9. Rahasia Tentangmu

162 18 16
                                    

Hujan yang semalaman mengguyur kota Bandung meninggalkan embun pada jendela yang berada di samping ranjangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan yang semalaman mengguyur kota Bandung meninggalkan embun pada jendela yang berada di samping ranjangnya. Aluna mengintip ke luar jendela, pemandangan jalan Braga langsung memenuhi penglihatannya. Terlihat beberapa kendaraan roda dua dan roda empat berlalu lalang di atas aspal yang masih basah. Ia pun membuka jendela agar udara segar masuk ke dalam kamar yang sudah dua bulan tidak diinapinya.

Krekkk!

"Duh, Tuan Putri baru bangun."

Aluna menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka, di mana Lula berdiri di ambang pintu dengan apron miliknya yang melekat di tubuh mungil gadis itu. Saat hendak menimpali ucapan Lula, ringisan kecil justru keluar dari bibirnya dibarengi dengan tangannya yang refleks meremas perutnya erat. Ah, kenapa satu pekan menjelang tamu bulanan datang selalu menyakitkan seperti ini?

Lula meringis melihat ekspresi Aluna yang menahan sakit. "Lebih baik kita sarapan. Udah gue bikinin sandwich sama teh hijau dan sedikit jahe. Sisil tadi pamit pulang duluan, karena dia ada kelas pagi," ucapnya, melangkah menghampiri ranjang di mana Aluna terduduk.

"Perhatian banget, deh, kakak gue. Pokoknya terbaik!" ucap Aluna seraya merentangkan kedua tangannya, lalu tertawa saat Lula naik keranjang dan langsung memeluknya.

"Setelah nikah nanti, lo pasti gak akan butuh perhatian dari gue lagi, karena perhatian dari Abyan pasti akan jadi yang paling istimewa, kan?" lirih Lula.

Aluna melepas pelukannya, menatap Lula sebal. "Ihh... apaan, sih, Kak? Ya, gak, lah! Kalian punya tempat khusus di hati gue, dan perhatian lo sebagai seorang sahabat gak akan bisa dikasih sama Mas Byan. Pokoknya, sekalipun gue udah menikah nanti, gue tetep butuh perhatian dari kalian sebagai sahabat, kakak, dan adik buat gue."

Lula kembali memeluk Aluna erat sambil menggoyangkan bahu mereka ke kanan dan kiri, hingga membuat tawa mengisi pagi mereka yang cerah. "Ya udah, yuk! Gue udah laper banget, nungguin Tuan Putri bangun."

Aluna tertawa kecil sambil menyibak selimutnya, lalu beringsut turun dari ranjang seraya menyambar ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Seulas senyum terpatri di wajah cantiknya saat mendapati satu pesan masuk dari seseorang yang selalu mengingatkan agar dirinya tak melewati sarapannya.

"Senyum-senyum. Abyan nge-chat?"

Aluna refleks menggelengkan kepala, masih dengan senyum di wajahnya. Ia melangkah menghampiri Lula yang sudah duduk di kursi meja makan. "Izin foto, ya, Kak. Buat laporan ke ibu mertua kalo mantunya mau sarapan," kelakarnya, lalu mengambil gambar dari dua piring sandwich yang tersaji di atas meja makan.

"Masa Abyan kalah sama ibunya? Harusnya dia juga perhatian sama lo, bahkan lebih dari ini," celetuk Lula.

"Perhatian tipis dari dia aja gue udah ngerasa gak sanggup mengatasi rasa bapernya. Jadi, lebih baik nanti aja ditumpahinnya setelah kita menikah, biar gue bisa puas-puasin bapernya."

Serendipity (Hiatus!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang