3. Traumatized

7.6K 661 18
                                    

Inget cuman fiksi, Happy Reading!

*

Sudah sekitar 2 minggu sejak kakaknya ke kamarnya juga kejadian waktu itu. Renjun masih sibuk bergelung dengan selimutnya, enggan keluar dari sana. Bahkan Winwin harus memaksa putra tengahnya itu untuk memasukkan sesuatu ke perutnya. 

Yuta sudah berusaha menyelidiki kasus putranya namun tidak ada jejak lebih lanjut. Seperti hilang tanpa jejak. Semuanya seolah tidak pernah terjadi, tapi itu terjadi. Renjun yang sekarang menjadi korban. 

Winwin menatap Yuta sendu. "Masih belum ada kemajuan?" tanyanya sambil meletakan secangkir kopi dan sepiring kue. 

"Tidak, sepertinya orang yang berbuat adalah orang yang punya kekuasaan besar. Kita seperti tidak bisa berbuat apapun" Yuta mengusap wajahnya kasar. Winwin menghela nafas. "Kita harus melakukan sesuatu, setidaknya untuk Renjun.."

"Bagaimanapun Renjun pasti terkena pelecehan, bau sperma dan kissmark itu tidak mungkin perbuatan hantu.." desis Yuta tidak mendengarkan Winwin sama sekali. 

"Hyung.. Kita harus melakukan sesuatu untuk Renjun.." Winwin menyentuh lengan Yuta untuk menarik perhatian. Yuta tersentak. "Maafkan aku.." 

Winwin kembali menghela nafas. "Renjun itu masih cukup terpukul dengan matanya, sekarang dia harus kembali terluka. Kenapa Tuhan jahat sekali pada putraku?" lirih Winwin dengan air mata yang siap tumpah kapan saja. 

"Hei, tidak apa apa.. Ingat bahwa Tuhan tidak mungkin memberi sesuatu diluar kesanggupan hambanya.." Yuta menangkup wajah istrinya, mengusap air mata yang tidak sengaja luruh membasahi pipi kemerahan sang terkasih. 

"Haruskah kita ajak Nana kemari? Dia bisa menjadi teman bicara Renjun lagi sekaligus konsuling. Dia sudah selesai dengan skripsinya bukan?" usul Winwin. 

"Nana masih belum cukup pengalamannya, dia masih harus koas, akan lebih baik jika kita menemui yang profesional langsung.." tolak Yuta. 

Winwin mendesah. " Kau masih belum mengerti soal Renjun? Dengan kondisinya sekarang dia tidak akan mau lagi bertemu dengan orang asing.." seru Winwin kesal. 

"Sudahlah, Aku harus membujuknya dulu, dia belum menyentuh sarapannya dan ini sudah waktunya makan siang.." Winwin bergerak menjauh. 

"Aku akan segera menyusul.." ucapan Yuta terdengar sebelum akhirnya Winwin menutup pintu ruang kerja suaminya.

Winwin menarik nafas dalam dalam sebelum akhirnya mengetuk pintu kamar Renjun. "Sayang, Mama masuk ya?" izin Winwin sebelum akhirnya melangkahkan kakinya memasuki kamar Renjun. Senyumnya sedikit terkembang saat melihat Renjun sudah tidak bergelung dalam selimutnya, dia sudah duduk sambil melamun entah memikirkan apa.

"Sayang.. Mama buat cake kesukaan injun. Injun mau?" Tawar Winwin lembut, duduk di tepi kasur.

Renjun mengangkat kepalanya, mengarahkan wajahnya ke arah suara Winwin.
Winwin selalu tercekat ketika melihat tatapan kosong putranya. Masih belum terbiasa dengan tatapan itu, Ia juga tidak bisa membayangkan betapa gelapnya penglihatan Renjun. Tanpa sadar dia menggigit bibirnya kuat kuat, hatinya kembali terasa sesak sekali.

Renjun menggeleng pelan. "Taro belum pulang sekolah?" Tanya Renjun.

"Belum, sayang.. Mungkin sebentar lagi, Apa ada yang bisa Mama lakukan?"

Renjun kembali menggeleng. "Taro berjanji akan membawakan tanah liat. " Gumam Renjun pelan. Pagi tadi, adik bungsunya mencoba menghiburnya. Bilang bahwa dikelasnya sedang tren membuat kerajinan menggunakan tanah liat.

Dengan lembut Shotaro bilang bahwa Renjun bisa mencobanya, mungkin kalau beruntung bisa menjadi sebuah hobi baru.

"Gege, masih bisa berkreasi dengan tanah liat, Kita sering melakukannya saat kecil bersama Nana.. Kemarin aku melihat toko yang menjual tanah liat di jalan pulang sekolah.. Aku akan mampir nanti" begitu katanya tadi.

BLIND | NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang