21. perdebatan pertama

302 20 4
                                    


"Bayar uang kuliah kapan?" Javas baru selesai mandi dan masih mengeringkan rambutnya dengan handuk. Tetapi pria itu sudah mengenakan baju, itu dilakukan karena tidak mau Desya melihat luka baru yang berada didadanya akibat perbuatan perempuan itu saat mereka bercinta di pantry kemarin malam. Ia mengembangkan senyum membayangkan percintaan mereka dan betapa histerisnya Desya melihat luka gigitan didadanya. Wanita itu bahkan menangis.

Desya mengangkat pandangannya dari laptop dihadapannya. "Semester ini sama semester depan sudah dibayar papah" jawabnya kalem.

Javas tersentak langsung menatap manik Desya tajam.
"Papa siapa yang bayar?" Desisnya tidak suka.

"Papaku Javas, emang papa siapa lagi?"

"Kamu masih berhubungan dengan mereka?" Javas marah, pria itu bahkan meremas handuk ditangannya dengan penuh emosi.

"Aku gak terlalu dekat dengan papa, tapi kalau untuk urusan uang kuliah dan uang jajan papa selalu rutin transfer ke rekeningku dari dulu" satu lagi fakta yang membuat Javas makin murka.

"Kembalikan semua!" Ia lemparkan handuk di tangannya sembarangan.

"Hah?" Desya mendongak menatap Javas yang sudah sekaku papan dengan tatapan bingung.

"Aku bilang kembalian uang yang sudah dikirim ke rekening kamu"

"Gak bisa gitu Javas"

"Kenapa gak bisa? Kamu tanggung jawabku sekarang. Mereka gak berhak apa-apa lagi"

"Mereka berhak, mereka orang tua ku"

Javas tertawa sinis "tidak ada orang tua yang membuang darah dagingnya sendiri Desya, kamu jangan bodoh!" Ia berteriah diakhir kalimatnya.

"Javas!"

"Apa!"

"Kamu kenapa sih?"

"Kamu yang kenapa? Kamu sadar gak sih mereka ingin memisahkan kita berdua!"

"Tapi kita sudah bersama sekarang, mereka bahkan tidak pernah mengganggu hubungan kita lagi"

"Tidak sekarang! Mereka menunggu waktu yang tepat sambil menembakkan racun ke hubungan kita"

Desya mengerutkan kening dalam "Kamu yang memberi racun dihubungan kita! Jangan mengada-ada!"

"Apa kamu bilang?" Desis Javas tajam sembari berjalan mendekati Desya seperti singa yang siap memangsa target.

"Buang prasangka buruk dari fikiran kamu Javas" Desya melembutkan nada suaranya. "Dengan uang kuliahku yang masih dibiayai oleh papa bukannya kita cukup terbantu dengan itu? Berfikir positif saja"

"Sudah lah kamu tidak akan mengerti"

"Iya, aku memang tidak memgerti dengan jalan fikiran kamu"

Javas mengehela nafas kasar lalu membuang pandangannya kearah lain.
"Aku keluar dulu"

"Kamu mau kemana?" Desya menahan tangan Javas yang sudah berbalik membelakanginya.

"Aku butuh berfikir, kamu tidur saja dulu" jawabnya kalem.

"Kamu disini saja jangan kemana-mana. Jangan tinggalkan aku sendiri" Desya setengah memohon.

Ia hampir luluh dan memeluk wanita itu, ia memang selemah itu, tetapi untuk saat ini ia butuh menenangkan fikiran yang mulai membuatnya takut.
"Tolong Desya, aku hanya sebentar" Javas melepaskan tangan Desya. Kemudian mengambil jaketnya cepat dan berlalu tanpa kata dengan pintu yang ditutup dengan suara debum yang memekakan telinga. Hingga suara motor terdengar dan menjauh.

Desya masih berdiri disana ditengah ruangan menatap nanar pintu itu, arah berlalunya Javas tanpa menatap lagi kearahnya. Dadanya terasa ngilu, kenapa pria itu begitu marah? Lalu tega meninggalkannya begini.

Our Love Is CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang