"Kubilang jangan banyak tanya, 'kan? Menurut saja apa susahnya?!" ketus Reigha, membuat bibir Megha mengerucut lagi, menatap kesal.
"Padahal kalau bilang cemburu juga tidak masalah, suka sekali buat orang penasaran begini," omel Megha dengan suara lirih, tapi, suaminya masih bisa dengar.
Namun, laki-laki itu membiarkannya. Ia lebih memilih memasang headlamp di kepalanya.
Megha mengikuti, memasang headlampnya sendiri. Tanpa menunggu istrinya selesai, Reigha berjalan pergi, meninggalkan istrinya begitu saja.
"Lho-lho, tidak doa sama tos dulu?" ucap Megha sambil menyusulnya.
Sayang, tidak ada jawaban dari laki-laki yang berjalan di depannya.
Padahal, Megha mau merasakan rasanya dipimpin doa, atau sekadar tos, seperti video pendakian yang ia tonton sebelum berangkat.
Gadis itu tidak bicara lagi. Ia hanya berdoa dalam hati, sambil menutup mata sekilas.
BUK!
Siapa sangka, setelahnya ia justru menabrak Reigha, yang entah kenapa berhenti.
"Aduh, maaf-maaf," ucap Megha.
Reigha menoleh ke belakang. Wajahnya tampak kesal, tapi, tidak bicara apa-apa.
Megha sudah takut sendiri. Lebih-lebih tangan suaminya itu terlihat bergerak, ke arah kepalanya.
"Mau apa dia?" batin Megha, curiga mau diusap-usap kepalanya, atau justru mau dapat hukuman berupa jentikan di dahi.
Megha sampai reflek menutup mata. Sampai, suara terdengar.
TEK!
Langkah kaki menjauh, Megha membuka matanya. Sorot cahaya headlamp terlihat di punggung Reigha yang ia lihat.
Saat itulah, Megha sadar, jika semua tebakannya tadi salah. "Ck. Ternyata cuma menyalakan headlamp? Kenapa tidak bilang saja? Pakai buat orang deg deg an segala. Dasar pelit bicara!" ketusnya sambil mulai jalan lagi.
Sementara, raut wajah Reigha tampak lebih kesal lagi. Lihatlah, dia sudah coba menurunkan kecepatan jalannya, tapi, istrinya itu tidak kunjung juga bisa mengimbanginya.
"Dasar merepotkan!" batinnya.
Akhirnya, ia pura-pura menunduk, membenarkan sepatunya. Megha menyalip, pura-pura tidak peduli.
Setelah istrinya di depan, barulah ia berjalan lagi, mengikuti dari belakang, dengan jarak yang dekat.
Tampaknya, mereka adalah rombongan terakhir yang jalan. Jadilah, suara hewan malam semakin terdengar, menemani setiap langkah mereka.
Jalanannya masih jalan mirip paving yang tertata rapi, tapi mulai menanjak sedikit demi sedikit.
Awalnya masih ada bangunan, tapi, lama-lama hanya pohon-pohon tinggi saja.
Megha menikmati suasana sepi itu. Ya walaupun sudah mulai dingin, tapi itu pengalaman yang menyenangkan.
Sampai, jalannya mulai naik tajam, fisik Megha mulai kewalahan. Ia banyak berhenti, suaminya pun menunggunya.
Ya walau, ucapannya selalu pedas. "Shubuh baru sampai!"
"Tidak-tidak. Ayo jalan lagi!" Megha memaksakan diri jalan. Gadis itu bertekad, tidak mau membebani Reigha, karena ia mau mendekati laki-laki dingin itu.
Karena itulah, mereka jarang berhenti lagi. Tapi, melihat ritme jalan istrinya, Reigha tahu, jika gadis itu sedang memaksakan diri.
"Ck." Reigha berdecak kesal. Ia tidak mau terlihat perhatian, tapi juga tidak mau ambil risiko tentang kesehatan fisik rekan pendakiannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ReiGhaRa : Never be an option
RomanceNEVER BE AN OPTION! Gelimang harta tidak serta merta membuat Megha Padma Wisesa bahagia. Di tengah pengabaian orang tuanya, gadis penuh luka itu justru terpaksa menikah dengan Reigha Mahendra, laki-laki dingin, cucu dari seorang pebisnis sukses bern...