Berbagai lauk tersaji di atas meja makan yang dikelilingi enam kursi. Menikmati hidangan dengan obrolan ringan yang terasa menghangatkan hati. Dua keluarga bertemu di sana, mencoba untuk saling mengenal satu sama lain sebelum memutuskan untuk menjadi satu keluarga dengan adanya sebuah pernikahan.
Abyan menyodorkan piringnya ke depan dengan canggung saat gadis yang duduk di depannya hendak menyendokkan nasi untuknya.
"Lauknya mau pakai apa?" tanya Ayana, melirik pria itu sekilas.
"Eum... apa aja," jawab Abyan seraya tersenyum kikuk pada ayah gadis itu yang duduk di tengah, dan ibu gadis itu yang duduk di hadapan ibunya.
Ayana mengangguk, lalu menyendok sambal goreng kentang ati, sayur sop, dan ayam goreng. "Ini, A."
"Terima kasih," ucap Abyan.
"Lho? Udang bakar madunya, kok, Abyan gak dikasih, Ya?" tanya Yahya pada putri bungsunya.
"Eum... A Abyan alergi udang, Abi," jawab Ayana, sedikit malu.
"Kok, Aya tau?" tanya Nadia sengaja, turut menatap putrinya dan pria yang akan menjadi calon menantunya.
"Eum... kan, di CV ta'arufnya A Abyan nulis itu, Umi. Makanya Aya tau," ujar Ayana, menatap sang ibu yang dengan jelas sengaja ingin menggodanya.
"Oh... bagus itu. Jadi, nanti setelah menikah udah tau apa yang bisa atau gak dimakan sama suami," tambah Nadia seraya tersenyum pada calon besannya. "Iya, kan, Bu?"
Tari tersenyum seraya mengangguk.
Setelah menyelesaikan makan malam, mereka pun melanjutkan obrolan di ruang tamu, menikmati secangkir teh yang ditemani pisang goreng madu.
"Ayo, silakan dinikmati," ucap Yahya, mempersilakan calon keluarga besan untuk menikmati hidangan penutup yang telah disiapkan putrinya sendiri.
"Begitu pulang dari kantor Aya langsung sibuk di dapur, nyiapin semua ini sendiri. Umi mau bantuin juga gak boleh. Mungkin Aya mau nunjukin kebolehannya soal urusan dapur sama calon ibu mertuanya," ucap Nadia, tersenyum pada Tari. "Gimana, Bu? Putri saya lolos, kan?"
Tari tertawa mendengar pertanyaan yang diajukan oleh calon besannya. Ia pun melirik putranya sekilas sambil menepuk bahu Abyan. "InsyaAllah, lolos, Bu. Tapi, sepertinya masih banyak yang harus kita bahas di sini, mengenai ta'aruf yang sedang dijalani oleh putra dan putri kita."
Abyan menyeruput teh manis yang masih lumayan panas, lalu kembali meletakkan cangkir tersebut di atas piring tatakan. Ia berdeham pelan begitu pandangannya bertemu dengan tatapan ayah gadis itu yang kini menunjukkan raut serius. Tanpa bisa dihindari, rasa gugup pun mulai menghampirinya. Padahal ini bukan pertama kali dirinya berkunjung ke rumah ini untuk bertemu dengan kedua orang tua gadis itu.
"Kita mulai saja pembahasan ini, ya. Bagaimana, Nak Abyan?" tanya Yahya.
"Iya, silakan, Abi," sahut Abyan. Tak canggung memanggil pria paruh baya itu dengan panggilan 'Abi' di saat ayah Ayana sendiri yang memintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity (Hiatus!)
FanfictionTakdir mempertemukan Aluna dan Abyan di saat keduanya telah memilih orang yang ingin mereka cintai. Namun, takdir juga yang akan merubah segalanya, di mana mereka dipaksa untuk melepas harapan dari yang tercinta. *** Pernah dengar jika harta yang pa...