8. Almost

25 2 0
                                    

Warning: Only For 18+

Happy Reading

.

"Setidaknya jadi kurir narkoba jauh lebih baik daripada menjual diri." Kataku menerima segepok uang yang diberikan Jo kepadaku. Setiap selesai menyelesaikan pekerjaan, aku selalu menerima upahku. Berkat uang itu aku bisa membeli keperluan Ditto mulai dari susu, popok, alat mandi sampai beberapa helai baju ganti untuk Ditto juga untukku.

Hans dan Wisnu yang mendengarku langsung melihatku aneh tapi tidak bertanya lebih lanjut. Wisnu kelihatan yang paling penasaran dengan apa yang terjadi padaku, apa lagi saat aku mengambil alih Ditto yang terlelap di atas sofa. Ku gendong Ditto dan membawanya masuk ke dalam kamar. Sebelum benar-benar menutup pintu, aku bisa mendengar percakapan mereka mengenai aku.

"Ello habis apain perempuan itu?" Hans merecoki Jo dengan pertanyaan sementara Jo yang punya mulut pedas itu sibuk dengan hapenya, menjawab dengan setengah hati, "Gak gue apa-apain. Justru dia yang nampar gue." Jawabnya menunjukkan sisi wajah bekas tamparanku. Tidak ada bekas tertinggal, bahkan mungkin rasanya tidak sakit seperti apa yang aku rasakan sekarang. Perkataannya tadi 100 kali lebih menyakitkan daripada 1 tamparan dariku.

Kututup pintu kamar dan menguncinya tak mau menguping mereka lagi atau aku akan semakin sakit hati jika Hans dan Wisnu ikut menjelek-jelekkanku.

Aku meletakkan Ditto di atas tempat tidur dan ikut membaringkan diri. Kutatap langit-langit kamar. Sebenarnya aku lelah dengan semuanya. Bukan lelah secara fisik tapi secara mental. Aku pergi dari rumah meninggalkan keluargaku bukan karena ingin bekerja dengan bandar narkoba dan menjadi buronan polisi. Justru aku ingin kehidupan yang layak sebagai manusia normal. Bekerja dengan nyaman di tempat yang bagus, bergaul dengan teman-teman kerja, dan membayar pengasuh untuk menjaga Ditto selama aku bekerja. Itu tentu impian yang sangat sederhana namun tidak mampu kuwujudkan di akhir usia belasanku.

Aku menghitung uang yang diberikan Jo sebagai upahku, ada sekitar 7 jutaan. Itu hanya untuk satu kali pengiriman saja namun upahnya setara dengan gajiku selama 3 bulan sebagai kasir. Pekerjaan ini memang mampu membuatku menghasilkan uang lebih banyak daripada bekerja sebagai kasir di supermarket namun pekerjaan ini punya lebih banyak resiko. Karena pekerjaan ini, beberapa hari ini tidurku tidak nyenyak dan selama mengantar paket aku selalu merasa ketakutan. Rasanya seperti aku diawasi oleh polisi dan aku akan ditangkap lalu dipenjarakan.

Ketukan pintu membangunkanku dari tidur. Rupanya aku ketiduran di samping Ditto dengan masih mengenakan pakaian tadi sore, tentop tipis dengan luaran jaket tudung. Aku mengumpulkan nyawa, ingin tahu sudah berapa lama aku tidur. Aku tidak punya jam di kamar jadi aku tidak tahu pukul berapa sekarang.

Kubuka pintu kamar dan menemukan Hans dengan penampilan rapi, "Kita ada pengiriman malam ini." Ujarnya tanpa basa-basi. Kami memang lebih sering menerima pesanan di malam hari. Kenapa lebih sering malam hari, itu karena selain malam biasanya lebih sepi, juga lebih aman dari deteksi polisi. Berbeda jika melakukan pengiriman di siang hari, kami memilih tempat yang ramai. Di malam hari kita akan memilih tempat yang paling sepi.

"Jam berapa sekarang?" Tanyaku pada Hans. Hanya ingin memastikan sudah berapa lama aku tertidur.

Hans menunjukkan jam tangannya, "Hampir jam 1 malam. Gue butuh ello malam ini karena klien minta di waktu yang sama sementara Jo ada pekerjaan lain. Ello mending gak usah tanyakan Wisnu di mana karena dia udah 8 kali bolak-balik toilet karena kebanyakan makan seblak." Jelasnya.

Rupanya aku sudah tertidur hampir 3 jam lamanya, "Terus yang jaga Ditto siapa? Aku gak bisa ninggalin dia sendiri." Kataku. Meskipun saat ini Ditto masih tidur, aku tidak tega meninggalkan dia sendirian. Bagaimana kalau dia terbangun, kehausan, menangis dan tidak ada aku disampingnya?

Young Mama (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang