23. Candu

357 18 3
                                    

Happy Reading...

***
Desya baru selesai mandi dan ia sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk saat melihat Javas muncul dari pintu depan dengan tangan yang menenteng bungkusan berwarna putih. Saat tatapan mereka bertemu pria itu tersenyum rikuh kearahnya. Lalu melangkah pelan menuju dapur dan meletakkan bungkusan yang dibawanya diatas meja makan.
"Kamu baru mandi?" Javas mencoba membuka obrolan.

"Iya" jawab Desya cuek kemudian duduk diatas sofa yang berada diruang tamu. Pura-pura tidak tahu kalau tatapan Javas masih mengawasi setiap pergerakannya.

"Sarapaan dulu" ucap pria itu kembut.

"hmm"

"Desya" Javas memperingati, tekanan disetiap kalimat yang diucapkan harusnya sudah membuat Desya mengerti.

"Iya iya" Desya berdiri menghentakkan kakinya kesal kemudian melangkah menuju Javas yang masih mengikuti pergerakannya. "Kenapa kamu natap aku kaya gitu?" Tidak tahan dengan tatapan pria itu.

Kekehan Javas terdengar lembut lalu belaian tidak kalah lembut menyapu rahang Desya. "Kamu cantik banget dan kamu hanya milikku" kemudian ia mengecup ringan bibir wanita itu. Menjauhkan wajahnya Javas menuntun Desya untuk duduk disalah satu kursi. "Makan dulu, ngambeknya bisa dilanjutkan nanti"

Desya mendengus, ia duduk dengan wajah masih menekuk tidak meladeni ucapan Javas. Saat Desya sedang menikmati makannya dalam diam darahnya berdesir kencang saat merasakan usapan lembut tangan Javas dipunggungnya turun kepinggang. Desya juga tahu bahwa Javas sedang menatapnya saat ini, ia mencoba cuek walaupun fokusnya sudah terpecah dengan tindakan pria itu.

"Makan yang banyak tubuh kamu sepertinya makin kurus" sura serak Javas menyentak Desya membuatnya menjatuhkan sendok hingga menimbulkan suara berdenting.
"Maaf-maaf, aku tidak bermaksud ngagetin" javas lalu bangkit dan mengambilkan sendok yang baru.

"Kamu tidak akan kenyang kalau hanya menatapku. Makananmu sama sekali tidak berkurang" Desya yang jengah ditatap terus begitu akhirnya membuka suara. Ia berharap nada suaranya terdengar tegas walaupun ia tidak yakin.

"Ohh iya" Javas terkekeh salah tingkah.
Mengaduk-aduk makanannya dan sesekali menatap Desya ingin menyampaikan sesuatu tetapi ia ragu.
"Sya" suara pria itu lagi-lagi terdengar.

"Iya Javas?"

Javas meletakkan sendoknya lalu mengalihkan fokusnya untuk menatap Desya yang juga sedang menatapnya penasaran. Menelan ludah yang terasa kelat dan pipi yang memerah menjalar ke leher. "Ka... kamu suka tubuhku engga?" Suara Javas pelan terkesan ragu-ragu.

"Hah?" Desya tersedak ludahnya sendiri, keningnya berkerut dalam.

Javas berdecak kesal melihat respon Desya yang tidak seperti harapannya. "Sudahlah! habisakan makananmu" ia kemudian beranjak dari meja makan lalu berjalan menuju ruang tv dan menghempaskan bokongnya disofa.
Tatapannya ke tanyangan di TV tetapi otaknya tidak berhenti memikirkan pertanyaan konyolnya tadi. Mengacak rambutnya kesal sesaat setelah menyadari betapa memalukan pertanyaan yang ia tanyakan kepada Desya. Merutuki kebodohan 'tolol banget bangsat' memencet remot TV secara acak melampiaskan kekesalan yang tidak tahu inngin ia lampiaskan kemana.

"Javas, TV nya bisa rusak kalau kamu gituin terus" jerit Desya lalu merebut remot dari tangan Javas yang tidak berani menatap kearah wanita itu.

"Aku mau keluara dulu sebentar"

"Apa-apa keluar! Kamu tidak betah berada dirumah ini karena ada aku?"
Tentu saja Desya tersinggung, setiap ada sesuatu yang mengganjal dihati pria itu pasti Javas akan langsung keluar rumah tanpa memikirkan perasaannya.

Javas menatap Sengit Desya yang juga menatapnya menantang "Jaga mulut kamu! Jangan asal bicara begitu.

"Memang ia kan? Malam ini kemana lagi? Pulang dengan keadaan tidak sadar dan bau menyengat ditubuh. Apa itu sudah menjadi kebiasaan kamu?" Ia mengingatkan lagi perbuatan Javas semalam yang bahkan belum lewat dua puluh empat jam tetapi pria itu akan mengulanginya lagi.

"Jangan asal bicara! Aku tidak seperti itu" bentak Javas didepan wajah Desya yang tersentak.
"Maaf... kamu tidak seharusnya bersama pria rusak seperti aku" lalu Javas menarik Desya kepelukannya.
"Aku tidak tahu caranya melepaskan sesuatu yang sedang menganjal dihati aku Desya, aku terbisa memendam. Karena dari dulu aku tidak punya siapa-siapa untuk berbagi. Sekarang aku memilikimu, aku sangat bersyukur, dan aku juga sedang belajar membuka diri tetapi ternyata sangat sulit. Kepercayaan diriku juga terjun bebas saat melihat betapa sempurnanya kamu, tetapi aku mencoba untuk egois dengan tetap mempertahankan hubungan ini walaupun takut dengan masa depan yang menunggu kita" ucap Javas panjang lebar dengan panik.

Desya hanya diam mendengarkan segala ucapan Javas yang tidak beraturan. Ia tahu pria itu butuh usaha yang keras untuk mengelurkan segala keluh kesahnya.

"Maaf semalam aku ninggalin kamu. Aku pergi ke kelap malam tapi aku tidak ngapa-ngapain hanya minum untuk mengalihkan rasa resah didada dan juga kepalaku."  Javas menghela napas keras lalu menenggelamkan wajahnya diceruk leher Desya, melabuhkan kecupan hangat disana.
"Kamu mau kan hanya bergantung kepadaku saja Desya? Jangan terima pertolongan apapun dengan bentuk apapun dan dari siapapun"

"Javas" Desya mencoba melonggarkan pelukannya untuk mengingatkan Javas bahwa mereka adalah mahluk bersosialisasi, mereka pasti akan membutuhkan bantuan orang lain bukan sekarang tapi dimasa depan. Javas tidak boleh mengelak itu.

"Tolong Desya... kamu sudah memiliki aku. Apapun akan aku lakukan untuk membuat kamu nyaman dan permintaan apapun aku penuhi asal kamu selalu bersamaku. Bahkan dari orang tuamu jangan terima apapun, mereka ingin kita pisah" samar Desya dapat mendengar getar dalam suara Javas yang tegas.

Desya menghela napas lalu menepuk-nepuk lembut punggung Tagang pria itu. Ia yakin hanya butuh waktu untuk melepaskan Javas dari rasa traumanya. Pria ini seperti takut ditinggalkan lagi, padahal ia tidak ada niat untuk lepas dari Javas.
"Iya Javas. Aku milik kamu seutuhnya dan tentu saja aku hanya akan bergantung sepenuhnya sama kamu" ucapnya meyakinkan Javas.

Javas melonggarkan dekapannya menjauh dan menatap manik Deaya yang juga menatapnya dengan tatapan berkaca, lalu setetes air mata mengalir dipipi wanita itu. Javas tersenyum lembut dan menyeka air mata itu. "Jangan menangis, kamu cengeng banget"

Desya merenggut dan memukul pelan dada Javas dengan kepalan tangannya. "Kamu yang buat aku menangis"

"Maaf sayang" bisik Javas diatas bibir Desya lalu dengan cepat melumat bibir merekah merah itu.  Desya menutup mata, remasannya dibaju Javas mengerat saat merasakan lidah pria itu menerobos masuk, dengan malu-malu Desya membuka mulutnya membiarkan Javas menguasai sepenuhnya. Desya hampir kehabisan napas saat Javas menjauhkan wajahnya dengan senyuman nakal. Tatapan pria itu membara menatap Desya lapar membuat Desya merona malu, ia menelan ludahnya susah seperi ada yang mengganjal ditenggorokannya.

Javas menunduk lagi, menciumi seluruh wajah Desya yang hanya pasrah dengan tubuh yang sudah lemah didalam dekapam Javas.
"Rasanya aku ingin memakanmu sampai habis" serak Javas.
"Kamu harus tanggung Jawab"

"Tanggung jawab apa?"

"Kamu membuatku candu" jawabnya tanpa maksud apa-apa tapi sukses membuat tubuh Desya yang sudah seperti jelly bergetar ringan.

***
Tbc...

22 januari 2024

Our Love Is CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang