"Congrats, Gha...!" Siswi perempuan dengan rambut kriting sebahu menempelkan pipi kanan kiri dengan Megha.
"Selamat juga buatmu, Fin." Megha memegang kedua lengan sahabatnya, menatap wajah itu sambil menyipitkan mata. "Cie.. yang akhirnya bebas dari title Anak SMA!"
"Rasanya aku mau teriak, Gha. Serius!" Finara tampak bersemangat sekali, balik menatap dengan menyipitkan mata juga. "Tapi pasti kau larang karena alay, 'kan?"
Megha menggelengkan kepala. "Tidak. Teriaklah!"
Tidak pakai tanya lagi, Finara langsung saja berteriak seperti tarsan. "A..ku be... bas.....!"
Jangankan siswa lain di dekat papan pengumuman sekolah, Megha yang paling dekat sampai menyipitkan matanya, karena telinganya menahan berisik suara yang ditimbulkan Finara.
Tapi, seulas senyum masih terlihat di pipi gadis bernama lengkap Megha Padma Wisesa itu.
"Hah...!" Finara tampak lega sekali setelah berteriak. Tatapan mata protes dari siswa lain tidak ia hiraukan. "Akhirnya aku lega!"
"Ck. Sebegitu leganya?" Megha sampai geleng-geleng kepala.
"Iyalah, kehidupan kampus lebih menyenangkan, tanpa kekangan orang tua." Finara menangkupkan kedua telapak tangannya, sudah berhayal jauh sekali. "Argh, aku tidak sabar jadinya kuliah!"
Teriingat sesuatu, Finara segera mengambil telepon genggamnya. "Oh iya, aku belum kasih tahu Mama Papaku, Gha. Kalau aku lulus, malam ini mereka janji mau makan malam di restaurant pilihanku soalnya. Ingat, 'kan, kita harus dapat keuntungan maksimal atas pencapaian?"
"Ck." Megha berdecak, tersenyum tipis. "Dasar, kau memang si paling bisa memanfaatkan situasi!"
Finara hanya mengedipkan mata sekilas. Ia tidak sempat menjawab perkataan Megha tadi, karena suara perempuan sudah terdengar dari speaker telepon genggam yang ia dekatkan di telinganya.
Melihat Finara sibuk bicara ini itu dengan Mamanya, cewek berhijab putih itu mulai terpikir untuk menghubungi orang tuanya sendiri.
Namun, saat menghubungi satu per satu nomor Mama Papanya, tidak ada satu pun panggilan yang tersambung.
"Hmm. Pasti mereka sibuk seperti biasa," batinnya kecewa.
Papa Mama Megha sama-sama pengusaha, punya perusahaan yang mereka urus masing-masing.
Selama ini, gadis dengan lesung pipi di sisi kanan itu tidak pernah kekurangan uang, hanya saja, dia kekurangan kasih sayang.
Dulu, masih ada neneknya, yang selalu perhatian kepadanya. Nahasnya, saat SMP, neneknya meninggal, Megha sempurna menjadi anak kesepian di rumah mewahnya.
"Ah, apa aku kirim pesan di grup saja ya? Iya, begitu saja, biar aku tidak mengganggu mereka," imbuh Megha dalam hati, masih terus berusaha mengerti kondisi orang tuanya, yang selalu sibuk sendiri.
Megha : [Pa, Ma, aku lulus...!]
Megha : [Ehm.. apa nanti malam kita bisa makan malam bersama untuk merayakannya?]
Megha : [Sekali saja, apa Papa Mama bisa meluangkan waktu?]
Tidak ada jawaban, bahkan pesan itu centang satu, karena Papa Mamanya sepertinya tidak aktif.
Megha terus menerus melihat ke arah layar telepon genggamnya, berharap, tapi juga takut kecewa.
Saking fokusnya menunggu balasan, ia sampai terkejut saat Finara menepuk pundaknya. "Hayo, melamun apa!?"
"Ish, kau ini, mengejutkan saja!" protes Megha, telepon genggamnya hampir jatuh.
"Ya sorry." Finara sudah melingkari lengannya, menggelayut manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ReiGhaRa : Never be an option
RomanceNEVER BE AN OPTION! Gelimang harta tidak serta merta membuat Megha Padma Wisesa bahagia. Di tengah pengabaian orang tuanya, gadis penuh luka itu justru terpaksa menikah dengan Reigha Mahendra, laki-laki dingin, cucu dari seorang pebisnis sukses bern...