"Manusia yang tak mempercayai kehadiran Tuhan dalam hidupnya itu bagaikan angin tak berarah, yang berhembus kemana saja tanpa ada tujuan juga penuntun"
~•~
Wicaksono selalu berkeinginan untuk menjadi salah satu penyebar agama Islam. Pada umurnya yang ke-9 tahun, setelah 2 tahun mengenyam pendidikan di pondok pesantren Al-Fajr, dan dibawah bimbingan Moehammad Omar Ali Al-Fajr, atau biasa kita sebut Kyai Njen. Wicaksono akhirnya mengungkapkan dan menemukan tujuan hidupnya, Wicaksono ingin juga membawa keluarganya masuk Islam. Dia ingin menghilangkan kepercayaan animisme yang telah dianut sejak lama oleh keluarganya.
Kembali ke rumah dengan membawa ilmu dan ajaran yang ia timbang selalu, Wicak dengan percaya diri akan membimbing bapak, ibu, mbak, dan adik-adiknya untuk ikut bersama dia ke jalan Allah SWT. Wicak tahu ini akan sulit, tak mudah baginya.
Pada sore yang temaram, disinari oleh terang mentari yang remang-remang, langit abu-abu tampak mendominasi hari.
Wicak masih ingat saat kecil dahulu dia selalu diajak oleh bapaknya, Sutaryo ke ladang dan diajarkan untuk membajak sawah serta merawat juga menanam tumbuhan.
Setelah sekian lama waktu berlalu, akhirnya Wicak pun kembali merasakan itu. Walau awan tengah mendung, tinggal menunggu kapan hujan itu turun, baik Wicak maupun Sutaryo masihlah giat untuk memetik beberapa sayuran maupun buah yang mereka tanam di ladang yang kecil.
Hari ini memang hari panen, seharusnya terlihat cerah. Walau tanah yang ditanami tak seluas milik orang-orang, setidaknya hasil panen mereka yang bermutu itu masih dapat dijual dan menghasilkan uang untuk menunjang hidup.
"Le!! Sini istirahat dulu!!" Panggil Sutaryo yang telah duduk santai diatas saung (pondok kecil) hasil buat dari bambu, rotan juga jerami kering.
Setelah mendengar panggilan dari bapak, Wicak pun berjalan mendekat. Pemuda itu menaruh hasil petikan dia di atas tanah samping saung.
Sambil menikmati bekal makanan yang disiapkan oleh istri tercintanya, Sutaryo pula menyuruh sang putra untuk turut memakan bekal buatan ibu dia.
Suasana saat makan begitu hening, tiada yang mulai percakapan. Setelah makan mereka selesai, barulah Wicak meneguk air lalu berucap "Alhamdulillah.."
Wicak tengok bapak yang duduk disebelah, bapaknya masih sibuk mengunyah makanan. Wicak tersenyum lalu memanggil "bapak.."
Sutaryo mengalihkan pandangannya, fokus kepada Wicak, Sutaryo berdehem sebagai jawaban sekaligus pertanyaan. Wicak mendongakkan kepala, menatap awan yang semakin gelap saja.
"Alhamdulillah pak.. meskipun sekarang musim pancaroba, tiada yang tahu kapan hujan dan matahari akan muncul, terlepas dari hama tumbuhan yang terus menggerogoti tanaman. Untung hasil panen kita masihlah baik-baik saja" kata Wicak.
KAMU SEDANG MEMBACA
RABUSUTORI | 1942
Fiction Historique❝bagaikan burung merpati, walau kau suruh aku untuk pergi, aku akan tetap kembali❞ ===== Disaat pertama kali kakinya menginjak tanah Nusantara, Sakamoto Katsuro dibuat jatuh hati dengan gadis pribumi bernama Rinjani. Namun tidak semua keinginan akan...