Balapan

94 9 2
                                    


Bismillahirrahmanirrahim,
Semoga suka yah dengan cerita aku
Happy reading

Temukan aku di tiktok @penyukamalam_
Temukan aku di Instagram @penyukamalam02

Ada atau tidaknya kami di hidup kalian tidak akan berpengaruh apapun kan?

Adiba Afsheen Myesha Al Fariz

Di ruang rawat ICU terdapat seorang lelaki terbaring lemah akibat kecelakaan yang menimpanya, dengan alat medis di tubuh untuk menopang hidup antara menjemput maut ataukah tetap bertahan di dunia yang kejam ini.

Perempuan berambut sebahu menatap nanar Kaka satu satunya, mata hitam legam milik perempuan itu tak berhenti mengeluarkan cairan bening. Bahunya naik turun, dadanya sesak melihat kondisi Kaka satu satunya.

"Mama dokter kan? Katakan kepada Adiba apakah Kaka akan sembuh" anak itu menggoyangkan kedua tangan ibunya. Baju seragam SMP yang ia kenakan sudah tak beraturan.

Sang mama yang mendapatkan pertanyaan hanya bisa membisu, menatap sengit ke arah suaminya tepat berada di samping.

"Mama jawab Adiba" bentaknya, air mata terus saja membasahi pipinya. Mata sayu Adiba menatap lekat ibunya berharap akan mendapatkan jawaban, tetapi sayang seribu sayang wanita itu hanya diam menatap Adiba saja enggan ia lakukan.

Tak mendapatkan respon dari ibu, kini anak berusia 14 tahun itu beralih ke sang ayah.

"Rajanya Adiba, apakah Kaka adiba akan sembuh?" Adiba bertanya dengan suara serak, menunduk tidak berani menatap sang ayah setelah ia mendapatkan tamparan dan suara keras dari ayahnya beberapa hari belakangan.

5 menit berlalu akhirnya Hasyim selaku ayah dari Adiba membuka suara.

"Bi asih saya sudah transfer 50 juta untuk biaya rumah sakit ghifari. Saya ada urusan ke Jerman sekarang" setelah mengatakan itu Hasyim berlalu tanpa menoleh ke arah Adiba putri semata wayangnya.

Bi asih melihat Adiba yang hanya terdiam menatap nanar kepergian sang ayah. Bi asih merutuk dalam hati atas kepergian Hasyim sementara keadaan kedua anaknya kacau balau seperti ini.

"Bi asih, aku harus ke jakarta sekarang. Jika ada sesuatu telpon saya. Saya akan menyuruh beberapa kenalan saya di rumah sakit ini jikalau terjadi sesuatu kepada ghifari" Wulan menatap intens bi asih yang sedang memeluk Adiba dalam keadaan berdiri mematung tetapi air mata anak itu tak berhenti membanjiri pipi tirus nya.

Mendengar itu Adiba melepaskan pelukan bi asih dan beralih menatap sang mama penuh murka "pergi saja kalian dari sini, ada atau tidaknya kami di hidup kami, tidak akan berpengaruh apapun kan? Lihat ka Ghifari ia terbaring di dalam sana, tetapi kalian" Adiba membentak ibunya, amarah yang ia pendam selama satu bulan ini kini telah meluap bagaikan lava yang keluar dari gunung berapi.

"Pergi" lirih Adiba duduk bersimpuh di atas lantai dingin rumah sakit, tangan dan kaki gemetar. Membuat bi asih melangkah dan memeluk anak itu.

Sementara Wulan ia hanya menatap Adiba sekejap dan berlalu begitu saja.

Lamunan wanita dengan balutan sweater hitam itu buyar kala mendengar suara pria di sebelah. Ia menunggangi kuda besi berwarna merah, bersiap siap melakukan balapan malam ini. Sorot mata tajamnya menatap dua pria yang menjadi saingannya malam ini, kedua tangan putih itu bersiap menancapkan gas, sekiranya race queen akan memulai hitungan.

"Andai gue menang, lo harus jadi milik gue. Gadis keras kepala" pinta Rafael.

"Amit - amit, lo akan tetap menjadi saingan gue sampai gue mati sekalipun" ucapan angkuh keluar dari bibir mungil wanita berambut cokelat.

The first and last love  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang