dua puluh empat

2.8K 78 5
                                    

Guysssss

Kurang satu lagi end

Mwehehehehe

Mangkanya jangan lupa vote and komen Yo

Ilove you sekebon



*****





Tak terasa ternyata kandungan Sasha sudah memasuki usia 8 bulan atau 35 Minggu, perkiraan Sasha melahirkan kurang dari 2 Minggu.

Bahkan kini kamar Sasha dan Arghi tidak lagi di lantai 2, mereka memutuskan untuk pindah di kamar lantai satu. Agar Sasha tidak lelah menaiki tangga.

"Mas, kamu ini udah jam berapa ini. Gk ke kantor emang?" Tanya Sasha yang melihat Arghi masih bergelung dengan selimutnya.

Hanya gumaman yang Sasha dapatkan, Arghi saja hanya bergerak merapatkan selimutnya.

"Bangun ih! Malu sama Arga tuh udah ganteng."

Sepertinya Sasha harus kembali ekstra sabar menghadapi Arghi.

Karna tak ada jawaban maupun pergerakan, Sasha menutup hidung Arghi juga mulutnya. Membuat Arghi langsung saja terbangun.

"Sayangggggg, gk bisa napas loh aku."

"Udah sana mandi abis itu temenin Arga di ruang tengah tuh."

Meskipun dengan rasa malas dan mengantuk yang menjadi satu, Arghi tetap pergi ke kamar mandi.

Sasha sudah kembali ke dapur, menyelesaikan masakannya.

Saat sudah selesai mandi, Arghi langsung saja bergegas menemui anaknya. Bukan ide buruk jika membuat Arga kesal.

"Hey bocil, lagi ngapain tuh."

"Hahhhhhhhh" Arga membuang nafasnya dengan kesal, seakan masalah akan datang menghampirinya.

"Ayah tanya loh ini bang, kok gk di jawab. Di aduin bunda mau?"

Dengan kesal, dan sedikit amarah di ujung .

"Lagi nonton kaltun ayahhhhh, masa gitu aja masih nanya. Mata ayah labun kah? Masih muda kok labun." Jawab Arga dengan mata yang menatap sinis ke arah Arghi.

Pura pura sakit hati, Arghi memegang dadanya erat.

"Oh anak ayah jahat sekali, haruskah ayah ini mengadukan seorang Abang pada-"

Arga membekap mulut sang ayah, sebelum ayahnya selesai bicara.

"Shuttttttt, ayah jangan belicik ya. No, gk boleh. Kenapa ayah belicik? Ayah lapal? Ayah mau makan? Bental ya ayah, bunda masih masak. Bental lagi selesai, jadi ayah no ganggu ganggu Abang lagi. Okay ayah?"

Arghi menahan tawanya, anaknya sangat menggemaskan kala kesal seperti ini.

Saat Arga menarik tangannya dari mulut sang ayah, Arghi masih dengan setia menjahili.

"No okay Abang."

Ingin membalas perkataan ayah, tapi bundanya mendatangi mereka.

"Kalian tunggu sini bentar ya, itu kompornya udah bunda matiin. Bunda lupa beli garam"

Mendengar penjelasan Sasha, Arghi ingin pergi ke kamar mengambil ponsel lalu menelfon pengawalnya untuk pergi membeli kebutuhan Sasha.

"Halah gk usah aneh aneh, ada tukang sayur di depan rumah. Siapa tau ada garam, klo gk ada baru kamu yang beli."

"Tapi sayang."

"Udah mas, ini cuman di depan rumah bukan di depan komplek."

Dengan berat hati, Arghi mengiyakan. Mood ibu hamil sangat menyeramkan memang.

Sasha pergi keluar, melihat beberapa orang tengah membeli sayur. Hal biasa memang jika tukang sayur keliling di kompleknya, meskipun elite tapi komplek yang di tinggali Sasha ini tidak berbeda dengan yang lain. Hanya penjagaan saya yang ketat.

"Kok perasaan ku tidak enak ya."

Di dalam rumah Arghi masih saja sibuk menjahili Arga, sedangkan anaknya itu sudah menahan tangis sejak Sasha pergi karna ulah sang ayah.

"Bang, bunda kok lama ya."

"Gibah palingan ayah, udah ih jangan ganggu ganggu lagi lha ayahhhhh."

Kring!

Kring!

Kring!

Dering ponsel terdengar dari arah kamar Arghi, segera lelaki itu bangkit dari tempatnya. Tertera nomor pengawal, sepertinya ada masalah buruk.

"Tuan! Gawat! Nyonya di culik, kami masih membuntuti mobilnya tuan. Saya akan kirim platnya."

"Sialan! Cepat kirim atau aku akan membunuh kalian!."

"Baik tuan.... Tut...Tut...Tut...."

"Halo! Apa kau di sana?! Halo! Anjing!"

Ternyata perasaannya benar, mengapa harus Sasha? Istrinya itu tengah hamil besar.

Arghi segera berlari keluar kamar, menemukan Arga yang duduk dengan ponsel Sasha di genggamannya.

"Halo glandpa, bunda di culik lha. Tolong kesini ya glandpa, ayah pasti akan pergi keluar."

Terdengar suara Arga yang menahan tangis, Arghi tak sanggup melihat itu.

"Boy, Abang, maafin ayah ya Abang." Ucap Arghi seraya memeluk Arga erat.

""No ploblem, ini bukan salah ayah. Abang tau, sejak tadi ada ilang aneh di depan. Telnyata jahat."

"Lalu kenapa Abang gk bilang ayah?"

"Abang minta maaf."

"Tidak apa, kita salah tidak menjaga bunda dengan benar. Sekarang, mari kita tunggu grandpa."

Arga mengangguk, anak itu tidak menangis dan tidak panik. Namun sorot mata itu memancarkan kesedihan yang luar biasa, Arghi tau jika anaknya kuat.

Tak lama, Feroz papa Arghi juga Clarissa mamanya datang dengan beberapa orang. Bahkan Kenan dan Luna juga terlihat memasuki rumahnya.

"Bodoh!" Umpat Kenan.

Arga di bawa ke kamar oleh Luna, tapi anak itu menolak dengan keras.

"Kali ini siapa lagi?" Tanya Feroz.

"Aku tidak tau pa, namun ini berbeda. Dia terlalu gegabah."

Kenan melihat Arghi, tatapannya seakan mengetahui dalang di balik kejadian ini.

"Anggie!" Ucap Kenan dan Arghi bersamaan.

"Anggie? Jadi wanita?" Tanya Clarissa.

Keadaan hening, mencoba berfikir bagaimana cara membunuh Anggie.

"Belambut ungu?"

Semua mata tertuju pada Arga.

"Perempuan itu belambut ungu?"

Arghi mengangguk, bagaimana bisa anaknya tau Anggie.

"Dia kemalin bertemu dengan Abang, membawa pelmen. Menyuluh Abang untuk memakannya, lalu dia pergi."

"Lalu, Abang memakan permen yang di kasih itu?" Tanya Arghi.

"Tidak, Abang tidak sebodoh itu ayah. Abang membelikan kepada semut, telnyata semutnya mati."

Amarah Arghi semakin meradang, ternyata dia sudah kecolongan 2kali untuk saja anaknya ini pintar.

"Mari bermain Anggie." Ucap Arghi dengan tatapan yang mengerikan, namun Arga anak itu memiliki senyum yang menyeramkan sekarang








Bunda ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang