Bismillahirrahmanirrahim,
Semoga suka yah dengan cerita aku
Happy readingsemalam purnama begitu indah, tetapi rasanya purnama hari ini lebih indah
Muhammad Akhtar Hafidz Al Ghaffar
Pagi ini begitu cerah, seakan semesta ikut berbahagia atas kebahagiaan yang dirasakan oleh wanita dengan balutan rok plisket, baju lengan panjang over size ditambah kain yang menutupi rambut coklatnya atau sering disebut jilbab menambah kecantikan dari wanita itu berkali kali lipat.
Senyum manis tersungging di bibir mungilnya tatkala ia puas dengan hiasan diwajah, mengambil parfum dan menyemprotkannya di bagian tertentu, setelah itu ia mengambil kunci mobil dan tas kemudian melangkahkan kaki keluar dari kamar.
Senyum dibibir tak pernah memudar beriringan langkah demi langkah yang ia tapaki dirumah bertingkat dua Dengan luas tak terhitung. Tetapi sayang sebanyak apapun hartanya tak akan dapat mengembalikan kembali keluarga penuh kehangatan dimasa kecil wanita itu.
Gemuruh di dada tak pernah meredup bagaikan orang sehabis lari maraton, entah karena akan bertemu orang dibalik niat baiknya ini, ataukah karena kejadian semalam.
Flashback
Pemuda berjaket kulit hitam menatap nanar toko kopi di salah satu jalan Braga, ia meneguk air liur susah payah, menghimpit hidung menggunakan jari telunjuk dan ibu jari.
Menoleh ke ke kiri, menatap penuh permohonan pada sosok perempuan dengan gaya khasnya yaitu baju tidur bermotif Stitch, sementara wanita itu menatap penuh tantangan.
“Sebagai hadiah kan? Lagi pula minuman itu bukan Pur kopi, tapi tercampur dengan susu dan gula aren pael,” jelas Adiba mendorong pria itu.
Sekuat tenaga pria itu menahan agar tubuhnya tak bergerak dari tempat, wanita berambut Cepol atas tersebut meminta bantuan dari sang Kaka, membuat pria berjaket kulit hitam hanya pasrah, tetap melangkahkan kaki sembari menutup hidung, jujur ia tak suka bau kopi. Tetapi dengan entengnya wanita itu meminta sebagai hadiah untuk lomba memasak.
Setelah mendapatkan kursi, mereka memesan tiga cofie khas kafe tersebut. Lima menit berlalu pesanan mereka telah berada di muka meja bundar kayu berwarna hitam.
“Silahkan pael, ini enak loh” tawar Adiba setelah meloloskan satu tegukan kedalam kerongkongan, Ghifari hanya bisa berdiam diri, berfikir apakah ia akan mempunyai nasib seperti Rafael, berhubung sang adik belum meminta hadiah dari dirinya.
Tanpa ba-bi-bu Rafael menyedot cofie tersebut, tepat saat cofie menyentuh lidahnya ternyata semua bayangan mengenai rasa cofie tak seburuk itu, hanya saja aroma cofie itulah yang menjadi penyebab mual mualnya selama ini.
5 menit berlalu tanpa pembicaraan akhirnya cofie dari Rafael akan habis membuat Adiba tersenyum.
“Enak kan? Lo sih ngak percaya” kekeh Adiba usai menyelesaikan mewarnai pada lukisan yang telah disediakan di cafe tersebut.
“Bukan enak tetapi candu sama seperti senyummu” goda Rafael menyentuh hidung Adiba, membuat Adiba memejamkan mata.
Ghifari berdeham, membuat kedua insan tersebut sadar dan tersenyum kikuk.
“Si batu ganggu aja” gumam Rafael, tetapi sayang hal itu di dengar oleh ghifari.
Tak memperdulikan, Ghifari menyeruput kembali kopi dan melanjutkan membaca laporan di handphone. Tak lama Adiba berdiri menuju waiters meminta izin sesuatu, usai di perbolehkan iapun mengambil pesanannya di depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The first and last love
Romancekisah seorang Adiba afsheen Myesha Al Fariz, seorang wanita yang terlahir dari keluarga konglomerat mendapatkan kasih sayang sedari kecil, tetapi seiring ia bertambah usia kasih sayang kedua orang tuanya sirna bagaikan di telan bumi. Membuatnya menj...