Happy Reading❤️
***
Setelah terdiam cukup lama Javas memutar otak untuk mencairkan suasana yang mulai canggung dan ia tidak suka itu. Biasanya mulutnya tidak pernah sekelu ini, ia selalu mampu mencairkan suasana dimanapun berada tapi entah kenapa saat ini ia merasa berbeda dengan dirinya sendiri. Sekarang ia malah ingin merokok, siapa tahu otaknya mulai bekerja dengan semestinya setelah ia menghabiskan satu batang rokok. Tetapi saat tatapannya menemukan Desya yang juga sama canggungnya dengannya, ia memutuskan beranjak mengambil tas wanita itu dan membawanya kekamar. Mereka butuh waktu untuk berfikir dan mencerna apa yang terjadi saat ini, dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.Sesampainya dikamar Javas mengganti sprei yang sudah lama tidak diganti dengan yang baru diambil dari laundry dan masih wangi. Mengumpulkan beberapa pakaian yang berserakan, merapikan semampunya. Setelah puas, ia kembali keluar dan menemukan Desya masih duduk menunduk dengan canggung.
"Kamu mau mandi? Aku panasin air" dirinya sudah seperti suami rumah tangga saja. Ia kemudian terkekeh geli dengan pemikirannya sendiri."Tidak usah Javas, aku sudah mandi tadi"
"Yaudah, kamu tidur lah. Ayo... aku antar kekamar"
Desya meliarkan pandangannya ia hanya melihat ada satu pintu kamar.
"Kamu tidur disana" seolah mengerti pertanyaan dalam pikirannya, Javas kembali melanjutkan. "Aku tidur disofa""Aku saja yang tidur di sofa" ucapnya tidak enak hati.
"Kamu mau tidur bareng sama aku disofa?" Tanya pria itu jahil sambil tersenyum
"Aku gak bilang begitu!"
"Iya iya... aku becanda, sana masuk kekamar. Aku mau merokok dulu kedepan sebentar" Javas sudah berbalik tetapi suara kesal Desya mengenghentikan langkahnya.
"Mau kemana? Ini udah malem banget" Desya mengerut tidak suka, secara tidak sadar ia sudah bersifat seperti pacar possesive. Saat melihat tatapan heran pria itu, Desya kemudian sadar dengan keanehannya. Ia berdehem pelan kemudian meliarkan pandangan mencoba untuk menghindari tatapan penasaran pria itu.
"Kamu gak mau aku pergi?" Tanya pria itu serak. Entah kenapa Javas tiba-tiba merasa tenggorokannya kering, ia butuh air minum sekarang.
Mendengarkan pertanyaan pria itu, bukannya mengelak Desya malah makin kesal. "Memang mau pergi kemana lagi malam-malam begini?"
Javas terkekeh kemudian mengacak gemas rambut wanita itu. "Jangan cemberut, bukannya seram malah bikin aku gemas" pria itu lalu mengelus dahi Desya yang mengerut kemudian menarik sudut-sudut bibir wanita itu keatas menggunakan jarinya.
Desya merasakan pipinya memanas ia yakin sekali wajahnya sudah seperti kepiting rebus sekarang. Mau diletak dimana wajahnya, kenapa ia tidak dapat mengontrol diri jika dihadapan pria ini. "Apaan sih" ia menghempaskan tangan Javas yang berada diwajahnya jangan sampai pria itu merasakan wajahnya yang menghangat. Kemudian berpaling dari tatapan Javas, kalau tidak segera ia memutus tatapan itu ia bisa melompat untuk memeluk dan mencium pria itu seperti tadi. Malu-maluin saja kelakuannya hari ini. "Aku mau tidur saja"
"Ayo, aku antar" Desya tidak sempat mengelak. Javas menuntun jalan Desya menuju kamar dengan tangan menekan pinggang bawah wanita itu. Javas tidak tahu saja panas dari telapak tangannya membuat badan Desya ikutan memanas. Tetapi secara bersamaan juga merinding dan seperti ada yang bergejolak diperut bawahnya. Sentuhan begini saja sudah membuat wanita itu panas dingin begini.
Sesampainya dikamar, Javas menuntun wanita itu untuk duduk dipinggiran ranjang lalu mengambil tas Desya disudut kamar. Desya mengikuti kegiatan pria itu dengan tatapan. Sekarang pria itu malah duduk dilantai tepat didepan pintu lemari lalu membuka tas Desya dan menyusun pakaian wanita itu di sisi yang kosong lemari. Entah kenapa dadanya terasa menghangat melihat isi lemari yang diisi oleh pakaiannya dan juga milik Javas. Saat sedang menatap kegiatan pria itu dengan serius, tiba-tiba Javas berbalik dan menatapnya dengan salah tingkah lalu berdehem pelan.
"Ehmm... yang ini kamu lanjutin ya"Desya melihat kedalam tas yang sudah mulai kosong tetapi ada tas kecil transparan yang berisi pakaian dalamnya. Dirinya ikut salah tingkah, dengan cepat berdiri lalu mengangkat tas transparan itu dan memasukkannya kedalam lemari dibagian belakang bajunya.
"Kamu gak jadi keluar?" Ia bertanya untuk mengalihkan kecanggungan yang melingkupi mereka.Javas mengangkat pandangannya membalas tatapan Desya. "Tadi kamu nggak ijinin" jawab pria itu enteng dengan kening berkerut. Jawaban itu malah membuat Desya makin salah tingkah.
"Siapa bilang aku gak kasih ijin!"
"Jadi boleh ni aku keluar main malam ini?" Javas mencoba memastikan, matanya menyipit menatap Desya.
Desya mengerut tidak suka "Tadi katanya keluar cuman buat merokok doang!"
Javas sangat menikmati ini, ia terkekeh lagi, entah sudah berapakali ia hari ini tertawa. "Kan sekalian"
Desya tidak menjawab lagi, wanita itu berbalik cepat dan dengan gerakan kasar melepaskan jaket Javas dari tubuhnya. Ia kesal sekali sekarang, bahkan matanya sudah mulai memanas, ia tidak mau pria itu melihat air matanya.
"Jadi boleh nih?" Dan dengan tidak pekanya Javas lagi-lagi melempar bensin ke dadanya yang sudah terbakar emosi. Entah pria itu sengaja ingin memancingnya atau memang dasar tidak peka saja terhadap wanita, Desya juga tidak tahu.
"Terserah!" Jawabnya kasar. Ia menyibak selimut lalu masuk kedalam bersamaaan dengan rasa hangat yang mengalir dipipinya. Bahkan matanya masih merah dan bengkak karena tangisannya yang tadi, sekarang pria ini malah membuatnya menangis lagi. Dasar Javas nyebelin.
"Desya" panggil pria itu lembut dengan mengguncang pelan bahunya yang ditutupi selimut. Tetapi Desya tidak menjawab, ia sedang marah sekarang.
Dan pria itu juga tidak mau kalah, Javas memanggilnya hingga beberapa kali membuatnya terganggu. Karena kesal ia menyibak selimut kasar dan menatap berang kepada Javas.
"Apa lagi?!""Kenapa menangis?" Dan pria itu malah bertanya kenapa ia menangis. Desya hampir saja tertawa keras mendengar pertanyaan itu. Memang semua pria sepertinya sama saja. Tetapi ia tidak mau mengatakan apa-apa, ia menyeka air matanya dengan kasar.
Javas duduk dipinggiran ranjang disamping Desya yang berbaring dan sekarang malah tidur miring membelakangi pria itu. "Padahal kamu tinggal bilang saja kalau ingin bersamaku malam ini. Aku pasti nurut kok" ucap pria itu lembut, tidak ada nada mengejek disana. Lalu Desya merasakan elusan lembut dirambutnya.
"Kamu nyebelin" Desya lagi-lagi menangis, suaranya serak membuat Javas menghela nafas merasa bersalah.
"Aku mau ditinggalin padahal aku baru saja bersedih, kamu mau biarin aku sendirian disini?""Engga Desya. Tadinya aku mau duduk diteras depan saja untuk merokok. Emang kamu tidak merasakan kecanggungan yang terjadi diantara kita setelah kita sampai dirumah ini? Aku hanya ingin kamu menenangkan diri dulu" Javas terdiam sejenak. "Ternyata aku salah, maaf ya"
Desya berbalik dan duduk lalu memeluk erat pria itu. Ia tidak mau Javas merasa bersalah hanya karena dirinya. "Kamu tidak salah, aku saja yang ribet"
Javas tersenyum lalu menekan belakang kepala Desya untuk bersandar didadanya dan menepuk-nepuk punggung wanita itu. "Aku senang kok kamu ribetin. Jadi jangan diam dan menangis kalau ada yang mengganjal dihati kamu, langsung utarakan. Aku sama seperti pria pada umumnya, kuarang peka"
***
Tbc05 oktober 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Love Is Crazy
Roman d'amour21+ Mereka berdua seperti pasangan psikopat yang menikmati kesakitan dan gemar menyakiti diri sendiri atas nama cinta. Desya seperti kehilangan kewarasan kerena menikmati kesakitan yang didapat dari Javas dan pastinya akan disembuhkan kembali oleh p...