16. melebihi apapun

319 16 3
                                    

Happy Reading❤️

***
Hari mulai sore tetepi tidak sekalipun Javas melepaskan perhatiannya dari Desya, ia selalu memastikan suhu tubuh wanita itu. Sekarang ia bisa bernapas lega karena demam Desya mulai turun dan wanita itu bisa tidur tanpa gelisah dan mengigau. Ia kemudian mengganti kembali air yang digunakan untuk mengompres wanita itu. Kembali kekamar ia melihat jam dinding yang sudah menujuk angka lima sore. Ia berfikir untuk segera membangunkan Desya sebelum waktu minum obatnya terlambat.

"Desya..." Javas mengelus lembut pipi wanita itu sembari memanggil namanya. Saat tangannya ditepis dan kening Desya mengerut terganggu Javas hanya terkekeh gemas kemudian ia mencubit pelan pipi wanita itu. "Bangun putri tidur, kamu harus mandi, rambut kamu lepek dan bau asem" ia terkekeh geli. Tidak mendapat respon Javas malah menunduk mengecup leher wanita itu, membuat Desya menggeliat kegelian.

"Javas... jangan ganggu" serak Desya mencoba untuk mendorong bahu Javas menjauhinya.

"Kamu bau asem" ucap Javas disela kegiatannya mengeksplor leher Desya menggunakan mulutnya dan mebggelitik disana dengan sentuhan lidahnya.

"Ahh... Javas"

"Jangan mendesah! Kamu harusnya bangun" Javas menggerutu kesal, ia bisa kehilangan akal sehat kalau Desya mendesah begitu.
"Ayo buka mata kamu" ia beralih memijat lembut dahi diantara alis Desya. Tetapi saat matanya menatap bibir merekah yang tampak kering itu ia malah tergoda, menunduk ia kemudian mengecup lembut disana.

"Aku masih ngantuk" Desya membuka matanya yang terasa berat. Ia menatap kesal Javas yang mengembangkan senyum tepat didepan wajahnya.

"Nanti bisa lanjut tidur. Sekarang bangun dulu ya" pria itu membantu Desya duduk lalu merapikan anak rambut yang lengket karena keringat menutupi wajah indah wanita itu.
"Aku bantu kamu mandi"

"Tidak usah!" Sela wanita itu langsung. Wajahnya memerah mengingat pria itu tadi pagi membersihkan bagian pribadinya, sekarang pun ia masih malu jika mengingat hal itu.

"Kenapa?" Javas mengerutkan kening.

"Aku bisa mandi sendiri"

"Kamu masih lemah"

"Aku udah kuat dan sehat" balas Desya keras kepala.

"Tetap saja kamu masib butuh bantuan Desya!" Javas meninggikan suara karena Desya yang sangat susah dibilangin.

"Tapi aku gak mau! Tolong Javas aku malu"

"Malu kenapa?"

"Kamu sudah melihat bagian pribadi tubuhku. Sebenarnya melihat wajahnu saja aku sudah tidak sanggup" beber wanita itu alasan yang sesungguhnya. Karena kalau tidak begitu pria ini bisa lebih keras lagi dengan pendiriannya.

Wajah Javas langsung memerah membayangkan kegiatannya tadi pagi. Bukan hanya Desya, ia juga tidak sanggup berhadapan dengan wanita itu. Bukan karena malu atau apa, tetapi membayangkan apa yang dilihatnya tadi pagi tubuhnya selalu mempunyai reaksi yang berbeda. Ia bahkan ingin melihatnya lagi, lebih dari itu ia ingin merasakannya dimulutnya. Tuh kan dirinya sudah tidak tertolong. Diingatkan tentang hal itu ia malah membayangkan yang tidak-tidak. Ia butuh mandi air dingin sehabis ini. Berdehem salah tingkah, ia mengelus leher belakangnya kemudian meliarkan pandangannya untuk menghidari tatapannya bertenu dengan wanita itu.
"Kamu lagi sakit, jadi wajar kalau dibantu untuk mandi"

Desya sudah akan mebantah tetapi ia akhirnya pasrah saja saat akan beranjak dari tempat tidur ia malah merasa pusing berputar dan hampir jatuh kalau tidak dipegang oleh Javas.
"Tuh kan, aku bilang apa! Jangan membantah lagi" Javas meremas bahu wanita itu dan menuntunnya untuk duduk dipinggiran ranjang.
"Kamu duduk dulu disini. Aku mau siapin air hangat sama kursi buat tempat kamu duduk di kamar mandi nanti" kemudian pria itu dengan cepat
Pergi kedapur lalu beberapa menit kemudian kembali kekamar.

Dengan cekatan Javas membantu Desya melepas satu persatu kancing bajunya lalu menjatuhkan baju tersebut dibawah kakinya. Desya menunduk malu dengan spontan melindungi dadanya menggunakan tangan. Kemudian ia dipakaian handuk untuk menutupi tubuh dari bagian dada kebawah. "Gapapa. Aku gak bakal macam-macam, aku orang pertama yang akan melindungimu bahkan dari diriku sendiri" Javas mencoba menenangkan Desya yang meringkuk melindungi tubuhnya seperti takut akan diterkam olehnya. Pria itu lalu mengangkat tubuh Desya menuju Kamar mandi.

Sesampainya dikamar mandi ia didukkan disebuah kursi plastik. Lalu Javas mencoba mengukur suhu air yang sudah disiapkannya menggunakan tangan. Desya hanya menatap kegiatan pria itu dalam diam. Dia belum pernah selemah ini sebelumnya, ia adalah anak yang mandiri dan kuat. Saat sakit ia akan memaksakan tubuhnya untuk melakukan apapun sendiri dan sakitnya juga akan sembuh sendiri. Tetapi lihat lah sekarang, berdiri saja dirinya tidak sanggup. Apakah karena dia bersama dengan seseorang yang membuatnya nyaman atau malah pria itu yang membuatnya lemah begini. Desya tidak tahu tetapi ia menikmati perhatian Javas yang sangat fokus kepadanya. Pria itu hanya menatapnya dengan penuh pujaan.

"Handuknya dibuka ya?" Suara Javas terdengar membujuk. Lalu dengan perlahan ia membiarkan saja handuk satu-satunya kain yang menutupi tubuhnya dibuka. Setelahnya air hangat mengaliri tubuh telanjangnya. Dengan telaten dan sangat lembut Javas mengusap seluruh tubuhnya menggunakan sabun dan spons yang biasa ia gunakan untuk menggosok tubuh saat mandi. Dadanya bertalu kencang saat merasakan sentuhan tangan Javas membelai kulit telanjangnya. Pria itu begitu lembut dan penuh perasaan saat menyentuh kulitnya. Ia mendongak dan menemukan Javas menatapnya dengan tatapan aneh, pria itu seperti tersiksa. Gerakan dada Javas untuk bernafas terlihat lebih jepat dari sebelumnya. Bahkan desingan nafas pria itu terdengar membelai tengkuknya saat ia menunduk menyembunyikan wajah. Selama memandikannya ia tahu Javas merasakan hal yang menyiksa, tatapan pria itu menunjukkan segalanya. Tetapi bukan hanya pria itu yang tersiksa ia pun juga merasakan hal yang sama. Ketertarikan seksual mereka sangat kuat.

Desya sudah dipaikan baju tidur berlengan panjang dan celana panjang. Yang membuatnya memerah malu, pria itu tidak membantunya mengenakan bra karena tahu dirinya tidak nyaman tidur saat mengenakan benda itu. Bahkan rambutnya juga sudah dikeringkan oleh Javas. Saat ini mereka sudah duduk di meja makan dengan masing-masing makanan. Ia menatap bergantian makanan didepannya dan juga didepan Javas.

"Makan Desya, jangan dilihatin mulu makanannya"

"Kamu suka bubur?" Wajah sangar seperti Javas cukup mengherankan kalau pria itu menyukai makanan lembek itu.

"Tidak juga" balasnya cuek sembari menekuni makanan dihadapannya.

"Lalu kenapa kamu makan itu?" Desya menunjuk piring Javas dengan ekspresi ngeri. Melihat cara Javas memakan buburnya membuatnya merasa antara kasihan dan geli.

"Jangan banyak tanya. Ayo dimakan"

"Kalau tidak suka kenapa dipaksa? Kamu seperti mau muntah saat menelan" ia ingin tertawa melihat wajah tersiksa pria itu. Entah apa yang ada dalam fikiran Javas, kenapa memaksakan diri untuk memakan makanan yang tidak disuka.

"Aku makan apa yang kamu makan, tidak mau kamu merasa enek sendirian. Kalau kamu sudah sembuh besok kita bisa makan diluar"

Desya hanya tertawa melihat tingkah ajaib pria itu. "Tapi aku gak enek kok makan buburnya. Jangan dipaksain nanti kamu muntah"

"Aku bahkan tidak bisa menelan makanan lain selama kamu sakit!" Seru pria itu kesal membuat Desya terdiam.

"Maaf aku ngerepotin kamu" ia sungguh merasa bersalah.

Javas berdecak tidak suka mendengarkan kalimat wanita itu.
"Dan sekarang kamu seolah-seolah berbicara dengan orang asing. Aku tidak suka Desya. Dalam cinta tidak ada maaf dan terimakasih semua murni tulus dari dalam hatiku. Aku tidak suka kalau kamu bertingkah seperti orang asing begitu, aku bisa marah" ia menekankan setiap kaliamatnya agar wanita itu mengerti.

"Iyaa Javas, jangan marah aku tidak akan mengulanginya lagi" Desya menenangkan dengan cara menyentuh dan megelus lembut punggung tangan pria itu. "Aku tahu kamu sangat peduli kepadaku"

"Melebihi apapun didunia ini! Kamu harus tahu itu. Aku bahkan memujamu dari dulu"

***
Tbc

21 Oktober 2023

Our Love Is CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang