❝bagaikan burung merpati, walau kau suruh aku untuk pergi, aku akan tetap kembali❞
=====
Disaat pertama kali kakinya menginjak tanah Nusantara, Sakamoto Katsuro dibuat jatuh hati dengan gadis pribumi bernama Rinjani.
Namun tidak semua keinginan akan...
"Tak semua air dapat diminum. Walau air itu terlihat jernih"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
~•~
"Ini sangat indah"
Sebuah kalung berbandul burung merpati terbang dengan warna putih susu menyambut bola mata Rinjani tatkala gadis itu kembali membuka kelopak matanya.
"Ya, indah sepertimu" Katsuro sengaja menggoda Rinjani, jemari panjang pemuda Jepang itu tampak jahil menarik hidung mungil tak terlalu mancung milik kekasihnya.
Bola mata Rinjani kini jatuh pada sebuah gelang yang berada pada lengan kanan Katsuro. Gelang itu memiliki bandul berupa liontin merpati, persis seperti apa yang ada pada kalung miliknya. Rinjani mendongak dan bertanya "kau juga memakainya?" Katsuro hanya tersenyum dan mengangguk.
Terdiam cukup lama. Tiba-tiba terlintas pada benak Rinjani "mengapa memilih merpati?" Si gadis bertanya pada pemuda dihadapannya.
Katsuro mengusap surai hitam yang kini tengah disanggul itu dengan lembut. Pemuda Jepang lalu menggerakkan tangannya untuk menjawab "karena burung merpati itu setia"
"Burung merpati juga melambangkan sebuah kisah yang abadi"
Ber-ohh kecil, Rinjani memeluk Katsuro dengan manja. Kekasihnya (Katsuro) ini romantis juga ya.
Merasakan ada tarikan kecil pada ujung bajunya. Katsuro menunduk dan melepaskan tautan diantara keduanya, pemuda Jepang itu lantas Bentanya "ada apa?" Dengan senyuma lembut.
"Apakah kamu tahu?" Bukannya menjawab gadis pribumi malah balik bertanya. Sebagai jawaban, Katsuro hanya menggelengkan kepala.
"Kamu ini seperti es buah. Kamu ini dingin tetapi manis"
"Kalau di es buah itu banyak buahnya jadi sulit di tebak rasanya. Sama seperti kamu yang juga sulit ditebak tingkah lakunya"
Tertawa, mata si pemuda tampak membentuk lengkungan bak bulan sabit.
"Kalau kamu adalah sebuah kue. Aku sudah memakanmu sejak tadi" setelah menyelesaikan kalimatnya. Katsuro segera menangkup pipi gembil Rinjani dan mencubit daging berlemak itu berlawanan arah.
Hari mulai petang. Rinjani melangkahkan kakinya dengan raut sumringah yang tak kunjung lepas.
Diteras rumah dapat ia lihat sosok sang bapak yang tengah menatapnya tajam. Rinjani sangat bingung dengan situasi apa yang dia alami saat ini.
Melihat itu Rinjani menjadi enggan untuk melangkah lebih maju. Namun mau tak mau pun Rinjani harus tetap maju.
Disamping Sutaryo pula ada Aaron yang berdiri dengan wajah tegang. Ketika Rinjani menatapnya, Aaron langsung menundukan kepala. Sungguh aneh pikir Rinjani.