14. Menahan diri

301 15 2
                                    

Happy Reading❤️

***
Setelah tinggal bersama Javas seminggu ini, Desya selalau merasakan kebahagian yang tidak dapat dojabarkan olehnya. Saat dikampus Ia tidak sabar untuk segera pulang kerumah dan bertemu dengan pria itu walaupun terkadang mereka masih canggung. Tetapi Javas memperlakuakannya seperti ratu, pria itu sangat menghormatinya dan menjaganya sepenuh hati. Ia merasa sangat beruntung disayangi sebegitu dalam oleh Javas. Seperti saat ini ia sedang sakit dan Javas sudah uring-uringan dari semalam. Pria itu tidak tidur semalaman menemaninya, memastikan demamnya sudah turun. Dan karena tidak ada perubahan pagi ini pria itu makin kalang kabut.

Desya sudah merasa tidak enak badan semenjak kemarin malam karena harus begadang mengerjakan laporan ditambah lagi kehujanan sepulang dari kampus.

Javas sedang mengompres gadis keras kepala itu. "Demamnya makin tinggi Desya, kita harus ke rumah sakit!" Melihat tubuh Desya melemah, Javas merasakan tikaman tak kasat mata menusuk dadanya.

"Aku gak mau kesana" bahkan untuk berbicara saja wanita itu seperti menggunakan seluruh tenaga yang dimilikinya.

"Jangan keras kepala!" Javas bertambah kesal "ayo aku bantu berganti pakaian" ia mencoba melembutkan nada suaranya. Tubuh sudah melemah begitu tetapi masih sanggup membantah membuat Javas naik darah saja.

"Kalau kamu memaksa, aku tidak akan memaafkanmu, aku tidak mau berbicara denganmu lagi" tuh kan, lihat betapa pembangkang dan keras kepalanya wanita itu. Apa susahnya, dia hanya mengajak kerumah sakit.
Javas mengacak rambutnya frustasi, ia sudah kehabisan akal untuk membujuk wanita itu. Lalu ia beranjak dari duduknya dan pergi begitu saja keluar kamar.

"Kamu mau kemana?" Tanya wanita itu lemah tetapi tidak ada jawaban hanya bantingan pintu menunjukkan  betapa marahnya Javas. Melihat punggung tegang Javas yang mengabaikannya membuat Desya sedih, air matanya keluar tiba-tiba.

Selang beberapa lama Javas kembali masuk dengan membawa kom besar berisi ai hangat dan juga handuk kecil untuk menyeka tubuh Desya. Pria itu duduk dipinggiran ranjang, tanpa mengatakan apapun membuka satu persatu kancing baju tidur Desya.
Dengan lemah Desya mencoba menahan tangan Javas. Ia mendongak menatap wajah keras pria itu.
"Javas kamu mau apa?"

"Menyeka tubuh kamu" jawab pria itu singkat. Menyingkirkan tangan Desya yang lemah kemudian melanjutkan membuka kancing baju wanita itu sampai kebawah. Setelah semua kancing baju tidur wanita itu lepas Javas tidak pernah memperkirakan efek yang akan terjadi ketubuhnya. Ia menaikkan pandangan menatap mata sayu Desya yang memerah lalu wanita itu memalingkan wajah mungkin karena malu. Desingan nafas Javas sampai terdengar mengerikan karena harus menahan gejolak yang memberontak didalam tubuhnya. Tetapi dengan sabar dan telaten Javas tetap melakukan tugasnya walaupun ia sesekali menahan nafas untuk memperingati diri sendiri. Dadanya serasa akan meledak karena didobrak keras dari dalam.

Setelah tubuh bagian atas diseka dengan air hangat, kemudian Javas membantu Desya duduk lalu membuka kaitan bra yang berada dipunggung wanita itu. Desya yang lemah hanya pasrah kepalanya terkulai lemah didada pria itu. Saat Javas menyentuh bagian tubuh belakang Desya ia tersentak merasakan Panas kulit punggung Desya yang terasa membakar. Pria itu lalu melanjutkan menyeka punggung itu dan kemudian memakaikan baju tidur terusan yang lebih gampang dibuka jika Javas akan kembali menyeka tubuh Desya.

Kembali menidurkan Desya, setelahnya javas kembali keluar kamar lalu muncul lagi dengan kom yang sama berisi air hangat lagi.
"Tadi aku ganti airnya" melihat kerut samar dikening Desya, Javas mencoba menjelaskan. "Sekarang bagian bawahmu harus dibersihkan" lanjutnya lagi tenpa memperdulikan wajahnya sendiri yang memerah. Membayangkan dirinya sendiri akan menyentuh bagian bawah wanita itu sudah sudah membuatnya panas dingin begini.

"Ti... tidak usah Javas" Desya sungguh tidak berfikir Javas akan merawatnya sebegininya.

"Untuk kali ini jangan membantah Desya. Semalaman kamu tidur tidak nyaman" ia yang menjadi saksi betapa gelisahnya Desya semalaman mungkin karena harus tidur tampa membersihkan tubuh terlebih dahulu tetapi kalau harus kekamar mandi wanita itu pasti akan jatuh.

"Aku... aku malu" cicit wanita itu.

"Tidak usah malu, kamu sedang sakit jadi wajar saja kalau aku merawatmu"
Javas merapikan baju terusan Desya sampai kepaha agar saat ia menurunkan celana wanita itu bagian tengah tubuh itu tetap terlindungi. Setelah menurunkan celana panjang wanita itu , Javas melanjutkan menyeka bagian paha dan kaki wanita itu. Ia menunduk dalam mencoba fokus walaupun otaknya sudah tidak singkron dengan perasaanya, biar bagaimanapun ia tetap lah seorang pria. Dan wanita yang sedang tertidur lemah dihadapannya ini adalah wanita yang menjadi mimipi indahnya sedari remaja, wanita idamanya. Ia bahkan dapat mendengarkan desingan nafasnya sendiri. Kalau Desya tahu apa yang ada didalam pikirannya saat ini, ia yakin wanita itu akan lari ketakutan. Javas bahkan ingin melahap habis wanita itu, tetapi rasa sayangnya membuatnya menahan diri, ia berdebat dengan diri sendiri.

"Javas jangan" Javas mendongak menatap mata Desya yang menatapnya horror saat ia mencoba untuk menurunkan celana dalam wanita itu. Ia hanya tersenyum menenangkan lalu melanjutkan kegiatannya. Mengambil tisu yang tadi pagi dibelinya diapotik. Ia pagi buta tadi sudah keluar membeli obat dan tisu untuk membersihkan bagian kewanitaan, ia yakin akan membutuhkannya. Tidak perduli dengan tatapan penasaran wanita penjaga apotik itu. Menekuk kaki wanita itu ia menunduk lalu dengan tangan yang mulai gemetar ia mencoba menyeka lembut bagian intip wanita itu menggunakan tisu. Keringatnya mulai menetes melewati bulu mata, ia akan mempertimbangkan untuk membeli ac nanti, kenapa kamar ini terasa sangat panas? Biasanya tidak seperti ini. Javas menyeka keringatnya dengan punggung tangan lalu menelan ludah yang terasa mengganjal ditenggorokannya. Tiba-tiba kaki wanita itu merapat saat ia masih fokus, ia mendongak dan menemukan Desya sudah merah padam.

"Su... sudah, aku malu"

Entah kenapa melihat wajah merona itu membuatnya makin tidak bisa berfikir jernih "I... iya" ia harus segera menenangkan diri dengan menjauh dari wanita ini. "Ayo pakai celananya" Javas kemudian membantu Desya mengenakan celana dalam yang baru, diambilnya dari lemari sekalian sama baju tidur terusan yang sudah dipakai wanita itu. "Aku kedapur sebentar ya, jangan tidur dulu" Javas kembali kedapur membawa serta kom besar yang ia gunakan tempat air untuk menyeka tubuh Desya.

Beberapa menit kemudian muncul lagi didepan pintu dengan nampan ditangannya. Pria itu tersenyum lembut membuat Desya ikut tersenyum. "Kamu sudah tidak marah?" Tanya wanita itu membuat Javas membeku.

"Aku tidak marah"

"Kamu mendiamkanku tadi, menatapku dengan tatapan marah"

Menghela nafas pelan "kamu keras kepala" membantu Desya duduk dan menyusun bantal dibagian kepala ranjang lalu mengatur posisi wanita itu agar duduk dengan bersandar nyaman.
"Ayo dimakan" Javas mengarahkan sendok kearah mulut Desya. Dengan sabar pria itu menyuapi Desya sampai bubur yang berada dimangkok itu habis tampa sisa. Meletakkan mangkoknya Javas kemudian membantu wanita itu untuk minum. "Nah setelah ini kamu bisa minum obat" mengambil plastik yang berada dinakas lalu membuka bungkus obat demam yang sudah ditanyakannya terlebih dahulu kepada anak bosnya yang seorang dokter, merek obat demam yang bagus dan cepat untuk menyembuhkan demam.

"Aku tidak suka minum obat" Desya menutup mulutnya saat Javas mengarahkan satu obat berukuran lumayan kemulutnya.

"Desya!" Javas kembali menatap tajam wanita keras kepala itu. "Kalau kamu tidak mau minum obat saat ini juga kita ke rumah sakit, kamu harus disuntik"

"Aku takut jarum" Mata desya kembali berkaca, ia sudah membayangkan jarum yang menembus kulitnya.

"Makanya minum obat" tegas Javas, ia tidak membutuhkan bantahan saat ini.

"Kamu jahat!" Serunya keras sesaat setelah obat pahit itu melewati tenggorokannya. Desya kembali minum dengan rakus untuk menghilangkan rasa pahit dilidahnya.

"Demi kebaikan kamu. Jangan membantah" Javas menyentil pelan kening wanita itu. "Jangan langsung rebahan" titahnya lagi.

***
Tbc

15 Oktober 2023

Our Love Is CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang