadis itu menolak karna lidahnya masih sangat kelu untuk makan, Al yang kehabisan kesabaran pun menahan kedua pipi Jeya agar mulut gadis itu terbuka.
"dasar pemaksa, ken-
"habisi dulu yang di mulut baru berbicara sayang" ucap Al memotong apa yang akan di ucapkan Jeya.
'sayang?'
Al menyuapi nasi goreng itu hingga habis berbeda dari yang awal jika di awali dengan sedikit paksaan maka di akhir akhir Jeya lah yang meminta di suapi.
"aku akan ke sekolah nanti untuk mengambil nomor ujian, tetaplah di rumah nanti nomormu biar aku yang ambilkan" ucap Al setelah selesai menyuapi Jeya dan memberikan gadis itu minum.
Jeya hanya mengangguk, ia bangkit dan membuka ranselnya dan mengeluarkan sebuah buku berwarna biru laut dan memberikannya pada Al.
"tolong tarokan ini di loker nomor 36, jangan biarkan seseorang membuka loker itu" ucap Jeya di balas anggukan oleh Al.
Al mengambil buku tersebut lalu memasukannya dalam ransel miliknya lalu ia bergegas mengganti pakaiannya di kamar mandi.
Selang beberapa waktu Al keluar dari kamar mandi menatap Jeya yang sedang membersihkan kamar tersebut dengan langkah pelan Al berjalan mendekati Jeya lalu duduk di sofa yang ada di kamarnya.
"kenapa tidak bergegas turun dan sarapan? Kau harus mengisi tenaga mu dulu baru bisa ke sekolah" protes Jeya yang kesal menatap Al yang hanya bersantai dengan ponsel di tangannya.
"tunggu aku pulang, ada hal yang harus aku bahas dengan mu" ucap Al bangkit lalu keluar dari kamar tersebut.
Jeya hanya menatap Al bingung dan memilih membersihkan kasur yang tadi ia tidurin tangannya mengelus rambut hitam milik El, lalu mengecup dahi anak itu pelan.
Setelah membersihkan kamar ia pun keluar lalu menghampiri Siusna yang tengah duduk di ruang tv sambil sesekali tertawa melihat apa yang ia tonton.
Jeya duduk di samping sang ibu sambil tersenyum, Siusna menatap Jeya dan ikut tersenyum.
"maafkan Al yang membuat mu tidak dapat lagi keluar, maafkan juga dia telah membuatmu tidak dapat melanjutkan sekolahmu" ucap Siusna sambil mengelus surai panjang Jeya.
"dari awal aku memang tidak ada niar untuk melanjutkan sekolah, aku di buang oleh keluargaku karna hal yang bukan aku penyebabnya, mereka mencaciku pembunuh padahal bukan aku penyebabnya" ucap Jeya menarik nafasnya dalam dalam.
"aku siap menikah Al walau harus kembali hidup di rumah ku lama" sambungnya pelan.
Siusna tersenyum lalu bangkit dari duduknya dan pergi dari sana meninggalkan Jeya yang terdiam dengan apa yang telah ia ucapkan di luar kendalinya sendiri