Fakta dan Perhatian Aneh?

50 2 0
                                    

"Tapi tidak, kemarin waktu pingsan dokter cuma bilang Mama kecapean. Hmm." Megha bergumam seorang diri, memikirkan semua yang mungkin.

Sementara, Reigha sesekali melirik ke samping. Ia walaupun terlihat cuek, tapi sejak tadi mendengarkan setiap celoteh yang keluar dari gadis itu.

>

Beberapa menit kemudian.

Mobil yang membawa Reigha dan Megha berhenti di dekat gerbang sekolah.

Tanpa berkata-kata, Megha langsung turun, menutup pintu begitu saja.

BRAK!

Reigha masih menatap gadis yang kini berlari memasuki sekolahnya itu.

"Dasar, jangankan salam, terima kasih pun tidak!" ketusnya mulai mengemudikan mobil lagi.

>

Siang hari.

Megha terlihat turun dari taksi. Gadis yang memakai seragam SMA itu segera berlari ke lobby perusahaan, tapi justru dipanggil seseorang. "Non Megha?!"

Saat ia menoleh, seorang perempuan yang memakai setelah kantor warna hitam menghampirinya. "Tante Risti?" ucapnya mengenali wajah yang tidak asing, walau sudah lama tidak bertemu.

"Ya Allah, sudah sebesar ini. Semakin cantik saja, Non Megha," puji Risti begitu ramah.

Megha memaksakan diri tersenyum tipis. "Terima kasih, Tante. Oh iya, Papa Mama ada di dalam, 'kan, Tante?"

Seketika ekspresi Risti berubah. Gurat-gurat ramah menghilang, jadi datar.

Paham ada yang aneh dengan ekspresinya, Megha segera bertanya, "Kenapa, Tante? Papa Mama tidak ada ya? Atau sedang perjalanan bisnis ke luar?"

"Hmm." Risti menghela napas. Ia rengkuh tubuh gadis muda itu, membawanya jalan. "Ayo, Tante jelaskan sambil duduk!"

Nada suara itu, membuat kecurigaan Megha berlipat-lipat. Ia menurut, duduk di taman bagian depan perusahaan.

"Sebentar, kau tunggu di sini. Tante belikan minum --"

"Tidak, Tante. Tidak perlu. Tolong langsung jelaskan saja," sela Megha dengan ekspresi memohon.

Untuk sepersekian detik, Risti tertegun melihat wajah gadis itu, seolah kasihan, seolah iba.

Ia duduk di sebelah Megha, saling berhadapan. "Sudah hampir tiga tahun, perusahaan ini dijual, Non."

Megha sekali lagi dibuat terhentak. "Di-dijual, Tante? Tiga tahun?"

"Ya. Setelah Nenek Nona meninggal, perusahaan ini dijual. Papa Mama Nona mulai menjalankan bisnis masing-masing kelihatannya."

"Hmm." Helaan napas yang begitu sesak terdengar. Megha sungguh tidak tahu apa-apa tentang orang tuanya.

Semua yang ia kira baik-baik saja, ternyata tidak seperti itu adanya.

"Tunggu, bisnis masing-masing? Papa Mama tidak menjalankan bisnis bersama? Kenapa?" tanyanya agak janggal.

Risti ragu mau bercerita. Melihatnya, Megha meraih tangannya, ia genggam sambil memohon. "Tolong, Tante. Ceritakan semuanya ya?"

"Hmm. Tante tidak tahu persisnya. Tapi, setelah Non Megha lahir, Ibu Sandia kembali ke kantor, komunikasinya dengan Pak Vandi sudah berbeda, tampak seperti sedang ada masalah. Sempat ada desas-desus perselingkuhan, tapi, kami tidak pernah tahu jelasnya. Mereka tetap menjalankan perusahaan berdua, walau hanya profesionalitas semata. Tidak seperti dulu, pokoknya berbeda."

Bagai dipukul gada, Megha terhenyak. "Se-selingkuh? Siapa?"

"Sekali lagi, itu hanya desas desus, tidak pernah ada yang mengkonfirmasi, Non. Pak Vandi dan Ibu Sandia juga sangat profesional, tidak terlihat jelas kalau mereka bertengkar. Tapi, bagi kami, yang sudah lama ikut mereka jelas bisa merasakan bedanya. Hingga pengumuman penjualan perusahaan, jelas sudah semua kecurigaan kami, bahwa memang mereka tidak baik-baik saja."

ReiGhaRa : Never be an optionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang