10

1.9K 276 17
                                    

Iris menghabiskan tangisannya dalam pelukan Philia, membiarkan air matanya tercurah seperti sungai yang membanjiri hatinya. Setiap helaan napas beratnya menjadi saksi betapa mendalamnya kerinduannya. Walaupun dia menyadari bahwa yang dia peluk bukanlah Leandro yang telah dikenalnya, dia tetap merasa bahwa pelukan itu adalah oase dalam padang gersang hatinya.

Matanya yang bengkak dan merah kini melihat wajah gadis yang berada tepat di hadapannya. Philia menggigit bibirnya dengan erat,tanda bahwa dia merasakan sakit di bahu kananya yang dia tahan.

Iris merasa lebih tenang dan perlahan-lahan melepaskan pelukannya dari Philia. Mata mereka bertemu, dan Iris menatap Philia dengan penasaran yang dalam. Gadis di depannya memiliki warna rambut yang sama dengan Leandro, dan pertanyaan tentang hubungan mereka memenuhi pikiran Iris.

"siapa sebenarnya kamu?" ucap Iris dengan suaranya yang masih serak akibat tangisan yang baru saja mereda. Suaranya penuh dengan campuran emosi, dari kebingungan hingga harapan, karena dia mencoba memahami hubungan antara Philia dan Leandro yang begitu mirip dari segi penampilan.

Philia, yang masih merasakan rasa sakit di bahu kanannya, menatap Iris dengan keheranan. Apakah mungkin, sebagai putri dari Grasia, dirinya memang seaneh ini?. Dia tiba tiba memeluk dirinya yang tidak dikenalnya kemudian mempertanyakan identitasnya.

Philia yang tak memiliki pilihan lain selain harus menghadapi putri yang sangat mengganggunya ini. Mereka mencoba memperbaiki posisi mereka yang saat ini terbaring di lantai. Naila yang melihat hal itu segera membantu mereka berdiri.

"Apa hubunganmu dengan Leandro?" Iris terus bertanya, semakin penasaran, dan ia memegang kuat kedua bahu Philia, memaksa untuk mendapatkan jawaban segera.

Di dalam hati, Philia merasa sangat kesal. Ia berpikir, apa yang sebenarnya terjadi padanya? Dan siapa sebenarnya Leandro bagi keluarga kerajaan sehingga dirinya terus-menerus diperlakukan seperti ini.

"Aku tidak tahu apa yang Anda maksud, Putri, tetapi aku sama sekali tidak mengenalnya," ucap Philia dengan nada yang terdengar kesal yang ia coba untuk meredam.

Iris terlihat tidak percaya. Rambut perak itu tidak pernah dia lihat pada siapapun selain dari sosok Leandro. Namun, sekarang dia menyaksikan seseorang yang memiliki rambut perak itu, dan ini benar-benar membingungkannya.

"Aku datang kemari atas perintah Pangeran untuk meyakinkanmu agar mau pergi ke tempat yang aman,"

Iris melepaskan pegangannya dari bahu Philia dan menghela nafas kesal. Ia telah berkali-kali menyatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan istana.

Meskipun ada seseorang yang dikirim oleh kakaknya yang tampak seperti Leandro, Iris tetap kukuh pada keputusannya. Ia memalingkan wajah dengan ekspresi enggan.

"Aku tidak peduli seberapa miripnya kamu dengan Leandro. Aku tetap tidak akan pergi," ucap Iris dengan keras kepala.

Philia merenung sejenak, kemudian berkata, "Aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan, tetapi jika kamu tetap di sini dan perang terus berkecamuk, itu akan membahayakan keselamatanmu." Ia menatap Iris yang kembali berjalan ke ranjangnya sambil memandangi sebuah cincin di jari manisnya.

Philia merasa frustrasi dengan sikap egois Iris. Baginya, ini bukan hanya masalah keselamatan dirinya sendiri, tetapi juga tentang tanggung jawabnya sebagai seorang putri dan penerus garis keturunan Raja. Ia menganggap situasinya seperti bermain catur, di mana Raja mereka sedang dalam ancaman dan belum mengambil langkah-langkah yang tepat.

Naila, yang sebelumnya diam, akhirnya bersuara, "Putri benar, dan bahkan adikmu juga menolak untuk pergi. Dia ingin bersamamu dan tidak ingin pergi meninggalkanmu." Suaranya mengingatkanya pada Adiknya Alcira.

Iris terdiam, tenggelam dalam pertanyaan yang merenungkan dirinya sendiri. Kenapa dirinya bisa menjadi seperti ini?, Sebelumnya dia adalah seorang putri yang dijuluki 'Bunga Kerajaan' yang selalu tampil dengan sempurna dan dihormati oleh semua orang. Namun sekarang dia telah berubah dengan cara yang begitu drastis, hanya karena perasaan yang menusuk hatinya.

"Tinggalkan aku sendiri, kau juga Naila" ucap Iris dengan tegas, mengusir semua orang dari tempat tersebut.

Philia segera meninggalkan tempat tersebut bersama Naila, menutup pintu kamarnya dengan rapat. Naila menyampaikan permintaan maafnya kepada Philia karena sikap Putri yang tidak biasa.

"Setelah kami mendengar berita tentang kematian Leandro, dia menjadi seperti ini," ucap Naila sambil menatap Philia dengan penuh kesedihan. "Dia benar-benar larut dalam kesedihan dan bersumpah untuk membalaskan dendamnya kepada pembunuhnya." Dia merasa bingung dan tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk membantu majikanya yang terluka.

Philia memandang dirinya sendiri dengan tatapan yang dalam, dan di dalam dia menertawakan dirinya sendiri. Bagaimanapun dia adalah pelaku pembunuhnya dan mereka baru saja berpelukan . Keadaannya akan sangat berbahaya jika orang lain mengetahui identitas sejati pembunuh Leandro. Philia merasa harus segera meninggalkan tempat ini, sebelum rahasia ini terungkap kepada Iris.

Philia segera melaporkan kepada Artuk bahwa usahanya untuk membujuk adiknya telah gagal, dan dia meminta izin untuk kembali ke tugasnya.

Artuk sudah menduga bahwa hal ini akan gagal. Kini dia merasa kehabisan akal untuk membuat adiknya mau mendengarkannya. Selain itu, ancaman dari para pembunuh bayaran semakin terasa mendekati setelah kemarin dirinya hampir terbunuh.

Dengan berat hati, Artuk memutuskan untuk mengizinkan Philia untuk kembali ke pekerjaannya yang sebenarnya. Meskipun begitu, ada sesuatu yang tak terduga dalam diri gadis perak itu, yang satu tahun lebih tua dari adiknya Alcira. Entah kenapa, dia merasa bahwa gadis ini berbeda dengan semua gadis yang pernah dia temui sebelumnya. Namun, Artuk tidak bisa menjelaskan itu, dan memutuskan untuk membiarkan segala hal berjalan sesuai alur tanpa tahu apa yang mungkin terjadi selanjutnya.

Philia melangkah keluar dari istana dan kembali ke unit medis. Segera setelah gadis-gadis yang bekerja di sana mendengar kabar bahwa Philia dipanggil oleh Pangeran Mahkota ke ruang pribadinya, mereka mengerumuninya dengan rasa penasaran yang besar, ingin tahu apa yang terjadi di sana.

"Kau sungguh beruntung."

"Bagaimana kau bisa dipanggil?"

"Apakah Pangeran menyentuhmu?"

Puluhan pertanyaan dilemparkan kepada Philia, tetapi dia hanya bisa terdiam, tidak mampu memberikan jawaban apa pun. Dia merasa begitu tidak berdaya dan terjebak, hanya bisa menunggu sampai gadis-gadis itu lelah dari pertanyaan-pertanyaan mereka dan akhirnya berhenti.

Besoknya, Philia mulai memantau kembali pos pengamanan dan berniat untuk mencuri lagi alat sihir yang tergeletak. Memanfaatkan kesatria yang sedang tertidur lelah setelah berjaga semalaman. Matanya tajam memantau sekitarnya, memastikan bahwa area yang akan dia lewati aman dari pandangan orang-orang.

Namun, alih-alih menemui potensi ancaman dari luar, Philia malah menemukan seseorang dengan gerakan yang mencurigakan mendekati pos pengamanan. Orang tersebut mengenakan seragam Grasia, sehingga para penjaga menjadi kurang waspada terhadapnya. Philia memutuskan untuk mengawasi pergerakannya dan bersembunyi di balik tembok yang tidak jauh dari sana.

Dia memerhatikan dengan cermat setiap tindakan yang dilakukan orang tersebut. Entah mengapa, Philia merasa bahwa orang yang sedang dia awasi ini memiliki niat yang jahat. Dengan pengalaman dan instingnya yang tajam, dia bisa merasakan hal itu hanya dengan sekali pandang.

Pria itu mulai meletakkan sesuatu di pojok bangunan dan melanjutkan tindakannya, menempelkan objek serupa di seluruh sudut istana.

Philia, yang melihat bahwa pria itu telah pergi, segera mendekati objek yang ditempelkan tersebut. Dia mengambil balok seukuran genggamannya dan memeriksa dengan seksama.

"Ini..." Philia membulatkan matanya dengan terkejut.

"Sebuah bom."

NEMESIS Fire On The Western FrontTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang