Ocha di teror

56 1 0
                                    

Clarissa tengah berada di balkon kamarnya sambil membaca sebuah novel dengan di temani segelas teh hangat dan beberapa cemilan.

Setelah pulang dari rumah tua itu Leon memilih pulang daripada bertamu di mansion Clarissa.

"Ada apa ini?" ia memegang jantungnya yang berdetak kencang.

Clarissa menggelengkan kepalanya ketika isi pikirannya di penuhi oleh wajah Leon.

"Nggak beres, gua kenapa sih?!" tanyanya pada diri sendiri.

"Oh ya. Kenapa ada Tissa di jurang itu, apakah itu demit yang menyamar sebagai Tissa?" tanya Clarissa. "Kalau itu beneran setan dan bukan Tissa, gua hajar sampai giginya rontok!" lanjutnya.

Clarissa terdiam sejenak ketika mengingat sesuatu. "Eh, Tissa kan bukan manusia lagi. Berarti benar, Tissa setannya."

Tapi masa iya. Tissa menyuruh gua untuk bunuh diri, apa mungkin Tissa kesepian ya di alam sana? batin Clarissa.

Clarissa menghela napasnya lalu membuka novel yang tadinya tertutup dan membacanya kembali.

****

Arkana membawa banyak cemilan menggunakan kedua tangannya yang membuat bungkusan cemilan itu menyentuh dada bidangnya.

Arhan yang sedang berbaring sambil bermain handphone melihat tingkah kembarannya lalu menggelengkan kepalanya.

"Lo ngapain sih, Kan–"

Gubrak!

Arkana menjatuhkan semua bungkusan cemilan itu tepat di wajah Arhan.

"Kurang ajar," ketus Arhan.

"Kena ya? Maaf," sahut Arkana.

Arhan bangkit dan bersandar di kepala ranjang lalu mengambil beberapa bungkus cemilan dan membuka serta memasukkannya ke dalam mulutnya.

"Itu punya gua," tegur Arkana.

"Punya lo, punya gua juga," tukas Arhan.

Arkana memutar matanya malas. Ia merebahkan tubuhnya di kasur miliknya.

Walaupun satu kamar. Tempat tidur kedua inti Silent Boom itu terpisah, mereka mendapatkan ranjang dengan ukuran yang sama besar.

Lemari baju mereka? Tentu saja sama, baik itu ukuran dan model bajunya.

Key. Gua nggak nyangka, ternyata Lo sejahat itu, batin Arkana.

Wajah seindah senja ternyata mampu memberi luka sedalam samudra, batin Arhan. Gua kecewa sama Lo. Keyla, lanjut batinnya.

Kedua pria itu larut dalam pikirannya masing-masing.

"Han," panggil Arkana.

"Kana," panggil Arhan.

Mereka berpandangan sebelum ....

"Mau ngomong apa?" tanya mereka kompak.

Keduanya menghela napasnya.

kebencian dan dendamnya || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang