10. Kronis
Analisa Formula C10 dosis tiga dan empat ditutup. Semua yang tim dokter inginkan tercapai, tinggal melanjutkan ke dosis lima dan seterusnya jika tidak ada kendala. Kondisi Gio semakin kronis, perutnya mengembang melebihi tubuhnya sendiri. Luka dekubitusnya kian melebar karena pertambahan tekanan. Saat ini ia dimiringkan untuk dressing luka menganga di punggung yang melebar ke pantatnya. Lukanya semakin dalam dan bernanah. Gio melenguh menahan perih. Fano secepatnya menyelesaikan kegiatan itu.
Dalam posisi miring ke kiri, Fano dapat melihat dengan jelas seberapa banyak timbunan cairan itu memenuhi perut Gio. Lengan kecilnya bergerak mencoba menggapai sesuatu untuk dijadikan cengkraman saat sakitnya tak dapat ditolelir. Fano menyelipkan gulungan handuk pada jemari Gio dan langsung ia genggam erat."Saya tahu ini sangat sakit Mas, mohon tunggu saya dan Dok Leo siap untuk menjalankan rencana", Fano bermonolog.
"Akaaark"
Tiba-tiba suara serak Gio mengeras. Ternyata ia buang air dalam jumlah banyak pada popok yang terbuka. Prolapsnya memanjang, sudah 30 CM sekarang dan normalnya harus dioperasi. Namun para dokter gila itu baru mau melakukan operasi usai Formula C10 rampung untuk mengetahui seberapa panjang lagi rektum Gio.
Gio kesakitan, mulutnya terbuka seperti meraung menahan perih. Namun hanya serak tertahan yang dapat ia suarakan.
"Haark, harrk, aaaaaaarg"
Jerit Gio saat Fano mensterilkan tonjolan anus itu. Cairan feses yang keluar sangat banyak namun seakan tak mengurangi volume edema pada perutnya.
"Fano, bersihkan segera. Dosis selanjutnya akan ku berikan!"
◻️◻️◻️◻️
Tangis Gio pecah saat salah satu dokter datang, menunjukkan padanya foto yang ada pada ponsel. Tak disangka itu adalah dirinya saat ini, amat mengenaskan pasca delapan dosis diberikan. Selain perutnya yang terus menggembung hingga urat biru menonjol, kedua lengannya kini menekuk kaku dan bibirnya terbuka miring. Lipatan handuk tipis disumpalkan pada mulutnya agar liur meresap disana. Kaki-kakinya layu tanpa ada daging lagi.
Sejah ini, efek yang ditimbulkan adalah atrophy otot. Sekujur anggota gerak Gio mengalami penurunan fungsi, kerusakan ginjal yang mengharuskan Gio menjalani Hemodialisa tiga minggu sekali dan radang usus.
Bocah itu hanya mampu terlentang tanpa daya. Tangan kakinya kian susut dan kaku. Meski begitu, kejang otot kerap menerjang. Terapi sengatan listrik dari kabel-kabel elektroda rutin diberikan namun hanya rasa sakit yang ia terima dibandingkan manfaat.
"Tolong bantu Gio duduk", pinta dokter itu pada Fano.
Fano menurut. Dengan hati-hati ia menekan tombol pada pembaringan agar tubuh Gio dapat duduk, lalu Fano memasangkan sabuk agar ia tak limbung. Sengatan nyeri di tulang belakangnya tak mampu ia tahan. Seperti tersayat-sayat pedang tajam.
"Aaakh, haark haaak hooogh", luberan liur tak dapat dibendung oleh handuk di mulutnya. Semua tumpah mengotori leher dan pipi.
"Maaf, Mas. Ini tidak lama", redam Fano.
Dokter tadi mengoleskan alkohol dan obat steril pada tengkuk Gio lalu menyuntikkan beberapa cairan. Gio kian kesakitan sampai buang air amat banyak dan bocor ke underpad. Anusnya panas, basah dan lengket.
Sejenak kemudian Gio hilang kesadaran. Dokter itu memerintahkan Fano mengembalikan posisi Gio ke semula lalu tersenyum hangat padanya.
"Itu hanya penahan nyeri, aku masih punya hati. Biarkan Gio istirahat hingga petang"
◻️◻️◻️◻️◻️◻️◻️◻️◻️
Pendek dulu ya. Babang mau istirahat juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Giorgino
Science FictionBerada dalam keluarga ini adalah hal utama yang aku syukuri. Mereka sangat peduli dan menyayangiku. Namun aku salah.