Al memasuki kamarnya melihat tubuh Jeya yang terbaring membuat bayangan Jeya yang tadi di tampar kembali terlintas di benaknya.
Dengan perlahan ia mendekat ke arah ranjang Jeya duduk di pinggiran kasur tersebut dan mengelus pipi Jeya pelan.
"maaf" ucapnya pelan.
Jeya membalikan badannya kali ini Jeya tidak sepenuhnya tertidur karna sedari tadi ia menunggu kepulangan Al ntah dari mana.
Jeya merasa jantungnya berdegub kencang seperti orang habis berolah raga tapi ia mencoba menetralkan perasaannya hingga ia rasa ada pergerakan dari belakangnya.
Al bangkit dari duduknya dan memasuki kamar mandi untuk bersih bersih.
Saat itu tidak di sia siakan oleh Jeya untuk mengatur nafasnya agar stabil kembali, menetralkan jantungnya yang sedari tadi berpacu pacu.
'kenapa seperti ini?'
Pintu kamar mandi tergeser hingga dengan cepat Jeya kembali menidurkan dirinya dan menutup tubuhnya dengan selimut ntah apa yang ia fikirkan tapi ia memilih menutup tubuhnya dengan selimut.
"Jey? Kau tidur? Jangan menutup wajahmu seperti ini, kau bisa sesak nafas" ucap Al menarik selimut Jeya pelan dapat ia lihat wajah jeya memerah karna panas.
Hingga satu tangannya ia gunakan untuk mengipasi Jeya yamg masih pura pura tertidur.
"good night" ucap Al mengecup kening Jeya pelan hal itu sontak membuat Jeya menahan nafasnya karna terkejut.
Al memilih tidur di ranjangnya dan menghadap pada gadis nya itu hingga perlahan ia tertidur dengan posisi menyamping.
Jeya yang merasa keadaan telah aman pun membuka matanya spontan dan bertatapan langsung dengan Al yang sudah tertidur.
"good night"
Jeya tersenyum lalu mulai mencoba untuk tidur.
***
Hari ini adalah hari dimana Jeya kembali bersekolah seperti biasanya masih di tempat yang sama dan suasana yang sama Jeya melangkahkan kakinya menuju ruang makan.
Jeya di tatap teduh oleh wanita yang sangat menyayanginya dengan begitu dalam, dan laki laki yang beribawa dan tegas padanya namun sangat menyayanginya.
"pagi sayang, apa tidur mu nyenyak?" tanya ibu Al pada Jeya dengan senyum manis yang tak pernah luntur di bibirnya.
Jeya pun tersenyum pada sang ibu dan mengangguk pelan, ibu (Siusna) pun menyungguhi roti berisi selai choklat pada Jeya dan menyiapkan sebuah susu vanila di depan Jeya.
Jeya yang sudah merasa nyaman di rumah tersebut tidak lagi merasa canggung ataupun mali seperti awal awal.
Ia memakan sarapan tersebut hingga ia mendengar langkah kaki seseorang tengah menuruni tangga.
Dengan spontan ia menatap orang tersebut dan ya Al turun menggunakan seragam sekolahnya yang ia keluarkan dan kini ia tidak seperti anak yang akan sekolah namun seperti anak yang akan nongkrong.
"kenapa berantakan?" protes Jeya karna menurut nya kerapian adalah nilai pertama yang harus ada di sekolah.
"harusnya lo ga heran" jawab Al santai lalu duduk di kursi yang biasa ia tepati dan memang di sana Siusna telah meletakan sarapan milik Al hingga sang empu tingga memakan saja.
Jeya diam, lo?, ya harusnya ga heran karna bagaimana pun Al berbeda dan berbanding balik ketika di rumah, sekolah dan di pertemananya.
Jeya kembali memakan sarapannya hingga saat habis ia meminta izin pada Erika untuk sekolah.
"ma, Jeya pergi sekolah dulu ya" ucap Jeya menyalimi tangan siusna dan Fransiskus laku bergegas pergi keluar.
Ia menunggu angkutan umum yang lewat sambil sesekali memeriksa ponselnya takut terlambat.
Motor Al melewatinya begitu saja tanpa menyapa atau melihat ke arahnya hal itu sontak membuat Jrya terheran akan perilaku Al namun ia tak ingin ambil pusing.
Lalu sebuah angkutan umum (angkot) berhenti tepat di hadapannya ia pun naik dan bergegas ke sekolah.
Jeya sampai ke sekolah dan untungnya ia datang tepat saat pintu gerbang akan di tutup dengan sedikut berlari akhirnya ia bisa masuk tanpa terlambat.