Warning: Only For 18+
Happy Reading
.Hidup memang penuh kejutan dan ketidakpastian. Siang tadi langit kelihatan masih bersahabat, cerah dan matahari tidak memberikan tanda-tanda mendung namun sorenya semua tiba-tiba berubah. awan putih menghitam, petir menggelegar dan hujan turun menyerbu bumi tanpa perlu izin manusia, membasahi semua yang tak terteduh termasuk tubuh kurusku yang tak terlindungi.
Aku baru saja pulang dari tempatku bekerja karena mendapat berita dari teman kerjaku bahwa aku dipecat oleh manajer toko sehingga terpaksa pulang ke rumah menembus hujan dan halilintar yang menggelegar. Sampai hari ini aku bekerja sebagai kasir di sebuah supermarket yang cukup besar di kawasan Jakarta Selatan sampai akhirnya manajer toko memecatku secara mendadak.
Lagipula mau sebaik apapun si manajer toko, pasti tidak akan mempertahankan karyawan yang lebih banyak izin daripada bekerja sementara karyawan tidak tahu malu itu tetap meminta upah penuh. Dan akulah karyawan tidak tahu malu itu.
Dengan murung aku mendorong pintu rumah yang memang tidak pernah dikunci, berharap setidaknya ada orang yang akan memelukku, menepuk pundakku dan menghibur, berkata semua akan baik-baik saja. Tapi kenyataan yang kudapati adalah ayah dan ibu bertengkar hebat seperti biasa, meributkan hal yang sepele, kakak perempuanku yang duduk memeluk lutut sambil merokok di kursi makan dan membiarkan bayi laki-laki berumur 3 bulan tergeletak menangis di depan matanya. Dia bukannya tidak tahu bahwa asap rokok berbahaya bagi bayi tapi dia memang tidak akan peduli bahkan jika bayi itu mati di depan matanya tapi juga tidak sudi jika harus membunuh bayi mungil itu dengan tangannya sendiri. Mungkin dia sedang mencari cara bagaimana bayi itu bisa mati secara alami tanpa harus mengotori tangannya.
Satu lagi, adik laki-lakiku yang masih 17 tahun itu tengah asik memutar lagu rock dengan volume penuh di dalam kamarnya seakan itu bisa meredam suara gaduh hujan, petir bercampur suara teriakan papa dan mama yang belum mereda.
Jangan salah paham. Aku tidak akan menangis lagi karena adegan ini bukanlah kali pertama bahkan sudah terlalu sering kulihat dalam hidupku hingga rasanya aneh kalau rumah aman dan tenang saat aku pulang.
"Jangan sentuh anak itu! Aku sudah pernah bilang kalau anak itu pembawa sial. Kalau kamu menyentuhnya, kamu akan ketularan sial." Kata Nida, kakakku, saat kucoba meraih bayi mungil itu ke dalam gendongan, "Gara-gara anak haram itu keluarga kita dan masa depan aku jadi hancur dan berantakan. Semua gara-gara anak itu!" Sambungnya menunjuk ke arah bayi.
Kuhiraukan perkataannya dan tetap menimang bayi mungil yang bahkan belum sempat diberi nama. Sungguh kasihan. Jangankan diberi nama yang indah oleh orang tuanya, sosok seorang ayah saja dia tidak punya. Laki-laki tidak bertanggung jawab itu melarikan diri entah kemana setelah menghamili kakakku yang malang. Laki-laki itu merenggut senyum, masa muda, keceriaan dan kebagiaan keluargaku. Dan sekarang mencoba merenggut kesempatan hidup bayi mungil ini.
Anak ini tidak salah apa-apa, itu yang selalu kukatakan kepada Nida, papa dan mama tapi ucapanku tidak pernah ada artinya bagi mereka. Mereka semua masih menganggapku anak kecil yang tidak tahu apa-apa, anak kecil yang seharusnya tidak ikut campur dan cukup mengikuti apa yang benar bagi mereka para orang tua sekalipun jika hal itu salah di penilaianku. Aku yang mereka anggap kecil ini setidaknya tahu kalau membiarkan bayi tergeletak sambil menangis adalah hal yang salah namun di mata mereka itu adalah tindakan yang pantas. Bayi ini adalah aib bagi mereka, semua orang yang ada di rumah ini tidak ada yang sudi menyentuh, membuatkan susu atau bahkan melirik bayi itu.
"Kamu tidak salah apa-apa. Jangan nangis yah!" Kataku sambil memberinya dot berisi susu formula yang sudah kubuatkan dan membaringkannya di tempat tidurku. Aku menepuk-nepuk pantatnya dan membiarkan dia terlelap. Dia rupanya menangis karena lapar namun tak ada yang peduli padanya bahkan sekadar membuatkan dot untuknya. Kalau aku tidak ada di rumah atau sedang bekerja, adik laki-lakikulah yang biasa kumintai memberinya susu. Kadang dia bersedia meskipun lebih sering menolak. Dan hari ini adikku rupanya tidak mau keluar kamar dan membiarkan bayi ini lagi-lagi menangis karena kelaparan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Mama (Completed)
Mystery / ThrillerIrene, bukan terpaksa menjadi mama muda namun ia tulus menjaga dan merawat Ditto seperti anak kandungnya sendiri meski di umurnya yang masih belia. Ia rela meninggalkan keluarganya dan membawa pergi Ditto menjauh dari penolakan. Namun hidup sepaket...