Bismillahirrahmanirrahim,
Semoga suka yah dengan cerita aku
Happy readingJika masaku telah habis sebelum aku menyelesaikan tugasku, maka kumohon jagalah apa yang aku pertahankan selama ini
Ghifari Al fariz
Adiba terbaring lemah di atas kasur, matanya terpejam, dengan infus di tangan kanan. Ghifari dan Rafael tak mengalihkan perhatian dari wanita itu barang sedetik pun.
Mengingat kejadian sejam lalu, dimana adiba memuntahkan semua isi dalam perutnya, untuk sesaat Ghifari maupun Rafael dibuat cemas mereka takut panik attack Adiba kambuh, tetapi untunglah karena ternyata hanya maag, dan penyebabnya adalah kadar kafein yang ia konsumsi terlalu tinggi.
Perlahan mata Adiba terbuka, pergerakan lambat Adiba mengangkat tangan menyentuh keningnya yang terasa pening.
“Uhh, pusing banget” keluh Adiba. Nafas berat disertai ringisan terdengar jelas di telinga kedua pemuda yan duduk ditepi kasur Adiba.
Rafael bersedekap dada, menatap Adiba penuh kekesalan “siapa menyuruhmu meminum kafein kadar tinggi hm?“
Adiba terdiam kembali merapatkan matanya, ia menikmati suara omelan Rafael karena belakangan ini ia tak mendengar suara sahabatnya.
“teruslah mengoceh karena gue akan merindukan itu suatu saat nanti rel” lirih Adiba tetap setia memejamkan mata, ia tak sanggup menatap lelaki yang selalu ada di setiap alur hidupnya.
“Adiba bukan saatnya bercanda” ghifari maupun Rafael mengucapkan hal sama disaat bersamaan. Membuat adiba tersenyum.
Adiba membuka mata merentangkan kedua tangan pertanda ia perlu pelukan hangat. Dan dengan sigap mereka berdua memeluk Adiba. Lihatlah kedua cowok itu ingin marah tetapi berujung menangis di dalam pelukan Adiba.
“Makasih atas perhatiannya, aku baik baik saja” ucap Adiba di dalam dekapan sahabat dan saudaranya.
Kini Rafael, Ghifari berdiri kembali di tempat semula dekat kasur Adiba, melihat pergerakan wanita itu yang mengambil hendpon di nakas.
5 menit berlalu, tampak perubahan drastis dari raut wajah Adiba, membuat kedua lelaki itu menaruh penasaran tingkat tinggi di benaknya.
“Ada apa? Kenapa raut wajah kamu berubah, Kaka ngak suka melihatnya” ghifari mengelus surai adiknya, ia duduk di bibir kasur tepat di dekat Adiba.
Adiba merubah posisi memeluk pinggang kakanya, bahunya bergetar, dapat Ghifari rasakan di bagian pinggangnya sudah basah karena air mata dari sang adik.
“Kaka, ibu dan ayah tidak membaca pesanku sampai sekarang. Hari ini aku menceritakan kepada mereka soal kegiatan aku berbelanja. Tetapi tidak ada di antara mereka yang membaca pesanku” jelas adiba dengan nada rendah, sesak itulah yang ia rasakan.
Ghifari mengelus punggung tangan adiknya, diam sesaat Ghifari kembali menawarkan sesuatu untuk merubah mood wanita itu “pengen tidur dengan Kaka ngak? Besok kita memasak bersama dan jurinya adalah Rafael” bujuk Ghifari penuh nada sumringah.
Adiba mengangguk, kembali tersenyum. Sungguh mood seorang perempuan sangat mudah berubah ubah, meskipun itu hanya hal kecil, tetapi hal kecil juga bisa menjadi hal besar bagi wanita.
“Menjadi supir pun aku mau jika kamu adalah penumpangnya” goda Rafael tersenyum jahil.
“Kalau begitu gue juga rela deh, menjadi penumpang dari putra tunggal keluarga konglomerat bermarga Alexander” balas adiba kembali menggoda Rafael. Membuat mereka semua tertawa secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The first and last love
Romancekisah seorang Adiba afsheen Myesha Al Fariz, seorang wanita yang terlahir dari keluarga konglomerat mendapatkan kasih sayang sedari kecil, tetapi seiring ia bertambah usia kasih sayang kedua orang tuanya sirna bagaikan di telan bumi. Membuatnya menj...