10. kamu rumahku

244 16 1
                                    

Happy Reading❤️

***
Javas baru menghentikan motornya saat seseorang menghempaskan pagar depan depan rumah Desya dan menghambur memeluknya Erat. Wanita itu menangis terisak dan juga bahunya yang terasa basah. Melonggarkan dekapan Desya dilehernya, lalu ia turun dari motornya dan menangkup pipi wanita itu yang sudah basah oleh air mata, mata bengkak, hidung merah, bibir merah. Ia kemudian mendekap erat wanita itu didadanya. "Kamu kenapa heum?"

"Aku mau tinggal bareng kamu saja" ucap wanita itu diantara isakannya.

"Kamu tahu yang kamu katakan Desya? Aku tidak punya rumah sebesar  rumah kamu, aku tidak punya kasur seempuk dan sehangat kasur kamu, masih banyak kekurangan yang tidak bisa kujabarkan. Pikirkan lah lagi" ia tidak ingin membuat wanita ini menyesal dikemudian hari saat melihat betapa miskinnya dirinya.

"Tapi kamu bisa menjadi rumah yang nyaman buat aku, kamu bisa menjadi sesuatu yang menghangatkan malamku. Aku ingin merasakan kenyaman itu setiap hari Javas, tolong jangan tolak aku" Desya mengeratkan dekapannya dipunggung Javas. Ia membenamkan wajahnya didada pria itu.

Javas merasa jangtungnya bertalu kencang saat mendengar ucapan wanita pujaannya itu. Seharusnya ia tidak perlu membuat wanita itu ragu, hal itulah yang selalu ia impikan selama ini. Ia mengusap lembut naik turun punggung Desya.
"Siapa bilang aku menolak kamu" Javas menekan pelan kening Desya gemas.
"Kamu itu ya..." ia kehabisan kata-kata.
"Jangan menyesal dan jangan pernah meninggalkanku" tekan pria itu serius. Ia menatap manik Desya dalam.

Desya hanya mengangguk kemudian secara spontan berjinjit lalu mengecup cepat bibir Javas. Setelah ia sadar apa yang telah dilakukan ia lalu membenamkan kembali wajahnya yang memerah malu didada pria itu.
Sementara itu, Javas yang syok hanya bisa terdiam kaku sembari menyentuh bibirnya tidak percaya. Mereka masih dalam posisi itu hingga beberapa menit yang singkat, lalu suara seseorang menyentak mereka.

"Ohh berani ya sekarang berbuat tak senonoh diluar rumah. Urat malunya sudah putus ternyata" sinis wanita itu lalu melemparkan tas berukuran sedang berisikan pakaian Desya.
"Nihh baju kamu Desya. Mamah masih berbaik hati memberikanya, takutnya pria itu tidak sanggup membelikanmu pakaian" lalu berbalik melangkah angkuh menuju rumah
"Pergi dari rumah saya, jangan buat malu!" Ucapnya murka sebelum membanting pintu depan rumah.

Javas menunduk saat merasakan getaran dibahu Desya, wanita itu menangis lagi. "Tidak apa. Kamu masih memiliki aku" ia mencoba menenangkan.

"Kamu tidak akan membuangku kan?" Mengangkat wajahnya lalu menatap manik Javas yang membalas tatapannya tajam, kelihatannya pria itu tidak menyukai ucapannya.

"Jaga bicara kamu! Tentu saja tidak. Aku akan berusaha keras untuk kita berdua"

"Maafin aku nyusahin kamu"

Javas menunduk lalu mengambil tas berisi pakaian Desya dan membawanya ke motor, meletakkannya di bagian depan. Saat melihat pakaian tidur Deaya, ia kemudian membuka jaket yang dipakainya untuk dipakaikan kepada wanita itu. "Jangan menangis lagi Desya. Aku tidak suka melihat air mata kamu" pria itu menyeka air mata Desya yang tidak bisa berhenti sedari tadi.
"Ayo naik, jangan menangis lagi"
Javas menaiki motornya menunggu dengan sabar Desya yang masih menatap sendu kearah rumahnya. Dia tahu betapa beratnya wanita itu meninggalka  rumahnya demi seorang laki-laki seperti dirinya.
"Desya, masuk lah minta maaf kepada mama kamu. Kita masih bisa mencoba cara lain agar orang tua kamu menerima hubungan kita" javas tidak tega melihat air mata wanita itu.

Wanita itu menatap Javas pilu, seolah ingin mengadu dengan tetapan karena tidak dapat diucapkan oleh kata-kata. Kemudian Desya menangkup wajahnya dengan tangan dan menangis dengan kencang. Javas kembali turun dari motor dan melangkah kearah Desya yang masih menangis. Ia menarik lembut bahu wanita itu lalu memeluknya, mengelus punggung bergetar wanita itu.
"Mereka jahat Javas..." isaknya sedih. Wanita itu seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak ada yang sanggup ia ucapkan.

Javas tidak bertanya lagi, dia membiarkan wanita itu tenang dulu dan mereka bisa membicakannya lagi nanti. "Ayo. Kita harus segera pergi sebelum warga mengira kita melakukan hal mesum" mencoba mencairkan suasana.

Desya memukul pelan pundak pria itu membuat Javas tertawa.
"Loh... benarkan? Orang yang melihat kita dalam posisi ini pasti langsung salah paham" ucap pria itu lagi sambil menuntun Desya menuju motornya.
Dengan sabar membantu wanita yang masih sesugukan itu memakai jaket dan duduk dengan nyaman dibelakannya.

Javas kemudian menjalankan motornya setelah yakin Desya nyaman diboncengannya dengan kepala yang sudah bersandar dipunggungnya. Sangking paniknya tadi ia sampai lupa membawa helm, tetapi tidak apalah semoga mereka selamat sampai tujuan. Dirinya sungguh sangat mematuhi peraturan dan lebih religius belakangan ini semenjak dekat dengan Desya. Terkekeh ngeri dengan pemikirannya sendiri. Perjalanan yang ditempuh lumayan jauh dan mereka mengisinya dengan kebisuan, hingga tiba dirumah Javas yang sudah masuk daerah-daerah gang kecil dan kontrakan-kontrakan kecil. Untung saja kakeknya masih meninggalkan rumah untuknya walaupun kecil, tetapi yang penting ia tidak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa rumah lagi.

Motornya berhenti didepan sebuah rumah satu tingkat yang kelihatan tidak terurus, bahkan pagar didepan rumah itu sudah berbunyi menyakitkan telinga saat dibuka. Desya juga melihat tanaman yang sudah mengering didepan rumah tetapi tetap dibiarkan begitu saja. Dan makin melongo saat pintu dibuka begitu saja tanpa kunci lalu didalam rumah sangat berantakan. Diatas meja dipenuhi beberapa kaleng bekas minum, puntung rokok dimana-mana, bahkan celana dalam pendek dan kaus dalam teronggok mengenaskan diatas sofa.

"Maaf berantakan sya" kekeh Javas canggung membuatnya mengangkat pandangan menatap pria itu. Ia melihat Javas meringis sembari mengusap belakang kepalanya salah tingkah. Kemudian pria itu meletakkan tasnya disudut ruangan lalu dengan cepat mengambil beberap pakaian yang menutupi sofa kearah belakang. Lalu kembali lagi untuk mengambil asbak dan membawanya kebelakang.
Pria itu kembali lagi dengan ringisan bersalah menuntunnya untuk duduk disalah satu sofa, lalu menutup pintu dan menguncinya.

Desya mengikuti tindakan pria itu dengan tatapan. "Tadi kamu tidak kunci pintunya saat pergi?"

"Aku lupa, sudah panik duluan. Kamu mau minum apa?"pria itu bertanya tetapi tidak menatap mata Desya. Entah kenapa jantungnya bertalu lebih kencang, antara percaya dan tidak percaya sekarang ia bersama dengan Desya dalam satu rumah. Ini impiannya dari dulu, tetapi setelah terwujud ia menjadi canggung dan gugup.

"Tidak usah" jawab wanita itu sambil menunduk menatap jari-jarinya yang berada dipangkuan dalam diam.

"Ehm..." Javas bergumam ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak ada satu kaliamatpun yang ia ucapkan. Bibirnya terasa kelu dan ia menjadi canggung sendiri. Berdehem pelan untuk melonggarkan tenggorokannya ia membuka mulut tetapi otaknya blank, dan tiba-tiba pipinya terasa panas menjalar ke telinga. Dia sungguh tak memahami responnya yang berlebihan saat ini.

"Kamu mau tidur?" Akhirnya Javas menemukan topik pembicaraan setelah beberapa menit duduk dalam keheningan. Tetapi topik yang keluar dari mulutnya sangat tidak disukai olehnya, ia masih ingin duduk berdua dengan Desya sekarang.

Desnya menoleh kearah jam dinding yang menunjuk angga dua belas malam. Ternyata sudah sangat malam tetapi ia sudah tidak bisa tidur.
"Aku belum mengantuk"

"Aku juga" balas Javas dengan senyuman menghiasi bibirnya. Lalu kemudian mereka kembali terdiam.
"Kamu besok masuk kampus jam berapa?"

Desya menatap Javas dengan pandangan yang sulit diartikan lalu kembali menunduk. "Mungkin aku besok akan mengajukan cuti"

Javas mengerutkan kening "Kenapa?"

"Aku sudah keluar dari rumah. Tentu saja orang tuaku tidak akan membiayai kuliahku lagi, sementara selama ini aku gak pernah menabung" Desya kembali merasakan perih didadanya dan matanya kembali berkaca.

"Aku yang akan bertanggung jawab untuk hidupmu sekarang. Lanjutkan kuliahmu Desya" ada ketegasan dalam ucapan pria itu.

"Jangan! Aku tidak mau menyusahkan. Menumpang dirumah kamu saja aku sudah merasa merepotkan. Aku akan cari pekerjaan"

"Tolong jangan membuatku merasa tidak berguna"

Mendengar ucapan pria itu, Desya lagi-lagi merasa hatinya penuh. Ia menatap Javas dan tersenyum lembut, mengucapkan rasa terimakasihnya.

***
Tbc

01 oktober 2023

Our Love Is CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang